Ada “Perang Baru” Arab Saudi Cs vs AS, Ini Kronologi-Faktanya - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

Jakarta, InfoMu.co –  Hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) mendadak memanas. Ini terjadi setelah AS mau membikin sebuah undang-undang mengenai perminyakan.

‘Perang’ terbaru antara kedua negara terjadi setelah AS berencana mau menerapkan nilai pemisah atas bagi minyak negara-negara OPEC+. Ini merujuk campuran negara penghasil minyak nan tergabung dalam OPEC, dipimpin Arab Saudi, dan negara non OPEC namun mempunyai produksi besar seperti Rusia.

AS diketahui bakal membikin undang-undang No Oil Producing and Exporting Cartels alias Tanpa Kartel Penghasil dan Pengekspor Minyak (NOPEC). Lalu gimana kronologi dan faktanya?

Kronologi

Dihidupkannya RUU ini datang setelah permintaan peningkatan produksi minyak nan dimintakan Presiden AS Joe Biden kepada Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MBS), ditolak mentah-mentah tahun lalu. Meski dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz, MBS sekarang menjadi Perdana Menteri (PM) Arab Saudi.

Saat itu, Gedung Putih mengatakan Biden kecewa dengan keputusan ‘picik’ OPEC+ untuk memangkas kuota produksi. Sementara, ekonomi dunia menghadapi akibat negatif lanjutan dari serangan Rusia ke Ukraina.

Sebelumnya di Oktober 2022, OPEC+ memang telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari mulai November. Langkah ini dirancang untuk memacu pemulihan nilai minyak mentah, nan telah turun menjadi sekitar US$ 80 per barel setelah sempat mencapai US$ 120 per barel pada awal Juni Thun lalu.

Sebenarnya, kekecewaan AS terhadap sikap OPEC+ ini tidak datang secara tiba-tiba. Negeri Paman Sam telah acapkali meminta agar produksi minyak digenjot untuk mengatasi krisis daya dan menurunkan harganya di hilir.

Selain itu, Biden juga berkepentingan kala itu, untuk menjaga nilai bahan bakar. Apalagi Oktober 2022 itu, politik AS bergolak dengan pemilihan paruh waktu di AS.

Apa Itu RUU NOPEC?

Perlu diketahui, RUU NOPEC dirancang untuk melindungi konsumen dan upaya AS dari lonjakan nilai minyak. RUU itu dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan norma lantaran mengatur pengurangan pasokan nan meningkatkan nilai minyak mentah global.

Agar berlaku, RUU itu perlu disahkan oleh Senat dan DPR penuh, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden. Karena AS menganut sistem dua kamar, negeri ini mempunyai Senat dan DPR.

Momen Politis?

Analis sempat mengatakan sebenarnya nan dilakukan AS berkarakter politis. Salah satunya untuk membendung kedekatan Arab Saudi dan Rusia.

Jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai nilai minyak, itu bakal dipandang sebagai support terbuka untuk Rusia. Padahal Rusia tengah dibombardir hukuman Barat.

“Orang-orang Saudi mengatakan bahwa ini adalah keputusan nan didorong oleh pasar, bahwa mereka memperkirakan permintaan bakal turun selama musim dingin,” tutur Michael Stephens dari Royal United Services Institute di London.

“Dan apalagi jika itu didasarkan pada argumen teknis dan murni penawaran dan permintaan, bukan itu nan ditafsirkan oleh AS,” katanya.

“Jika Saudi berkoordinasi dengan Rusia mengenai nilai minyak, itu bakal dipandang sebagai support terbuka untuk Rusia,” tambahnya.

Tolak NOPEC

Sementara itu, dalam pernyataan baru, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan NOPEC bakal membikin negara-negara OPEC+ kesulitan dalam berinvestasi untuk produksi. Dampak ini nantinya bakal terasa di seluruh bumi pada produsen dan konsumen, serta pada industri minyak.

Secara khusus, Arab Saudi sudah dengan sendirinya memulai upaya untuk memperluas kapabilitas produksi menjadi 13,3 juta barel per hari pada tahun 2027. Ini juga nan menjadi ganjalan.

“Ekspansi sudah berjalan, dalam tahap rekayasa, dan peningkatan pertama diharapkan mulai beraksi pada tahun 2025,” kata sang pangeran, dikutip dari Arab News, Rabu (15/3/2023).

“Kapasitas persediaan dan stok darurat dunia adalah jaring pengaman utama untuk pasar minyak dalam menghadapi potensi guncangan. Saya telah berulang kali memperingatkan bahwa pertumbuhan permintaan dunia bakal melampaui kapabilitas persediaan dunia saat ini, sementara persediaan darurat berada pada titik terendah dalam sejarah,” jelasnya.

Abdulaziz juga mengatakan manuver AS mengenai RUU itu tidak bakal diikuti oleh Riyadh maupun personil OPEC+ lainnya. Ia menyebut langkah itu hanya bakal menyebabkan kelangkaan minyak global.

Abdulaziz menambahkan bahwa golongan negara penghasil minyak OPEC+ telah sukses membawa stabilitas dan transparansi nan signifikan ke pasar minyak. Terutama dibandingkan dengan semua pasar komoditas lainnya.

“RUU NOPEC tidak mengakui pentingnya menahan kapabilitas cadangan, dan akibat dari tidak menahan kapabilitas persediaan terhadap stabilitas pasar,” katanya. (cnbc)

-->
Sumber infomu.co medan
infomu.co medan