Tak Cukup 5W+1H, Jurnalisme Profetik Hadir untuk Memihak Kebenaran dan Kemanusiaan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu
Editor Budaya Harian Kompas Hilmi Faiq menjadi narasumber talk show “Jurnalisme Profetik, Jurnalisme Berkemajuan” yangg diadakan Komunikasi UMM. (Komunikasi UMM/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Communication Talk Series, Selasa (20/6). Talk show dengan tema “Jurnalisme Profetik, Jurnalisme Berkemajuan” ini diselenggarakan bekerjasama dengan Harian Kompas dan Radio Tidar Sakti.

Dua narasumber talk show adalah penyunting Budaya Harian Kompas Hilmi Faiq dan pengajar Komunikasi UMM Widiya Yutanti. Dipandu pengajar Komunikasi sekaligus komika UMM, Sugeng Winarno, aktivitas diikuti lebih 300 mahasiswa dan ditayangkan secara live di channel YouTube.

Dalam paparannya, Faiq sepakat ada muatan kewartawanan profetik dalam kurikulum Ilmu Komunikasi. Jurnalistik kudu berpihak kepada kebenaran dan kemanusiaan.

Mengutip filosofi Kompas, dia menyebut jurnalistik menjunjung petunjuk hati nurani rakyat, menyapa yangg kaya memihak yangg papa, humanisme transedental, dan menemukan kembali Indonesia.

Praktik kewartawanan yangg diterapkan Kompas, kata Faiq, tidak hanya berakhir pada 5W+1H. Lebih dari itu, setiap peristiwa kudu didudukkan masalahnya dan diberi makna.

“Kompas mempunyai concern terhadap kewartawanan investigasi untuk mengungkap persoalan yangg dipandang sangat urgen diungkap ke publik. Dari situlah Kompas mendudukkan masalah dan memberikan makna di kembali buletin tersebut,” ungkap wakil desk budaya Kompas yangg juga alumnus Psikologi UMM ini.

Senada, Widiya mengutip Parni Hadi bahwa kewartawanan profetik merupakan kewartawanan cinta. Praktik jurnalistik profetik mengedepankan karakter kenabian dan menyuarakan persoalan besar di kalangan orang kecil.

“Jurnalisme yangg mendorong sifat-sifat kenabian seperti sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.  Semangatnya bukan hanya menyampaikan kebenaran, tapi juga edukasi dan membangun optimisme audiens,” urai Widiya seraya menjelaskan makna kewartawanan kebenaran, dapat dipercaya, disebarkan, dan cerdas.

Lebih lanjut, kedua narasumber membeberkan beberapa contoh praktik kewartawanan profetik. Widiya memberikan contoh pernyataan Presiden Jokowi tentang penggunaan anggaran yangg kurang tepat di media massa dan media sosial sebagai peristiwa yangg memberikan perhatian kepada kaum lemah.

Demikian juga Faiq mengangkat contoh skandal Mario-Rafael sebagai bola salju yangg mengungkap beragam penyelewengan seorang pejabat.

Widiya menyarankan, agar kegunaan kewartawanan profetik terwujud, diperlukan syarat kebebasan pers, independensi, menampilkan kebenaran, mewujudkan keadilan, dan demi kesejahteraan dan perdamaian bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil alamin).

Melawan Clickbait dan Hoaks

Sementara itu,  Ketua Prodi Komunikasi UMM Nasrullah menerangkan ada urgensi untuk mengangkat kembali harkat jurnalistik yangg mulai ditinggalkan publik. Banjir info hoaks dan merebaknya platform media sosial membikin karya-karya jurnalistik tidak dipercaya.

“Pengabaian terhadap etika jurnalistik, etika pers, dan etika bermedia sosial adalah beberapa contoh kemunduran itu. Alih-alih kualitas jurnalistik yangg membaik, realitas keliarannya justru semakin tak terkendali. Fenomena clickbait dan maraknya hoaks justru semakin meresahkan,” ungkap Nasrullah.

Di kurikulum lama, jurnalistik profetik sudah ada dalam muatan beberapa mata kuliah. “Mulai kurikulum 2023 ini, nama mata kuliah Jurnalisme Profetik menjadi mata kuliah pilihan,” tambahnya.

Para peserta menyimak paparan penyunting Budaya Harian Kompas Hilmi Faiq. (Komunikasi UMM/KLIKMU.CO)

Wakil Dekan I FISIP UMM Najamuddin Khairur Rijal menyatakan support atas kurikulum baru dalam Komunikasi UMM untuk mahasiswa baru tahun 2023. Ia berambisi dengan talk show ini Komunikasi UMM dapat turut andil untuk menjawab tantangan Muhammadiyah dan bangsa Indonesia pada umumnya yangg mulai dilanda kemerosotan kualitas jurnalistik berbarengan dengan kemajuan teknologi informasi.

Antusiasme peserta tampak ketika sesi tanya jawab berlangsung. Berbagai pertanyaan diajukan kepada kedua narasumber. Mereka yangg bertanya memperoleh doorprice dari Harian Kompas yangg ikut mendukung aktivitas ini.

Salah seorang peserta, Shalom, mengaku mendapat banyak insight baru tentang kewartawanan profetik.  Konsep kewartawanan kenabian, katanya, bukan hanya untuk media Islam saja.

“Melalui konsep dari kewartawanan profetik ini membuka pandangan saya jika konsep kewartawanan profetik yangg berdasarkan kenabian bukan hanya bisa diimplementasikan pada media yangg notabe Islam, namun seluruh media,” ujarnya. (AS)

-->
Sumber Klikmu.co
Klikmu.co