Suara Terbanyak Belum Tentu Jadi Ketua, Tradisi Unik Kepemimpinan di Muhammadiyah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

BANDUNGMU.COM, Tegal — Dalam pandangan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, tradisi kepemimpinan di Muhammadiyah berjalan biasa-biasa saja dan bukan juga dianggap sebagai tanda keterputusan antar periode.

Suksesi kepemimpinan di Muhammadiyah pada setiap level, imbuh Mu’ti, merupakan tradisi yangg sangat menarik karena jarang ditemukan di tempat lain.

Bahkan tidak jarang sosok senior digantikan oleh yangg lebih muda dan itu menjadi kejadian yangg lumrah terjadi pada suksesi kepemimpinan di lingkungan Muhammadiyah.

“Ternyata kepemimpinan muda itu bisa membawa kemajuan yangg signifikan,” kata Mu’ti dalam aktivitas Pengukuhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah (PDMA) Kabupaten Tegal pada Sabtu (27/05/2023).

Pada kesempatan ini Mu’ti mewakili PP Muhammadiyah juga menyampaikan selamat kepada PDM dan PDA Kabupaten Tegal periode sebelumnya lantaran telah sukses mengemban amanah dan menyampaikan selamat kepada PDM dan PDA Kabupaten Tegal periode Muktamar 48.

Mu’ti melanjutkan bahwa prinsip utama dalam kepemimpinan di Muhammadiyah, Islam, apalagi kepemimpinan di mana pun adalah amanah.

Dalam konteks ini, amanah juga dapat berfaedah kompetensi/kemampuan. Prinsip ini melahirkan suatu sistem yangg dalam teori kepemimpinan disebut sebagai meritokrasi.

Amanah juga bisa berfaedah sebagai trust alias kepercayaan. Dalam perihal ini amanah memberikan kenyamanan dan membikin penerima dan yangg menitipkan amanah bisa bekerja dengan saling percaya.

Sementara itu, dalam teori kepemimpinan, kata Mu’ti, amanah sebagai kepercayaan melahirkan akuntabilitas. Prinsip amanah juga dapat dikaitkan alias dimaknai sebagai beban.

“Karena memang menjadi ketua itu tidak mudah, menjadi ketua itu tidak ringan. Walaupun disebutkan bahwa ketua itu dimajukan selangkah dan ditinggikan seranting, tetapi tetap saja responsibility ketua itu lebih tinggi dibandingkan dengan anggota,” imbuh Mu’ti.

Tradisi kepemimpinan lain yangg unik di Muhammadiyah adalah setiap tokoh alias kader saling menolak untuk mencalonkan dan dicalonkan.

Bahkan tidak jarang bunyi terbanyak saat permusyawaratan, lebih memilih untuk tidak menjadi ketua, padahal peluangnya menjadi ketua terbuka begitu lebar.

“Itu banyak terjadi di persmusyawaratan, baik di tingkat wilayah maupun daerah, ialah bunyi terbanyak tidak otomatis menjadi ketua, ketika yangg berkepentingan memilih untuk memberikan kesempatan kepada yangg lain. Ini saya kira menjadi tradisi, menjadi sistem yangg berkembang di Muhammadiyah,” tandas Mu’ti.***

-->
Sumber bandungmu.com
bandungmu.com