Oleh: Sugianto SH MH, Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Surabaya & Founder Sengkuyung Suroboyo

UU 07/2017 pasal 195 ayat 1:
“KPU menyusun dan menetapkan wilayah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota berasas ketentuan undang-undang”
Peraturan KPU nomor 06 tahun 2022, Pasal 15 ayat 1:
“KPU Kabupaten/kota menetapkan rancangan penataan dapil dan alokasi bangku sebagai bahan pengumuman kepada masyarakat dan bahan uji publik dalam rapat pleno. Pasal 16 “KPU Kabupaten/Kota mengumumkan kepada masyarakat dan menyelenggarakan uji publik rancangan penataan dapil dan alokasi bangku untuk mendapat masukan dan tanggapan”


Mendiskusikan tentang wilayah pemilihan untuk DPRD Kabupaten/Kota adalah sebuah tema yangg selalu menarik, baik pada fase pree electoral maupun fase post electoral.
Bukan hanya lantaran secara mandatori undang-undang Dapil diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota dan ditetapkan oleh KPU yangg berkerja di ruang publik, sehingga bekerjanya kudu transparan dan acuntable. Tetapi bagi peserta pemilu, dapil bisa dipahami sebagai ruang kejuaraan antar parpol sebagai peserta pemilu yangg penuh dinamika.
Kompleksitas kejuaraan dapat dilihat dalam aspek sosial-ekonomi, demografis, dan kultural tertentu yangg menentukan perilaku pemilih. Bahkan dalam sistem pemilu proporsioal terbuka seperti sekarang dapil adalah arena kejuaraan antar parpol sekaligus kejuaraan antar caleg dalam satu partai.
Di Kabupaten/Kota yangg berpotensi terdapat penambahan jumlah kursi, diskursus menjadi lebih menarik lantaran menimbulkan angan baru yangg lebih tinggi bagi parpol non parlemen untuk meraih kursi, dan angan bagi parpol parlemen untuk menambah kursi.
Bukan berfaedah tanpa penambahan jumlah alokasi kursi, potensi meraih bangku dan menambah bangku tidak bisa dilakukan. Tetapi dengan penambahan alokasi kursi, potensi yangg ada bakal lebih tinggi.
Dalam konteks Surabaya yangg punya potensi penambahan alokasi bangku akibat pertumbuhan jumlah penduduk, pada beberapa kesempatan diskursus tentang dapil sudah mulai disinggung. Kekinian, setidaknya sudah terdapat beberapa pemberitaan media online tentang penambahan/ perubahan Dapil.
Tercatat wacana itu dikeluarkan oleh Komisi A DPRD Kota Surabaya, unsur ketua DPRD, dan ketua partai politik di Kota Surabaya dengan beragam latar dan perspektif pandang masing-masing.
Dalam catatan penulis, ada beberapa rasionalisasi kenapa dapil selalu menarik menjadi bahan diskusi?
Pertama, dapil sebagai ruang kejuaraan politik. District magnitude (alokasi kursi) dalam satu dapil bakal berpengaruh pada kesempatan keterpilihan. Dapil dengan district magnitude besar membuka ruang kejuaraan yangg lebih plural, sedangkan dapil dengan bangku mini condong menghasilkan persaingan lebih ketat antar kandidat utama.
Oleh lantaran itu, peserta pemilu bakal menyusun strategi pemenangan dengan mempertimbangkan efisiensi perolehan bunyi agar pengedaran perolehan bunyi dapat diproyeksi.
Kedua, dapil sebagai satuan kajian elektoral. Peserta pemilu perlu memahami karakter sosio-demografis di setiap satuan dapil. Penetapan dapil secara jeli dan tepat, memungkinkan peserta pemilu untuk merumuskan rumor strategis yangg tepat sasaran melalui pilihan treadment politik.
Rumusan bisa dibuat dengan memotret tingkat pendidikan, pekerjaan dominan, hubungan keagamaan, serta pola komunikasi politik pemilih.
Ketiga, mempermudah mobilisasi jaringan sosial dan institusional. Struktur sosial kemasyarakatan, hingga struktur birokrasi informal sering kali mempunyai pengaruh yangg berbeda antar dapil. Konektivitas dengan struktur tersebut dapat meningkatkan modal sosial dan legitimasi politik untuk pengedaran pesan secara tepat.
Keempat, dapil menentukan alokasi dan pengedaran sumber daya. Secara umum, sumber daya yangg dimiliki oleh peserta pemilu dapat dikatagorikan menjadi sumber daya sosial, ekonomi, budaya dan simbolik, plus sumber daya politik (dalam sistem partai sentralistik).
Perbedaan kesiapan sumber daya masing-masing peserta pemilu bakal memungkinkan setiap peserta pemilu berbeda dalam merumuskan skala prioritas sumber daya yangg kudu disiapkan dan pola distribusinya, agar tetap bisa memenangkan support pemilih secara terukur.
Dengan demikian, wilayah pemilihan bukan sekadar pemisah administratif yangg dapat ditetapkan di atas meja semata, tetapi juga menjadi kajian strategis bagi peserta pemilu dalam menyusun strategi pemenangan, sekaligus ruang penentuan representasi bagi pemilih.
Tentu kajian tentang relevansi pembentukan Dapil beserta contoh simulasinya ini, ditujukan dalam kerangka menambah dan memperkaya hasanah obrolan pemikiran di ruang publik dan bukan satu-satunya sumber pemikiran. Agar pada pemilu berikutnya dihasilkan komposisi wilayah pemilihan yangg merepresentasikan kepentingan semua pihak.
Dengan mengutip jumlah masyarakat per-Kecamatan tahun 2025, berasal dari Dispendukcapil kota Surabaya, sejumlah 3.008.760 jiwa, maka berasas ketentuan perundangan jumlah bangku untuk DPRD Kota Surabaya pada pemilu berikutnya adalah 55 bangku dengan bilangan pembagi masyarakat sebesar 45.705 jiwa setiap kursi. (data ini diambil dengan tujuan untuk contoh simulasi pembentukan dapil, dan bukan info agregat kependudukan yangg dikeluarkan oleh kemendagri sebagai rujukan utama info kependudukan saat tahapan pembentukan dapil DPRD Kab/Kota ).
Berpedoman pada prinsip-prinsip pembentukan Dapil dan info di atas, maka penulis mencoba mensimulasikan komposisi dapil sebagai berikut:
Simulasi Pertama, Dapil I meliputi Kecamatan Simokerto, Tambaksari, Genteng, dan Gubeng dengan jumlah BPPd 507.175 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil 2 meliputi Kecamatan Pabean Cantian, Semampir, Kenjeran, dan Bulak dengan jumlah BPPd 488.870 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil 3 meliputi Kecamatan Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, Gunung Anyar, Tenggilis Mejoyo, dan Wonocolo dengan jumlah BPPd 528.418 jiwa dengan alokasi 10 kursi.
Dapil 4 meliputi Kecamatan Wonokromo, Sawahan, Tegalsari, dan Dukuh Pakis dengan jumlah BPPd 506.146 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil 5 meliputi Kecamatan Sukomanunggal, Sambikerep, Lakarsantri, Karangpilang, Wiyung, Jambangan, dan Gayungan dengan jumlah BPPd 487.576 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil 6 meliputi Kecamatan Pakal, Benowo, Asemrowo, Tandes, Krembangan, dan Bubutan dengan jumlah BPPd 490.575 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Pada Simulasi Pertama ini, terdapat 28.636 jiwa yangg tidak terkonversi menjadi kursi, masing-masing di dapil I sebesar 14.832 jiwa, dan Dapil IV sebesar 13.803 jiwa.
Simulasi Kedua. Dapil I meliputi kecamatan Gubeng, Tegalsari, Genteng, Sukolilo, dan Mulyorejo dengan jumlah BPPd 489.833 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil II meliputi kecamatan Kenjeran, Tambaksari, dan Bulak dengan jumlah BPPd 459.964 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil III meliputi Kecamatan Gunung Anyar, Tenggilis Mejoyo, Wonocolo, Rungkut, Gayungan, Jambangan dan Wiyung dengan jumlah BPPd 498.999 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil IV, meliputi Kecamatan Sawahan, Wonokromo, Bubutan, dan Dukuh Pakis dengan jumlah BPPd 505. 478 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Dapil V meliputi Kecamatan Pakal, Benowo, Tandes, Sambikerep, Lakarsantri, Karangpilang, dan Sukomanunggal dengan jumlah BPPd 544.804 jiwa dengan alokasi 10 kursi.
Dapil VI meliputi Kecamatan Krembangan, Simokerto, Asemrowo, Pabean Cantian, dan Semampir dengan jumlah BPPd 509.862 jiwa dengan alokasi 9 kursi.
Pada Simulasi Kedua ini, terdapat 37.131 jiwa yangg tidak terkonversi menjadi kursi, masing-masing di dapil III sebesar 6.656 jiwa, dapil IV sebesar 13.135 jiwa, dan Dapil 6 sebesar 17.339 jiwa. (*)
4 hari yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·