Ustadz Fajar Rachmadani Bahas Makna Bersyukur dalam Kajian Iftar Muhammadiyah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TABLIGH.ID, YOGYAKARTA, 7 Maret 2025 – Dalam kajian iftar yangg digelar di Masjid Al Musannif Tabligh Institute Muhammadiyah, Ustadz Fajar Rachmadani, Lc., M. Hum., Ph.D., menguraikan gimana umat Muslim dapat menumbuhkan rasa syukur dalam kehidupan sehari-hari, terutama di bulan Ramadhan.

Dalam ceramahnya, Ustadz Fajar menyoroti kecenderungan manusia untuk bersikap tamak, yangg kerap kali tampak dalam tindakan mini sehari-hari. Ia mencontohkan praktik kecurangan pedagang yangg mencampur bensin dengan unsur lain demi meraup untung lebih besar, meski merugikan konsumen. Sifat serakah juga terlihat dalam kebiasaan membeli berlebihan saat berbuka puasa, di mana banyak makanan yangg akhirnya terbuang sia-sia.

Menurutnya, Islam mengajarkan kesadaran bahwa Allah mengetahui setiap perilaku hamba-Nya. Perintah berpuasa diturunkan bukan hanya sebagai corak ibadah, tetapi juga sebagai sarana pembelajaran untuk menanamkan ketakwaan. Ketakwaan, kata dia, tidak sekadar berfaedah menjalankan ibadah, tetapi juga mencerminkan sikap qana’ah alias merasa cukup dengan apa yangg dimiliki.

Dalam kajian tersebut, Ustadz Fajar menjelaskan bahwa ada tiga langkah utama untuk melatih rasa syukur. Pertama, membiasakan diri bangun pagi. Ia mengutip sabda Nabi yangg menyebut bahwa orang yangg bangun pagi bakal merasakan ketenangan dan terbebas dari tekanan hidup. Selain itu, bangun pagi berakibat positif bagi kesehatan jiwa dan raga, serta memberikan kesempatan menikmati rezeki yangg telah Allah berikan.

Kedua, merasa cukup dengan apa yangg diperoleh. Ia mengibaratkan kehidupan seperti sajadah yangg menutupi lantai masjid. Secara materi, sajadah tak mungkin menutupi seluruh ruangan, tetapi secara maknawi, seseorang dapat merasa cukup jika konsentrasi pada apa yangg sudah diberikan Allah, bukan pada apa yangg tertunda. Rezeki, menurutnya, bukan hanya berbentuk harta, tetapi juga keturunan saleh yangg menjadi investasi bagi kehidupan akhirat.

Ketiga, tidak perlu menengok kenikmatan orang lain. Ustadz Fajar mengingatkan bahwa peribahasa “rumput tetangga lebih hijau” sering kali menutup mata seseorang terhadap nikmat yangg telah dimiliki. Ia menegaskan bahwa orang beragama semestinya menyadari bahwa kehidupan bumi hanyalah persinggahan sementara. Ia mengutip pepatah Jawa, urip kui mung mampir ngombe—hidup hanyalah persinggahan singkat, sehingga yangg perlu dipersiapkan adalah kebaikan saleh sebagai bekal akhirat.

Mengakhiri kajian, dia membujuk jamaah untuk menjadikan Ramadhan sebagai momentum memperkuat rasa syukur dan menjauhi sifat tamak. “Marilah kita kuatkan tujuan puasa agar menjadi hamba yangg berterima kasih dan terhindar dari sikap tamak,” ujarnya. (Kontributor: Fannisa Ade, Santri Pondok Pesantren Mafaza Yogyakarta)

-->
Sumber Tabligh
Tabligh