Prof (HC). Dr (HC). Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputeri lahir di Istana Negara Yogyakarta dalam kondisi nan tidak mudah. Saat itu langit gelap gulita, listrik padam, hujan angin besar menerpa, langit-langit bocor, seprai dan peralatan master basah semua, proses persalinan hanya diterangi sebatang lilin. Karena situasi nan demikian saat kelahirannya, Presiden Soekarno menamai puterinya itu Megawati. Mega berfaedah awan. Menurut orang Jawa, bayi nan lahir demikian, hidupnya bakal senantiasa mengalami gejolak.
Sejak kecil, Megawati hidup dalam pelarian berbareng ayahnya. Baru setelah Konferensi Meja Bundar, dia dan saudara-saudaranya bisa hidup normal di Istana. Setelah lulus dari SMA Perguruan Cikini, dia beriktikad kuliah di Unpad tapi pecah peristiwa G30S. Ia pun mengurungkan niatnya. Pada tahun 1970, dia kuliah di UI tapi setelah dua tahun, suaminya, Surindro Supiarso lenyap di Papua sehingga dia kembali putus kuliah.
Kehidupan Megawati berubah setelah Musnaslub PDI 1993 dimana dia didapuk menjadi Ketum PDI. Namun dia mendapat tantangan baru dari Soerjadi nan didukung rezim Orde Baru. Pecahlah kejadian kerusuhan Kudatuli 1996 antara massa pendukung Megawati vs massa pro-pemerintah.
Mega mulai mendapat momentum di tahun 1999 ketika dia merubah PDI menjadi PDIP dan meraup 154 bangku di DPR. Akan tetapi lantaran manuver Amin Rais dan Gus Dur, Mega hanya bisa berpuas menjadi Wapres hingga akhirnya dia menggantikan Gus dur nan lengser pada 2001. Walau masa kepresidenan Megawati diwarnai kritik mengenai penjualan aset negara dan kini, dia dikritik di media sosial lantaran style komunikasi beliau, Megawati pernah dikenang sebagai simbol People Power menghadapi otoritarianisme. (Lola Kurniawan)
Referensi:
Floriberta Aning. 100 Tokoh nan mengubah Indonesia. Penerbit Narasi, 2005