
Oleh: Muh. Yusuf (Aktivis IMM)
Di tengah hiruk-pikuk narasi kemajuan Indonesia yangg kerap terpusat pada wilayah barat, sebuah pertanyaan esensial mengemuka: apakah pembangunan nasional telah menyentuh seluruh anak bangsa secara setara dan merata? Realitas empiris menunjukkan kebenaran yangg berbeda. Kawasan Timur Indonesia (KTI), yangg mencakup sebagian besar wilayah geografis negara, tetap bergulat dengan paradoks pembangunan kaya bakal sumber daya alam namun tetap menghadapi tantangan dalam akses terhadap pendidikan berkualitas, prasarana memadai, dan kesempatan pengembangan kapabilitas sumber daya manusia.
Dalam konteks inilah, kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Makassar menjadi signifikan. Sebagai organisasi mahasiswa Islam berkemajuan yangg telah mengakar di bumi Anging Mammiri, IMM Kota Makassar tidak hanya menjadi wadah pengkaderan, tetapi juga representasi kolektif dari aspirasi generasi muda Indonesia Timur yangg menolak dijadikan objek pembangunan dan memilih menjadi subjek perubahan. Kini, di penghujung tahun 2025, organisasi ini kembali memasuki fase krusial melalui penyelenggaraan Musyawarah Cabang (Musycab) ke-34 sebuah momentum regenerasi kepemimpinan yangg sarat makna strategis bagi masa depan aktivitas mahasiswa Islam di Sulawesi Selatan khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya.
Secara substansial, kita kudu memahami dengan baik bahwa musyawarah bagian sebagai praksis kerakyatan organisasi. Sebab, musyawarah bagian merupakan forum tertinggi dalam struktur organisasi IMM tingkat Kabupaten/Kota. Lebih dari sekadar sistem pergantian kepemimpinan, dia adalah manifestasi prinsip syura yangg telah menjadi nilai dasar Islam. Dalam perspektif organisasi modern, musycab berfaedah sebagai ruang deliberasi demokratis tempat pertimbangan kinerja, perumusan strategi, dan konsolidasi visi kolektif dilakukan secara sistematis dan partisipatif. Esensi musycab terletak pada kemampuannya menghadirkan kepemimpinan yangg legitimate dan kepemimpinan yangg lahir dari proses yangg kredibel, transparan, dan akuntabel.
Dalam teori kepemimpinan transformasional, legitimasi merupakan prasyarat bagi efektivitas kepemimpinan dalam menggerakkan perubahan. Teori ini, yangg dikembangkan oleh ahli filsafat seperti James MacGregor Burns dan Bernard M. Bass, mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses di mana “pemimpin dan pengikut saling mengangkat ke tingkat moralitas dan motivasi yangg lebih tinggi”. Legitimasi seorang pemimpin transformasional tidak hanya berasal dari otoritas umum (legitimate power), tetapi dibangun melalui kepercayaan dan kekaguman pengikut terhadap visi dan karakternya. Musycab ke-34 kudu bisa melahirkan kepemimpinan yangg tidak hanya mempunyai kompetensi manajerial, tetapi juga sensitivitas kontekstual terhadap dinamika era dan kebutuhan riil kader yangg berasal dari beragam penjuru Kawasan Timur Indonesia dengan latar belakang sosial geografis yangg beragam.
IMM Makassar: Microcosm Kawasan Timur Indonesia
Argumen sentral yangg perlu diusung dalam musycab ke-34 kali ini adalah pengakuan atas posisi strategis IMM Kota Makassar. PC IMM Kota Makassar menaungi 29 ketua komisariat yangg tersebar di beragam perguruan tinggi. nan menjadikan IMM kota Makassar spesial adalah komposisi demografis kadernya yangg merupakan representasi geografis Kawasan Timur Indonesia. Fenomena ini merupakan akibat logis dari posisi Makassar sebagai salah satu pusat pendidikan, ekonomi, dan sosial utama di KTI.
PC IMM Kota Makassar secara de facto tidak hanya mengelola kader dari Makassar, tetapi juga mendidik dan membina calon intelektual dan pemimpin masa depan dari seluruh Kawasan Timur Indonesia. Setiap kader yangg dibina di IMM kota Makassar adalah investasi sosial untuk wilayah asalnya. Ketika mereka kembali misal ke Palu, Kendari, Ternate, alias Jayapura, mereka membawa serta nilai, pengetahuan, dan kapabilitas kepemimpinan yangg telah diasah selama di Makassar.
Dalam teori modal sosial Robert Putnam, proses ini dapat dipahami melalui konsep bonding and bridging capital. Kader-kader IMM kota Makassar membangun bonding capital (modal pengikat) melalui ikatan solidaritas internal yangg kuat, yangg krusial untuk “bertahan” (getting by). Pada saat yangg sama, mereka membangun bridging capital (modal penjembatan) yangg menghubungkan wilayah asal mereka dengan pusat pengetahuan dan jejaring yangg lebih luas, yangg krusial untuk “maju” (getting ahead).Kesadaran bakal peran strategis ini kudu menjadi jiwa dari setiap keputusan yangg bakal diambil dalam musycab.
Ditemukan data, Indonesia Timur dalam jerat ketimpangan structural. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa meskipun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai 75,02 (kategori “tinggi”), disparitas regional tetap sangat signifikan.IPM Provinsi Sulawesi Tengah tercatat sebesar 72,24, sementara Papua Selatan mencapai 68,86, dan Papua Pegunungan berada di nomor 54,43 (kategori “rendah”).Angka-angka ini mencerminkan ketimpangan sistemik yangg telah berjalan lama.
Disparitas ini bukan anomali statistik, melainkan akibat dari kebijakan pembangunan yangg bias. Meskipun pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk infrastruktur, info terperinci mengenai proporsi alokasi per wilayah seringkali tidak tersedia secara transparan, sehingga susah untuk memvalidasi secara empiris komitmen terhadap pemerataan.Di sektor pendidikan, penelitian oleh The SMERU Research Institute menunjukkan bahwa peningkatan anggaran pendidikan yangg signifikan belum tentu menghasilkan peningkatan hasil belajar yangg sepadan, mengindikasikan adanya tantangan dalam efektivitas kebijakan dan implementasi.
Berdasarkan dua realitas esensial komposisi kader IMM Kota Makassar sebagai mikrokosmos Kawasan Timur Indonesia dan kondisi ketimpangan struktural maka narasi “IMM Makassar: Sebuah Asa dari Timur Indonesia” bukanlah narasi utopis, melainkan tesis politik yangg relevan. Musyawarah bagian ke-34 adalah momentum untuk menegaskan kembali visi besar organisasi: bahwa IMM kota Makassar bukan sekadar organisasi lokal, melainkan inkubator kepemimpinan regional untuk seluruh Kawasan Timur Indonesia.
Kepemimpinan yangg nantinya terpilih memikul amanah luar biasa mereka tidak hanya memimpin ribuan kader, tetapi juga memegang tanggung jawab moral untuk memastikan setiap kader kembali ke daerahnya dengan kapabilitas dan komitmen untuk memimpin transformasi sosial.
Sejarah membuktikan bahwa dari timur, peradaban besar pernah berdiri kokoh. Kerajaan Gowa-Tallo pada abad ke-16 dan ke-17 adalah kekuatan maritim yangg disegani, mengendalikan jalur perdagangan strategis di Selat Makassar melalui komoditas utamanya, ialah beras.Sementara itu, Kesultanan Ternate-Tidore menguasai jalur perdagangan rempah-rempah dunia yangg menghubungkan Asia dengan Eropa.Sejarah ini adalah bukti bahwa Kawasan Timur Indonesia sejak lama telah menjadi bagian integral dari jaringan ekonomi global. Kini, giliran IMM Kota Makassar melanjutkan estafet sejarah itu dengan langkah yangg relevan bagi abad 21.
Kepada seluruh peserta musycab inilah saatnya untuk berpikir besar dan bertindak strategis. Ketimpangan bukanlah takdir. Dari Makassar, untuk Indonesia Timur. Dari IMM Kota Makassar, untuk generasi pemimpin masa depan. Dari musycab ke-34, untuk transformasi yangg bermakna.
Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabiqul Khairat.
3 minggu yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·