Berita
- by AS
- 10 Januari 2025
- 0 Comments
- 1 minute read
- 28 Views
- 13 jam ago
KLIKMU.CO – Korea Selatan merupakan salah satu negara di Asia Timur yangg berpegang teguh pada prinsip ‘민족 (Minjok)’, ialah konsep negara etnis tunggal yangg didasarkan pada pandangan persatuan satu Korea dan satu bangsa.
Pembahasan mengenai perihal ini menjadi konsentrasi utama dalam kelas Multikulturalisme di Asia bertemakan “Analyzing South Korea’s Immigration Policy Through the Lens of Multiculturalism” yangg disampaikan oleh M. Syaprin Zahidi MA.
Kelas ini merupakan hasil kerja sama Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Muhammadiyah Malang dengan University of Auckland’s Strategic Research Institute (SRI) for Korean Studies, yangg turut didukung oleh Kementerian Pendidikan Republik Korea.
“Ketika kita mempelajari Hubungan Internasional (HI), kasus Korea Selatan menyajikan contoh menarik tentang gimana sebuah negara tradisional menghadapi dilema antara mempertahankan identitas homogennya alias mengangkat nilai-nilai multikulturalisme,” ungkap Syaprin dalam pemaparannya.
Syaprin merujuk pada konsep ‘민족 (Minjok)’ yangg telah mengakar kuat dalam masyarakat etnis Korea Selatan original sebagai bagian dari pemahaman multikulturalisme di negara tersebut.
Dari perspektif Hubungan Internasional, multikulturalisme mencerminkan gimana suatu negara beradaptasi dengan tuntutan global. Ini relevan dengan realita bahwa beragam budaya kudu hidup berdampingan dan saling menerima di era sekarang, seperti perubahan konsep ‘satu bangsa satu darah’ yangg mulai bergeser menuju penerimaan dan integrasi beragam golongan budaya dalam masyarakat.
Perubahan ini menimbulkan dinamika tersendiri dalam kebijakan imigrasi Korea Selatan, di mana strategi dan tindakan untuk mengatur kehidupan selaras antar budaya kudu berhadapan dengan nilai-nilai tradisional yangg sudah lama dipegang.
Syaprin menekankan pentingnya perspektif Hubungan Internasional dalam menganalisis kasus ini. Beliau menjelaskan bahwa kebijakan imigrasi tidak hanya mencakup pengaturan mobilitas manusia lintas negara, tetapi juga mencerminkan proses negara dalam membentuk kembali identitasnya.
Dalam perihal ini, Korea Selatan menjadi contoh nyata gimana sebuah negara berupaya menyeimbangkan antara pemeliharaan nilai-nilai tradisional dengan tuntutan untuk mengangkat keberagaman budaya dan kebijakan yangg inklusif di era globalisasi.
“Melalui lensa HI, kita dapat memahami bahwa tantangan Korea Selatan dalam mengangkat multikulturalisme bukan hanya masalah domestik, tetapi juga gambaran dari dinamika dunia yangg lebih luas. Ini mengajarkan kita bahwa dalam studi Hubungan Internasional, pemahaman tentang identitas nasional dan penyesuaian terhadap perubahan dunia adalah dua perihal yangg tidak dapat dipisahkan,” pungkasnya.
(Ade Candra/AS)