Dalam sebuah kepemimpinan ada satu skill nan kudu dimiliki oleh seorang pemimpin adalah komunikasi (tabligh). Nabi Muhammad SAW dan seluruh para nabi adalah orang-orang nan jago komunikasi (tabligh). Mereka bisa mengoptimalkan kegunaan mulut dengan baik dan benar, sehingga memang mulut mereka adalah mulut pemimpin (leader’s mouth).
Dalam hukum puasa kita dilatih mempunyai mulut seorang pemimpin, dengan dua kaidah, berbicara baik alias diam. Demikian nabi mengajarkan, sehingga puasa nan tidak bisa menjaga mulutnya dari perkataan sia-sia (laghwun), kotor (rofats) alias biadab (fakhsya’) maka tidak ada puasa baginya. Oleh karena itu seorang pemimpin dilatih menjaga dari berbicara jelek dan optimasi berbicara nan baik, alias tak bersuara kebijaksanaan.
Leader’s mouth adalah skill memanajemen mulut, untuk betul dan tepat. Ada beberapa batas dalam mengoptimalkan mulut seorang pemimpin:
Yang pertama, mulut nan efisien dan efektif
Mulut seorang pemimpin hendaknya efisien dalam berbicara, artinya bisa memetakan mana nan kudu dibicarakan, kepada siapa dia berbicara, kapan berbicara, gimana berbincang dan di mana kudu berbicara. Hal ini sesuai dengan norma berbicaralah dengan bahasa kaumnya demikian Imam Ali bin Abi Thalib memberikan nasehat.
Seorang leader kudu bisa memahami kepribadian umatnya dalam segala level dan sosialnya, dan berbincang sesuai dengan keahlian mereka. Bukan hanya berbincang di ruang umum tanpa pengaruh sama sekali, tidak efektif bagi kehidupan umat. Seharusnya pemimpin bisa berbincang kepada petani berbeda dengan kepada pedagang, kepada intelektual berbeda dengan masyarakat awam, kepada masyarakat kota dengan desa. Inilah skill komunikasi nan kudu dikuasai. Seorang pemimpin kudu mempunyai kompetensi ilmu jiwa komunikasi baik inter, antar individual maupun sosial.
Inilah nan dilakukan nabi Muhammad saw ketika berbincang dengan Abu Bakar berbeda dengan umar, kepada Usman berbeda dengan Ali bin Abi Thalib. Kepada Muhajirin berbeda dengan anshor, apalagi kepada masyarakat makkah berbeda dengan Madinah.
Yang kedua, mulut nan memotivasi
Mulut seorang pemimpin kudu mengeluarkan kata motivasi nan menggelegar bagi umat dan masyarakat, dalam kondisi seberat apapun seorang pemimpin bisa memotivasi. Seperti kisah Thariq bin Ziyad nan kudu membakar semangat prajuritnya dengan membakar kapal, sehingga tidak ada pilihan selain menang alias meninggal dimedan perang.
Dalam kondisi kesulitan Salahudin al Ayubi bisa membebaskan Palestina, Bung Tomo bisa menggerakkan arek arek surabaya, bukan pemimpin nan pesimis dan tidak mempunyai harapan. Kompetensi motivator kudu pula disandang oleh seorang pemimpin
Yang ketiga, mulut nan penuh ilmu
Seorang pemimpin kudu berbincang dan berkomunikasi dengan ilmu, sehingga dia berbincang dengan dasarnya nan kuat, dalil nan shahih, dan info nan valid. Jangan asal bunyi (asbun) nan membikin masyarakat alias umat berpecah belah, apalagi tidak serius dalam perkara nan serius.
Imam syafi’i menyebut bahwa pengetahuan sebelum ucapan, berfikir baru disampaikan, bukan dibalik. Inilah kompetensi leader’s mouth nan kudu dimiliki.
Dengan keahlian ini masyarakat bakal merasakan solusi dan pencerahan nan selalu di dapat kan. Bukan kebingungan tanpa arah, lempar sana sini tanpa ada nan mau bertanggung jawab.
Pemimpin kudu berani menjadi lisan bagi rakyat nya, dengan lisannya dia kudu berani menyampaikan kebenaran, berani menasehati rakyatnya, apalagi berani memberikan pengajaran kepercayaan kepada masyarakat. Bukan pemimpin nan berlindung dan selalu menggunakan orang lain untuk berbincang kepada umat dan masyarakat.
Yang keempat, mulut nan tak bersuara bijaksana
Kompetensi leader’s mouth adalah tak bersuara penuh kebijaksanaan, mereka mengurangi berbincang jika hanya tidak memberikan kebaikan, apalagi gaduh di masyarakat. Diamnya adalah kebijaksanaan.
Sebagaimana sabda nabi, orang nan beragama adalah nan selalu berbicara baik alias diam. Kemampuan menahan diri dari berbicara jelek adalah penting, tidak berbicara kasar meski bawahan salah, tetapi tetap rasional.
Diamnya pemimpin menjadi sebuah norma bahwa dia sedang berpikir alias telah menyepakati sesuatu nan berkarakter opsional. Sebagaimana nabi mempunyai sunnah taqririyyah.
Pemimpin profetik adalah pemimpin nan mempunyai kompetensi leader’s mouth alias keahlian menjaga mulut dan memenej mulutnya. Dia tidak berbincang selain nan baik, efektif dan efisien serta penuh ilmu. Bahkan diamnya adalah kebijaksanaan, diamnya adalah emas, bukan lari dari masalah alias tidak bisa menjawab.
Puasa ke 5#
2 tahun yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·