Shalat untuk Menjemput Rahmat (14) - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nifʻan Nazudi

Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (13) diuraikan kaifiat mengacungkan telunjuk, membaca angan tasyahud akhir, membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membaca angan perlindungan kepada Allah Subhanu wa Ta’āla.

Ada beberapa perihal krusial yangg perlu kita perhatikan kembali, ialah mengacungkan telunjuk kita lakukan sejak membaca attaḥiyyāt. Kita melakukannya demikian lantaran tidak ada sabda yangg berisi penjelasan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengacungkan telunjuk ketika mengucapkan kalimat tertentu misalnya lafal illallāh.

Hal berikutnya yangg perlu kita perhatikan juga adalah bahwa kita dapat membaca angan tasyahud yangg terdapat di dalam HR al-Bukhari dan Muaslim,  ialah Attaḥiyyātu lillāhi waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh” alias tasyahud yangg terdapat di dalam HR Muslim, ialah At taḥiyyatul mubārakātuṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibātu lillāh. Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadar-rasūlullāh

Hal lain yangg perlu juga kita perhatikan adalah membaca shalawat. Shalawat di dalam shalat yangg sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Allāhumma șalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli  Muḥammad,  kamā ṣallaita ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm wa bārik ‘alā Muḥammad wa āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm. Innaka ḥamīdum majid (HR asy-Syāfiʻī di dalam Kitab al-Musnad). Kita dapat juga membaca shalawat sebagaimana terdapat di dalam HR Muslim, ialah “Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli  Muḥammad,  kamā ṣallaita ‘alā āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā āli Ibrāhīm. Fil-ālamīna innaka ḥamīdum majid.

Hal selanjutnya yangg tidak kalah pentingnya adalah membaca angan minta perlindungan, Allāhumma innī a’ūżubika min ‘aźābi jahannam, wa min  aźābil-qabr, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāt, wa min syarri fitnatil masīḥid-dajjāl. (Ya, allah, sessungguhnya saya berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam, dari siksa kubur, dan dari tuduhan hidup dan mati, dan dari keburukan tuduhan al-masihid-dajjal)

Masih cukup banyak di antara muslim yangg tidak membaca angan tersebut, padahal jelas-jelas ada tuntunannya di dalam sabda sahih. Namun, mereka malah menambah referensi lain di dalam shalatnya, padahal tidak ada tuntunannya di dalam sabda yangg dapat dijadikan rujukan.

Di antara referensi tambahan yangg tidak berasas tuntunan adalah lafal rabbig firlī waliwālidayya setelah membaca wa lad-dāllīn. Bahkan, ada pemimpin shalat yangg melafalkan tambahan itu secara jahar.

Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (14) ini diuraikan subtopik mengakhiri shalat. Hal ini diuraikan di dalam HPT 3 (hlm. 587-590).

Ada dua perihal pokok yangg diuraikan berkenaan dengan subtopik tersebut sebagai berikut.

Mengucapkan Salam untuk Menutup Shalat

Setelah membaca tasyahud, membaca shalawat, dan membaca angan minta perlindungan kepada Allah Subhānahu wa Taʻāla, kita mengahiri shalat dengan mengucapkan salam dua kali, ialah pertama mengucapkan salam sembari menoleh ke kanan dan kedua mengucapkan salam sembari menoleh ke kiri. Baik ketika menoleh ke kanan maupun ke kiri, pipi kita kudu dapat dilihat dari belakang.

Kaifiat itu berlaku, baik pada shalat wajib maupun pada shalat sunah; baik pada shalat dua rakaat, tiga rakaat, maupun pada empat rakaat. Berikut ini adalah transkrip dan makna sabda yangg menjadi rujukan kita berkenaan dengan mengucapkan salam sebagai penutup shalat,

HR Abū Dawud, at-Tirmizi, Ibn Mājah, Ahmad, dan Abū Sa’id

“Dari Ali raḍiyallahu ‘anhu [diriwayatkan bahwa] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Kunci shalat itu adalah bersuci, permulannya adalah takbir, dan penyelesaiannya adalah salam.”

Hadis tersebut adalah sahih. Berdasarkan sabda tersebut, para ustadz umumnya beranggapan bahwa menutup shalat dengan salam adalah wajib hukumnya. Ulama yangg beranggapan bahwa menutup shalat dengan salam berhukum sunah adalah Abū Hanifah. Dia beranggapan demikian dengan argumen sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengajari orang yangg salah mengerjakan shalat. Beliau berfirman di dalam sabda sahih, yangg maknanya sebagai berikut.

“Apabila hendak shalat, maka berwudulah sebagaimana diperintahkan oleh Allah azza wa jalla; kemudian, bacalah syahadat. Kemudian, bertakbirlah dan jika ada ayat al-Qurʻan yangg engkau hafal, bacalah ayat itu. Jika tidak, bertahmid, bertakbir, dan bertahlillah. Kemudian, rukuklah hingga sempurna rukuknya; kemudian, bangkitlah dari rukuk hingga sempurna berdirinya.; kemudian, sujudlah hingga sempurna sujudnya; kemudian, duduklah hingga sempurna duduknya; kemudian, sujudlah lagi hingga sempurna sujudnya; lalu, berdirilah. Jika itu telah engkau lakukan, sempurnalah shalatmu.” [HR at-Tirmizi dan Ibn Mājah]

Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sabda tersebut berisi petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang yangg salah mengerjakan shalat di depan beliau. Jadi, isi sabda tersebut bukan penegasan bahwa salam untuk menutup shalat berhukum sunah.

Dasar yangg menguatkan pendapat tersebut adalah bahwa di dalam praktik shalatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menutup shalatnya dengan mengucapkan salam. Oleh lantaran itu, kita tentu mengerjakan shalat sesuai dengan contoh beliau, ialah menutup shalat dengan mengucapkan salam sembari menoleh ke kanan dan menoleh ke kiri dan pipi kita tampak dari belakang sebagaimana dijelaskan di dalam HR Muslim, yangg maknanya sebagai berikut.

“Saʻad berkata, Saya memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. berjabat-tangan ke arah kanan dan ke arah kirinya, sampai saya lihat putih pipinya.”

Dalam penyelenggaraan mengucapkan salam untuk menutup shalat, ada sebagian muslim yangg ketika menoleh ke kanan menyertainya dengan aktivitas membuka tangan kanan sehingga telapak tangan kanannya menghadap ke atas. Kemudian, ketika mengucapkan salam sembari menoleh ke kiri, mereka membuka tangan kiri sehingga telapak tangan kirinya menghadap ke atas. Gerakan tangan yangg demikian tidak ada tuntunannya. Oleh lantaran itu, kita tidak perlu melakukannya.

Sementara itu, ada di antara muslim ketika mengucapkan salam, tidak hanya menoleh ke kanan dan ke kiri mukanya, tetapi juga badannya. Gerakan yangg demikian tentu berlebihan.

Lafal Salam

Cukup banyak muslim yangg menutup shalatnya dengan mengucapkan lafal salam Assālamu ‘alaikum waraḥmatullāh (Semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu).

Boleh jadi, perihal itu disebabkan oleh ketidaktahuannya. Mereka tidak tahu lantaran gurunya tidak memberikan penjelasan tentang ragam lafal salam sebagai penutup shalat dan keistimewaan mengucapkan salam secara sempurna.

Sementara itu, ketika mengerjakan shalat jenazah, mereka menambah wa barakātuh (dan barakah dari Allah) sehingga menjadi, Assālamu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh (Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu).)

Berdasarkan HR Abū Dawud dan HR Muslim dan Abū Dawud, ada dua macam lafal salam sebagai penutup shalat. Berikut ini dikemukakan transkrip dan maknanya.

HR Abū Dawud

“Dari Wa’il [diriwayatkan bahwa] dia berkata, “Saya shalat berbareng Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengucapkan salam ke kanan, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh”, dan ke kiri membaca, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh.”

Berdasarkan  HR Abū Dawud tersebut, kita ketahui bahwa tambahan wa barakātuh tidak hanya terbatas untuk menutup shalat jenazah.

Dalam kenyataan, ada juga sebagian muslim yangg mengucapkan salam komplit dengan wa barakātuh sebagai penutup shalatnya hanya ketika menoleh ke kiri.

HR Muslim dan Abū Dawud

“Dari Jābir Ibn Samurah [diriwayatkan bahwa] dia berkata, Adalah kami andaikan shalat

bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kami mengucapkan, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh”, dan [seseorang dari kami] mengangkat tangannya menunjuk ke kanan dan ke kiri, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Mengapa kalian menunjuk-nunjuk dengan tangan sehingga tangan kanan terlihat seperti ekor kuda liar. Cukup masing-masing kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian, mengucapkan salam kepada orang di sebelah kanan dan di sebelah kirinya.”

Berdasarkan hadis-hadis tersebut, lafal salam untuk menutup shalat dapat kita pilih salah satu di antara kedua lafal salam tersebut lantaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengucapkan salam Assālamu ‘alaikum waramatullāh. Beliau pernah juga mengucapkan salam Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh.

Mengamalkan Bacaan di dalam Shalat yangg Diajarkan

oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Di antara muslim ada yangg meninggalkan referensi di dalam shalat yangg diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal itu tentu sangat disayangkan apalagi jika mereka menganggap remeh alias seuatu yangg kecil.

Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim meriwayatkan bahwa salah seorang tokoh tabi’in, al Imam Thawus bin Kisan al-Yamani, memerintahkan putranya agar mengulang shalatnya jika dia tidak membaca angan ta’awuż min ażābi jahannam (Syarih an-Nawawi V/87)

Dalam hubungannya dengan mengucapkan salam, ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut. Dari ‘Imran bin Hushain raḍiyallahu ‘anhu, dia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallalalahu ‘alaihi wasallam. Lalu, dia berkata, Assalāmu ‘alaikum (Semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu).

Lalu, Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salam orang itu. Kemudian, laki-laki itu pun duduk dan  Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) sepuluh kebaikan.”

Kemudian, datang orang lain kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan, Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh (Semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawabnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) dua puluh kebaikan.”

Setelah itu, datang lagi orang lain kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan,   Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh wa barakātuh (Semoga keselamatan rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membalasnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) tiga puluh kebaikan.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, dan Abū Dawud)

Berdasarkan sabda tersebut, sungguh ruginya jika kita tidak mengucap­kan salam secara sempurna untuk menutup shalat. Bukankah dengan mengucapkan salam secara sempurna, kita mendapat 30 kebaikan dari Allah Subḥānu wa Taʻāla?

Membuka Tangan ketika Mengucapkan Salam di dalam Shalat

Kebiasaan membuka tangan ketika mengucapkan salam di dalam shalat pernah dilakukan oleh sebagian sahabat pada era Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, beliau melarangnya.

Sahabat Jabir bin Samurah raḍiyallahu ‘anhu bercerita sebagai berikut.

“Dulu ketika kami shalat berbareng Rasulullah  kami mengucapkan Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāh. Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāh sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping kanan dan kiri.”

Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,

“Mengapa kalian mengangkat tangan kalian seperti kuda yangg suka lari? Kalian cukup meletakkan tangan kalian di pahanya; kemudian, salam menoleh saudaranya yangg di samping kanan dan kirinya.” (HR Muslim 998)

Ketika menjelaskan sabda ini, Imam an-Nawawi memberikan titel unik “Bab perintah untuk tenang dalam shalat dan larangan untuk berisyarat dengan tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4/152)

Allahu a’lam

Mohammad Fakhrudin, Warga Muhammadiyah. Tinggal di Magelang Kota

Nif’an Nazudi, Dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo

-->
Sumber suaramuhammadiyah.id
suaramuhammadiyah.id