Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Berharap dan berambisi untuk memenuhi panggilan Allah SWT untuk berhaji dan berumrah adalah kemauan semua umat muslim tanpa kecuali. Hanya yangg bakal membedakan dalam perjalanan ibadah haji dan umrahnya dan juga menjadi satu kesatuan dalam sikap dan perbuatannya setelah haji dan umrah.
Karena hakikatnya, berhaji alias berumrah adalah ibadah untuk mencapai derajat orang taqwa (muttaqien), dan hanya itu ujung dan akhir predikat yangg bakal menyelamatkan setiap mahluk yangg berakal sehat. Panggilan umrah kali pertama ini, semoga menjadi kebaikan sholeh yangg bisa meningkatkan kualitas mutu hidup. Baik untuk kepentingan dan kebermanfaatan diri maupun kebermanfataan orang lain. Kita tidak ada yangg lebih selain yangg dapat kita bisa untuk menjalankan alias mengamalkan segala titah al Qur’an dan As Sunnah menjadi sebuah produk ibadah sholeh yangg lebih baik dan produktif.
Sejak niat ihram di mana saat miqat di Bir Ali, berupaya memantapkan hati sanubari ibadah lillahita’ala. Menyerahkan diri jiwa dan raga, simbol yangg sama dihadapan Allah SWT kami ikuti sebagai ketentuan syari’at hanya memakai dua helai kain putih tanpa jahitan sama sekali. Pemyerahan bukan hanya sebatas peneyerahan, segala perihal ihwal yangg terjadi berupaya tidak memperolok-olokan alias guyonan selama prosesi ibadah umrah sejak saat di Bir Ali hingga perjalanan menuju masjid haram untuk selanjutnya menunaikan Thawaf selama 7 kali keliling mulai dari titik pojok libas aswad alias segaris dengannya.
Dalam ucapan lafadz Bismillahi wallahuakbar beriktikad dalam hati memulai thawaf. Suasana bahagia, haru dan kagum masuk dalam masjid Haram memandang bentuk nyata gedung ka’bah yangg tak terbayangkan sebelumnya. Selama ini hanya memandang dalam gambar, baik dalam tembok rumah dan sejadah tempat sujud manakala shalat. Keliling demi keliling sembari berdo’a dan saling berdempetan yangg tak terhindari. Penuh khusu’ dan khidmat tidak peduli berdesakan, mereka semua sama memanjatkan do’a-do’a.
Thawaf saat umrah menjadi rukun kedua yangg kudu dikerjakan, perihal tersebut jauh sebelum kenabian Muhammad SAW sudah menjadi syari’at yangg diajarkan sejak nabiyullah Adam a.s dan diikuti oleh nabi-nabi berikutnya sebagai corak penghormatan dan penghambaan kepada Sang Pencipta. Kemudian disempurnakan beragam rangakaian ibadah di masa rosulullah Muhammad SAW.
Kekhidmatan saat beragama setiap individiu seseorang sangat mungkin tidak sama, lantaran setiap perseorangan orang mempunyai pengalaman spiritual yangg berbeda-beda. Namun, pengaruh alias akibat ibadah semestinya sama ialah ada peningkatan kualitas sikap dan prilaku. Hal yangg sama seharusnya, saat setelah beragama penuh sempurna berbanding lurus dengan akibat alias pengaruh yangg muncul dan nampak dalam perbuatan sehari-hari dalam kehidupan dimanapun berada dan kapanpun waktunya tetap berupaya lebih baik dan lebih baik.
Kekhidmatan beragama Thawaf, bukan hanya kekhusu’an dengan do’a-do’a yangg dipanjatkan melainkan juga saat yangg sama dengan kondisi desak-desakan saling sorong tak terkendali, apalagi kaki terinjak sangat percaya pasti itu nyaris semua merasakan diantara perihal tersebut, sehingga menjadi ibroh dalam catatan saat beragama untuk tetap memperkuat menahan hawa nafsu tidak terpancing amarah. Tujuh kali putaran berthawaf bukan waktu sejenak manakala kondisi jamaah super sangat padat tanpa ada patokan jarak sama sekali, sebagian ada yangg secara tidak langsung seolah berkompetisi adu sigap untuk menggapai Hajar Aswad dan hijir Ismail alaihi salam serta berupaya mendekati makom Ibrahim alaihi salam.
Bahkan, bagi seorang akhwat yangg tidak berbareng muhrimnya banyak yangg mengalami kesulitan menggapainya lantaran kondisi berdempet-dempetan antar jamaah yangg saat berbarengan berthawaf alias sekedar hanya mau mendekati dan mencium Hajar Aswad dan lainnya yangg dianggap berkaromah, begitulah menurut beberapa penuturan jamaah. Malahan ada akhwat yangg sempat terlihat menangis saking tidak kuat menahan dorongan jamaah dan berambisi segera keluar dari kerumunan jamaah yangg sedang thawaf.
Sehabis Thawaf, pada kelilingan terakhir para jamaah bersujud shalat sunah 2 (dua) rakaat disertai do’a yangg dipanjatkan sesuai permohonan masing-masing jamaah. Kondisi bentuk berkeringat lantaran terkuras tenaga, kebetulan aktivitas ibadah thawafnya tengah malam sesaat jamaah meminum air zamzam yangg tersedia. Kesegarannya dapat menyiram rasa haus dahaga dalam tenggorokan para jamaah.
Setelah itu beranjak pindah menuju letak untuk rangkaian ibadah umrah berikutnya menuju tempat untuk melaksanakan ibadah Sa’i ialah rangkaian ibadah ketiga rukun umrah yangg dilakukan dengan langkah jalan sedikit sigap alias lari-lari mini dimulai dari titik letak bukit shafa hingga bukit marwah, dan begitu sebaliknya dari bukit Marwah hingga menuju bukit Shafa. Hitungan nomor jumlah bersa’i sama seperti Thawaf sebanyak 7 (tujuh) kali, hanya saja untuk bersa’i dihitung satu kali jalan antara Shafa hingga Marwah dan begitupun sebaliknya dihitung satu kali. Jarak tempuh lumayan jauh, jarak satu kali kurang lebih 400 meter dan total tujuh kali kembali sekitar 3 km jarak yangg ditempuh selama 7 (tujuh) kali jalan.
Ibadah Sa’i selain beriktikad ibadah ritual, menjadikan momentum untuk merefleksi sejarah masa kenabian Ibrahim alaihi salam dan ketika Ismail alaihi salam saat tetap bayi baru lahir dari kandungan ibundanya. Saat berbarengan lahirnya bayi tersebut, Siti Hajar mengalami kebingungan lantaran tidak ada air untuk minum, sementara bayi Ismail alaihi salam memerlukan ASI, ketika lari-lari mini Siti Hajar mencari air antara bukit shafa dan bukit marwa. Begitulah perjuangan seorang ibu yangg tulus kepada anaknya, apalagi anak simata wayang yangg sangat diidam-idamkan kehadirannya oleh nabi Ibrahim alaihi salam.
Maka setiap perjuangan penuh tulus untuk kebaikan adalah berbobot ibadah. Suasana ibadah Sa’i pun sangat padat, namun relatif lebih berjarak dibanding saat ibadah Thawaf. Kehusu’an dan khidmat tetap menjadi upaya para jamaah, referensi do’a takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih pun tidak ketinggalan dibacakan dengan khusu’ , baik yangg dijaharkan maupun di sirkan alias dipelankan.
Akhirnya sampai juga tujuh kali balikan antara Shafa dan Marwa, dan sebaliknya Marwa ke Shafa. Dipenghujung yangg ketujuh kalinya, langsung keluar dari bukit Shafa menuju aktifitas ibadah penutup ialah Tahalul, dimana jamaah baik wanita maupun laki-laki kudu memotong rambut dikepala minimal 3 (tiga) helai oleh seorang jamaah yangg sudah menyelesaikan ibadah umrah secara sempurna syarat dan rukunnya. Alhamdulillah wasyukurillah walahaula walaquwwata illa billah, sudah terpenuhi rangkaian ibadah umrah syarat dan rukunnya terpenuhi, semoga mulai dari Ihrom Miqot di Bir Ali dan ditutup Tahalul menambah catatan kebaikan kita sebagai muslim yangg sempurna. Aamiin Allahumma aamiin yaa Allah yaa rabbalaalamiin. Semoga ibadah umrah kita betul-betul tulus tanpa ada ganjalan apapun yangg tersangkut dalam jiwa dan raga ini, keikhlasan menjadi penanda awal kemabruran umrah kita semua. Wallahu’alam. (*)
Makkah, April 2023