Antropolog: Sudibyo Markus Penulis Pertama dari Indonesia yang Menulis Buku Relasi Barat – Islam secara Komprehensif - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu
Penyerahan Cinderamata oleh PW Muhammadiyah Sulsel kepada Sudibyo Markus usai obrolan buku.

KHITTAH.CO, MAKASSAR – Antropolog UIN Alauddin Makassar, Wahyuddin Halim menyebut Sudibyo Markus merupakan penulis Indonesia pertama yangg menulis kitab tentang relasi Barat dan Islam secara komprehensif dan ensiklopedis.

Wahyuddin menyampaikan itu saat datang sebagai penanggap obrolan kitab ‘Dunia Barat dan Islam, Visi Ulang Kemanusiaan Universal’, karya Sudibyo Markus di Aula Fakultas Kedokteran Unismuh Makassar, Sabtu, 6 Juli 2024.

“Meskipun menulis kitab setebal 571 halaman, namun Pak Sudibyo bisa menulis dengan bahasa terkenal yangg mudah dicerna generasi milenial. Ini tantangan kita saat ini, makalah yangg puluhan lembar saja, kadang tidak dibaca tuntas oleh mahasiswa, salah satunya mungkin lantaran bahasanya yangg berat, di sini kelebihan kitab ini,” ujar Wahyuddin.

Karena itu, dia merekomendasikan semua kalangan untuk membaca kitab itu, terlebih lagi kepada mahasiswa bidang komparasi agama.

Hal lain yangg juga diapresiasi Wahyuddin, ialah stamina intelektual Sudibyo Markus yangg tetap tetap bergairah dalam menulis, meskipun telah berumur sepuh, sekitar 83 tahun.

Diskusi tersebut digelar Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Acara itu menghadirkan Sudibyo Markus namalain Dibyo sebagai pembicara kunci pada obrolan kitab ‘Dunia Barat dan Islam, Visi Ulang Kemanusiaan Universal’.

Ketua MPI Sulsel, Hadisaputra menyebut obrolan kitab itu merupakan seri keenam jenis ‘Muhammadiyah Studies Talk’ yangg bermaksud untuk memperkuat literasi dan wawasan penduduk persyarikatan, khususnya di Sulsel. Kegiatan itu telah melangkah sebanyak enam kali, baik luring maupun daring.

Ia menegaskan komitmen MPI Sulsel membuka wadah bagi aktor-aktor intelektual Muhammadiyah dalam mengeksplorasi pikiran dan gagasan-gagasan baru.

Muhammadiyah Studies Talk didedikasikan oleh MPI untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan kemuhammadiyahan dalam menggerakkan dan memajukan Persyarikatan,” tutur Hadi saat sambutan mengawali diskusi.

Hadi lampau menjelaskan kitab Dibyo yangg sedang didiskusikan itu berangkaian erat dengan visi PP Muhammadiyah soal internasionalisasi gerakan. Seperti diketahui, Dibyo adalah tokoh Muhammadiyah yangg mempunyai relasi dan hubungan internasional.

Buktinya, Dibyo adalah salah satu penggagas lahirnya Muhammadiyah Disaster and Management Center (MDMC) yangg telah mendapatkan pengakuan internasional.

“Jadi penulis kitab ini tidak hanya menulis persentuhan antar benua secara teoritik, beliau (Dibyo) tepat disebut Diplomat. Pernah di PBB dan berinteraksi dengan beragam visi kemanusiaan di beberapa negara. Selain itu, juga sebagai Ketua PP Muhammadiyah di era Din Syamsuddin,” ungkap Hadi.

Selain Dibyo, Hadi turut mendatangkan dua akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sebagai panelis.

“Telah datang juga dua orang panelis, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sulsel yangg juga Guru Besar Ilmu Hadits UIN Alauddin Makassar, Arifuddin Ahmad dan Wahyuddin Halim yangg juga pengajar di UIN Alauddin, beliau menyelesaikan PhD bagian Antropologi di Australian National University,” ujar dia.

Dua akademisi ini dianggap mumpuni untuk terlibat membincang tema obrolan diskusi MPI Sulsel dalam Muhammadiyah Studies Talk Volume VI, ialah ‘Refleksi Visi  Kemanusiaan Universal, Kebangsaan dan Keumatan Muhammadiyah: Membincang Ulang Relasi Barat- Islam’.

Pesan Ketua PW Muhammadiyah Sulsel

Ketua PW Muhammadiyah Sulsel sekaligus Rektor Unismuh Makassar, Ambo Asse mengapresiasi upaya Dibyo yangg telah berkenang datang di Kota Makassar.

Ia lampau menyebut kedua panelis yangg dihadirkan MPI Sulsel sesuai dengan karakter dan disiplin pengetahuan masing-masing.

“Barangkali banyak yangg tidak tahu, keduanya ini kader terbaik Persyarikatan, Wahyuddin juga kader IPM. Panelis ini sangat cocok, Arifuddin pengkaji Timur dan Wahyuddin pengkaji barat,” ujar Ambo.

Dia lanjut menyitir salah satu ayat Al-Quran yangg membahas tentang universalitas Islam melalui Nabi Muhammad SAW.

“Kita bakal mengkaji ulang visi kemanusiaan universal, visi kemanusiaan Muhammadiyah. Visi kemanusiaan dalam islam itu berdasarkan pada ayat Wamaa Arsalnaaka Illaa Rahmatan Lil ‘Alamin (dan tiadalah kami mengutus Anda (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam),” tutur dia.

“Kalau kita memandang gimana kajian kemanusiaan secara dunia sudah tegas di dalam Risalah Islam Berkemajuan, Konsep-konsep hasil Muktamar yangg lampau yangg melandasi Internasionalisasi Persyarikatan Muhammadiyah dan aktivitas tersebut sudah jelas nyata adanya,” ucap Ambo.

Bukti itu berupa kehadiran Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah di beragam negara. Tak hanya itu, beberapa sekolah dan kampus juga telah eksis di Malaysia dan Australia.

Ambo juga mengungkapkan rencana Muhammadiyah membangun Masjid dan Perguruan Tinggi di Filipina.

Pemaparan Sudibyo Markus

Dibyo mengawali obrolan dengan terlebih dulu menjelaskan Visi Universal Kemanusiaan Muhammadiyah. Beberapa diantaranya adalah keterlibatan persyarikatan dalam pencegahan bentrok dan berkedudukan dalam menyusun wacana dan perbaikan lingkungan.

Ide visi kemanusiaan universal didasari oleh pelbagai pertanyaan. Dibyo mengutip tokoh sekaliber Azyumardi Azea yangg menyebut komparasi barat dan timur sangatlah tidak sepadang. Meskipun dia tak memberikan rincian argumen kenapa Azyumardi menyebutnya demikian.

Selain itu, Barat yangg seringkali direpresentasikan sebagai wilayah ‘Kristen’ juga disoroti oleh Edwar Said dalam bukunya. Mengutip Edwar, peradaban barat dianggap lebih besar dari ‘Kristen’.

Dibyo sendiri tak menampik jika isi bukunya banyak mengutip referensi Edwar. Namun, dia menggarisbawahi Barat yangg dianggap ‘Kristen’ adalah bagian integral identitas masyarakat di wilayah itu.

Muhammadiyah sendiri telah menyadari pelbagai problematika universal sejak lama. Karena itu, Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta merumuskan empat langkah penting, ialah Tata Dunia Damai dan Berkeadilan, Perubahan Iklim, Kesenjangan antar Negara dan Xenophobia.

Aktor Persyarikatan dalam melakukan aktivitas kemanusiaan universal diperhadapkan pada kesempatan perlindungan kemanusiaan yangg menyempit disebabkan oleh situasi tertentu diantaranya, tokoh kemanusiaan swasta, lembaga swasta dan militer.

Namun, seiring naik turunnya eskalasi tiga tokoh demikian tak membikin Muhammadiyah stagnan dan memilih mutar balik. Muhammadiyah menyebut ketiganya bisa melangkah beriringan dengan menyamakan persepsi demi terwujudnya cita-cita kemanusiaan global.

Dunia Tanpa Islam

Dibyo menjelaskan perjalanan panjang Islam yangg dimulai pasca Muhammad SAW wafat. Termasuk ekspansi kekuasaan Negara Islam ke wilayah Eropa kala itu.

Menurut Dibyo, tokoh intelektual Islam masa lampau berkontribusi besar dalam membangun peradaban Barat. Seperti diketahui, para Filsuf Muslim kala itu mencurahkan waktunya untuk mendalami beragam macam pengetahuan pengetahuan.

Kala itu, para pebelajar Islam tak menutup diri dengan golongan lain. Buktinya, Perpustakaan Bayt Al Hikmah memberi kesempatan kepada kepercayaan lain untuk bekerja-sama dalam mengembangkan pengetahuan pengetahuan.

Belakangan, banyak ilmuan-ilmuan yangg pernah berkhidmat di Perpustakaan Bayt Al Hikmah kembali ke wilayah mereka masing-masing untuk mengembangkan bekal yangg telah mereka dapatkan.

Meski demikian Dibyo tak menampik adanya keterlibatan pihak lain yangg memprovokasi Timur dan Barat agar bertikai. Termasuk, kata dia, kekuatan politik sekuler yangg kerap menuding Islam sebagai golongan teror di Barat.

Untuk mengatasi persoalan itu, Dibyo mengusulkan kerjasama yangg kuat antar tokoh agama. Sekat perbedaan yangg menjadi penghalang selama ini mesti diruntuhkan untuk mewujudkan perdamaian global.

Eskalasi Timur dan Barat Bukan Konflik Agama

Dibyo terlebih dulu mengutarakan premis bahwa Barat jauh lebih besar daripada Kristen. Meskipun, Kristen adalah salah identitas Barat.

Dia mengambil contoh kasus Perang Salib pada abad 10 yangg seringkali dijadikan sampel pertikaian antara Kristen dan Islam. Padahal, kata dia, Perang Salib adalah bentuk-bentuk kekuatan negara yangg memanfaatkan kepercayaan untuk melebarkan dan melestarikan kekuasaan. Kesimpulannya, kasus Perang Salib dilatarbelakangi oleh percaturan politik para penguasa kala itu.

Sejarah Islam mencatat Islam sejak abad ke-8 sampai dengan abad ke-18 pernah memberi pengaruh kuat pada Eropa. Pada awal kebangkitan Islam hanya dalam tempo satu abad setelah Rasulullah Muhammad SAW wafat tahun 632 Hijriah, Islam bisa mengalahkan dua kerajaan besar ialah Persia di timur dan Bizantium di Barat.

Pengalaman dibawah kekuasaan dan pengaruh Islam selama 10 abad yangg menurut Edwar membikin Eropa selalu merasa di bawah bayang-bayang sejarah dalam bentuk Islamofobia, kebencian, ketakutan dan dendam terhadap Islam hingga hari ini.

Pada laman lain kitab dengan ketebalan 571 laman mengutip sejarawan Arnold Toynbee mengatakan, penemuan jalan laut oleh pelaut Eropa pada abad ke-16 merupakan titik kembali bagi penguasaan Barat terhadap bumi Islam.

Pada laman lain kitab Dibyo mengutip sejarawan Arnold Toynbee yangg mengatakan penemuan jalan laut oleh pelaut Eropa pada abad ke-16 merupakan titik kembali bagi penguasaan Barat terhadap bumi Islam.

Pada abad ke-16 seolah-olah Eropa mulai melemparkan ’tali laso’-nya ke ’leher’ negara-negara Islam yangg mengalami kemunduran. Walaupun baru abad ke-19 Eropa sukses mengencangkan ’tali laso’ hingga menjerat ’leher’ bumi Islam dalam proses kolonisasi.

Dia juga mengutip kitab Graham E. Fuller pembimbing besar sejarah dari Simon Fraser University yangg mengatakan, memburuknya hubungan bumi Barat dengan Islam termasuk apa yangg disebut teror dan pembunuhan massal sebenarnya terjadi bukan lantaran Islam, melainkan dibuat oleh kekuatan besar sekuler di luar Islam.

Tiga Tonggak Perdamaian

Dibyo menyebut tiga tonggak perdamaian yangg diakumulasi dari beragam peristiwa, pertama adalah Konsili Vatikan II pada tahun 1962-1965. Salah satu poin konsili itu adalah pengakuan Gereja terhadap universalitas kemanusiaan.

Beberapa waktu setelah itu, Gereja Global menyepakati universalitas kemanusiaan ala Konsili Vatikan II. Peristiwa itu menandai berakhirnya ‘konflik’ Islam dan Kristen yangg telah berjalan selama beberapa abad.

Kendati demikian, salah seorang Misionaris terkemuka, Frans Magnis-Suseno menyebut Gereja terlambat 14 Abad dalam mengakui universalitas kemanusiaan.

Kedua, adalah Kalimat Sawa. Menurut Dibyo, kemanusiaan dan kepercayaan kepada Tuhan mesti ‘meniadakan’ perbedaan kebaikan dan pertikaian antar umat beragama.

Dibyo menyitir ayat Al-Quran surat Ali Imran ayat 64 ‘Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yangg sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukannya dengan sesuatupun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.

Terakhir, visi perdamaian dunia juga ditandai dengan deklarasi Persaudaraan Manusia alias Human Fraternity di Dubai, Uni Emirat Arab pada Februari 2019 lalu. Deklarasi itu diprakarsai oleh dua pemuka kepercayaan dunia terkemuka, ialah Imam Besar Al Azhar Sheikh Ahmad El Thayyib dan Paus Fransiskus.

Dalam pidatonya kala itu, Paus Fransiskus menegaskan bahwa kebencian dan pertikaian atas nama Tuhan tidak dapat dibenarkan. Sebagai seorang promotor toleransi, dia berkeinginan untuk mewujudkan perdamaian dan persaudaraan umat manusia global.

Sementara itu, Ahmad El Thayyib meminta kepada negara-negara Muslim di Timur Tengah untuk menjaga kedamaian organisasi Kristen di wilayah mereka. Sementara, dia meminta kepada umat Muslim di Barat untuk berinteraksi dalam masyarakat.

“Anda adalah bagian dari masyarakat, bukan minoritas,” ujar dia menutup pidatonya.

Penandatangan deklarasi itu menjadi pertemuan persaudaraan manusia yangg bersejarah, dimana pemimpin tertinggi Gereja Katolik untuk pertama kalinya mengunjungi Teluk Arab.

Post Views: 137

-->
Sumber khittah.co
khittah.co