Tujuh Alasan Mengapa Metode Wujudul Hilal Belum Usang - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Penggunaan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal nan selama ini dipedomani Muhammadiyah dianggap telah usang oleh seorang master astronomi. Bahkan dia menyebut sikap Muhammadiyah tersebut sebagai tindakan nan mengedepankan ego-organisasi sehingga berpotensi memecah belah ukhuwah Islam.

Ketua Divisi Fatwa dan Pengembangan Putusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi menanggapi tuduhan di atas. Menurutnya, tanpa disadari pernyataan di atas justru lebih potensial bisa memprovokasi keselarasan umat Islam khususnya di Indonesia. Lebih dari itu, memaksakan kriteria MABIMS sebagai metode penentuan awal bulan justru bakal semakin susah mewujudkan persatuan Islam.

Sebab alih-alih mau merealisasikan ukhuwah Islamiyah, dengan meningkatkan kretiria ketinggian bulansabit 2 derajat menjadi 4 derajat saja telah semakin membuka perbedaan nan semakin lebar. Padahal kriteria 2 derajat sudah digunakan bertahun-tahun lamanya.

“Teringat betul ketika Kemenag tetap menggunakan ketinggian 2 derajat, pada saat itu cuaca sangat mendung nan secara logika sehat tidak mungkin ada nan bisa memandang bulansabit dalam ketinggian 2 derajat. Namun lantaran berasas hisab bahwa ketinggian bulansabit mencapai 2 derajat, maka seakan dipaksakan kudu ada nan melaporkan memandang hilal,” terang Ruslan pada Sabtu (18/03).

Kini ketika Kemenag mempersyaratkan ketinggian bulansabit 4 derajat, maka sekalipun sekelompok masyarakat melaporkan bahwa mereka telah memandang bulansabit dalam ketinggian 2-3 derajat dan mereka berani disumpah sekalipun, kesaksian mereka tetap ditolak lantaran belum mencapai ketinggian 4 derajat. Berbeda jauh dengan pada era Rasulullah saw ketika seorang Badui (rakyat jelata) memberi kesaksian telah memandang bulansabit dan mau disumpah, kesaksian sang Badui-pun diterima.

Alasan Muhammadiyah Menggunakan Hisab

Ruslan menegaskan bahwa penggunaan Wujudul Hilal bukan berasas ego tetapi berasas dalil agama, pengetahuan pengetahuan dan teknologi. Dalam dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah sebagaimna juga sering disampaikan oleh Syamsul Anwar bahwa setidaknya ada tujuh argumen kenapa Muhammadiyah istiqomah menggunakan Hisab Hakiki Wujudl Hilal.

Pertama: lantaran semangat Al-Qur’an adalah menggunakan hisab, sebagaimana tersirat dalam al-Qur’an; “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS. Ar-Rahman [55]:5). Ayat ini tidak sekedar menginformasikan bahwa mentari dan bulan beredar secara pasti (eksak), tetapi juga dorongan untuk menghitungnya lantaran memilik faedah nan sangat banyak, antara lain untuk mengetahui bilangan tahun dan kalkulasi waktu (QS. Yunus [10] ayat: 5).

Kedua: Rasulullah Saw menggunakan rukyat, lantaran itulah langkah nan memungkinkan untuk digunakan saat itu, nan oleh Rasyid Ridha dan Mustafa Ahmad Az-Zarqa menjelaskan bahwa perintah melakukan rukyat adalah amrun ma’lulah (perintah nan mempunyai ilat alias causa hukum), sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Saw; “Sesungguhnya kami adalah umat nan ummi kami tidak bisa (tidak terbiasa) menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian, kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang tiga puluh hari” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ketiga: Dengan rukyat umat Islam tidak bisa membikin kalender, apalagi almanak dunia hingga sekian puluh alias seratus tahun nan bakal datang. Rukyat tidak dapat dijadikan sarana untuk menentukan penanggalan jauh ke depan, karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1, nan dalam konteks Indonesia menyebabkan masyarakat di wilayah Timur bingung untuk mengakhiri rangkaian ibadah ramadhannya termasuk shalat tarawih lantaran di daerahnya telah masuk waktu isya’ sementara di Jakarta tetap sore dan menunggu sidang itsbat nan sejatinya tidak diperlukan.

Keempat: Rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara dunia (Kalender Islam Internasional). Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qomariah. Hal ini lantaran rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari nan sama ada muka bumi nan dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain nan tidak dapat merukyat.

Kelima: Jangkauan rukyat terbatas, hasilnya rukyat bentuk tidak dapat menyatukan awal bulan Qomariah di seluruh dunia. Pada sisi lain pengetahuan astronomi telah mengalami kemajuan pesat dan dapat menjadi solusi nan dapat dipertanggungjawabkan baik secara kepercayaan maupun saintifik.

Keenam: Pada masa Nabi rukyat tidak problematik lantaran terbatasnya wilayah umat Islam pada masa Nabi saw, tidak seperti saat ini nan telah mendunia.

Ketujuh: Rukyat menimbulkan masalah penyelenggaraan puasa Arafah, lantaran di Makkah belum terjadi rukyat sementara di area sebelah Barat sudah terukyat, demikian pula sebaliknya. Sehingga bisa terjadi area lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qomariah. Akibatnya area ujung Barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah lantaran wukuf di Arafah jatuh berbarengan dengan hari Idul Adha.

Hits: 5

-->
Sumber Muhammadiyah
Muhammadiyah