Tidak Puasa karena Haid dan Nifas - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya puasa Ramadhan yang tertinggal karena datang haid, sedang antara dua Ramadhan berikutnya tidak dapat diqadha akibat hamil, melahirkan dan menyusukan. Dan bagaimana hukumnya puasa Ramadhan yang tertinggal akibat melahirkan (nifas dan menyusukan). Dapatkah nifas disamakan hukumnya dengan menyusukan, karena sedang bernifas juga menyusukan? (Widada, Tegalrejo, Yogyakarta).

Jawaban:

Orang yang tertinggal (tidak) melakukan puasa di bulan Ramadhan karena sakit atau bepergian, diwajibkan untuk menggantinya. Artinya melakukan puasa ganti di waktu yang lain, di luar bulan Ramadhan, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 184. Orang yang sedang haid tidak boleh shalat dan juga tidak boleh berpuasa, dan puasanya harus diganti pula di hari yang lain, sebagaimana disebutkan dalam Hadis mauquf bihukmil marfu. Kata ‘Aisyah:

كانَ يُصِيبُنا ذلكَ (أي الحيض)، فَنُؤْمَرُ بقَضاءِ الصَّوْمِ (رواه مسلم)

Artinya” “Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kita diperintahkan untuk mengganti puasa”.

Dalam mengganti puasa yang tertinggal itu dikatakan di hari yang lain, maksudnya di hari luar Ramadhan, tentu saja di tahun itu. Kalau tidak dapat di tahun itu karena ada halangan seperti hamil atau menyusui, tidak ada halangan dikerjakan puasa itu di waktu yang lain, dalam hal ini tahun berikutnya.

Kedudukan nifas dapat diqiyaskan dengan haid, jadi harus digantikan (di Qadha) dengan mengerjakan puasa. Sedang orang yang hamil dan menyusui adalah nash khusus, mereka dibebaskan mengerjakan puasa, dengan cukup membayar fidyah tidak perlu mengganti puasa. Hal ini didasarkan pada Hadis di bawah:

Artinya: “Menurut Hadis Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Tuhan Allah Yang Maha Besar dan Mulia telah membebaskan puasa dan separo shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari orang yang hamil dan menyusui. (Diriwayatkan oleh lima Ahli Hadis).

Dari Ibnu Abbas yang berkata kepada jariyahnya yang hamil: “Engkau termasuk orang yang keberatan berpuasa, maka engkau hanya wajib berfidyah dan tidak usah mengganti puasa. (Diriwayatkan oleh Bazzar dan disahihkan oleh Daruquthny).

Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ia berkata: “Ditetapkan bagi orang yang mengandung dan menyusui untuk berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya”.

-->
Sumber fatwatarjih.or.id
fatwatarjih.or.id