Sejarah dan Hikmah Kurban - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu
Sejarah dan Hikmah Kurbanamim Ilyas. foto: muhammadiyah.or.id

Nabi Muhammad Saw merupakan pelanjut misi kerisalahan dari Nabi dan Rasul sebelumnya. Menurut di antara misi utama kerisalahan Para Nabi dan Rasul adalah mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin dan menempatkan millah Ibrahim yangg mengajarkan kepercayaan etis sebagai teladan utama.

Islam rahmatan lil ‘alamin yangg didakwahkan Nabi Muhammad merupakan kelanjutan dari risalah Nabi sebelumnya dan menjadikan millah Ibrahim yangg mendakwahkan kepercayaan etis sebagai role model.

Posisi Islam dalam silabus risalah menempati sebagai risalah penutup sekaligus menjadi puncak dari kepercayaan etis.

Dengan posisi puncaknya itu, Islam menjadi kepercayaan berkemajuan dalam semua ajaran-ajarannya, termasuk dalam prosesi ibadah kurban.

Kurban sebelum Nabi Ibrahim

Sebelum adanya Nabi Ibrahim, praktik kurban yangg dilakukan para penganut kepercayaan demonik biasanya dipersembahkan kepada dewa-dewa.

Agama-agama demonik di antaranya dianut oleh masyarakat Yunani, Romawi, Syria dan sebagian masyarakat yangg mendiami pantai Laut Tengah.

Ajarannya adalah di samping kurban hewan dan hasil bercocok tanam, di kalangan penganut agama-agama demonik ini berkembang kurban manusia.

Di kalangan masyarakat Kanaan (3500–1100 SM) yangg tinggal di Libanon, Suriah dan Yordania, anak-anak dikurbankan sebagai persembahan kepada dewa Moloch.

Di kalangan masyarakat Minoan alias Yunani (2700 SM–1450 SM), manusia dikurbankan untuk dewa-dewa sesembahan mereka. Di kalangan masyarakat Mesir Kuno, gadis suci ditenggelamkan ke dalam sungai Nil sebagai persembahan kepada penguasanya.

Pada era Nabi Ibrahim, dakwah dilaksanakan untuk mengubah kepercayaan demonik menjadi kepercayaan etis, ialah kepercayaan yangg mengajarkan Tuhan yangg baik kepada manusia.

Dakwah Ibrahim menghasilkan suatu teladan, salah satunya mengubah kurban dari manusia ke hewan peliharaan. Hal ini boleh jadi peristiwa besar dalam sejarah kemanusiaan.

Pergantian kurban manusia menjadi kurban hewan yangg dipraktikkan Nabi Ibrahim juga mengandung pesan agar manusia berakhir mengorbankan diri mereka sebagai subjek yangg dikurbankan.

Agama etis dari Ibrahim itu baik kepada manusia yangg mengajarkan Tuhan baik kepada manusia, disimbolkan dengan perubahan kurban dari manusia ke hewan.

Nabi Muhammad membawa risalah Islam yangg mengikuti role model kepercayaan etis Millah Ibrahim.

Nabi Muhammad mensyariatkan kurban pada pada tahun ke-2 H. Sebelumnya, Nabi Muhammad dan para sahabat sebagai bagian dari masyarakat Arab menyembelih hewan sebagai ungkapan rasa syukur yangg disebut ‘antarah.

Pensyarikatan kurban dalam Islam sebagai bagian dari aliran kepercayaan bagian ibadah. Dalam QS. al-Hajj ayat 34-37 dijelaskan status dan kegunaan korban beserta semangat yangg kudu menyertainya.

Hikmah Kurban

Mari kita simak ayat tentang kurban terutama dalam QS. Al-Hajj ayat 34. Dalam ayat tersebut, kurban mempunyai makna kegunaan pendidikan membentuk pribadi al-mukhbitin.

Kata ini berasal dari “al-khabtu” yangg maknanya adalah “al-muthmainnu minal ardl”(tanah padas/keras).

Sedangkan menurut salah seorang ustadz ialah Mujahid, “al-mukhbitin” adalah “al-mujtahiduna fil ‘ibadah” alias orang-orang yangg bersungguh-sungguh dalam mengabdi kepada Allah sehingga rela mengorbankan harta, pikiran, tenaga dan nyawa.

Berdasarkan uraian ini, Hamim mengatakan bahwa pengertian “al-mukhbitin” dalam QS. Al-Hajj ayat 34 ini adalah militan-militan muslim.

Sedangkan karakter “al-mukhbitin” secara jelas termaktub dalam ayat selanjutnya ialah QS.

Al-Hajj ayat 35. Berdasarkan ayat ini, kata Hamim, terdapat empat macam karakter orang yangg menunaikan kurban, yaitu: pertama, militan spriritual: hati bergetar ketika mendengar asma Allah (alladzina idza dzukira Allah wajilat qulubuhum).

Kedua, pribadi militan: handal menaklukkan tantangan dan menjalani ujian/kesulitan (wash-shabirina ‘ala ma ashabahum).

Ketiga, militan sosial: menjadi jiwa yangg penyebar perdamaian, kesejahteraan dan kebaikan yangg ada pada segala sesuatu/berkat Allah (wal muqimish shalah).

Keempat, militan sosial: berkekuatan produktif alias berkekuatan menghasilkan peralatan dan jasa, dan berbudi pekerti filantropis ialah doyan berbagi untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (wa mimma razaqnahum yunfiqun).

Umat Islam tidak hanya menekankan ritual kurban tapi juga menekankan untuk memetik buah kurban, ialah menjadi al-mukhbitin. Dengan begitu maka Islam dapat menjadi rahmatan lil ‘alamin, yangg menjadi rahmat bagi seluruh alam. (*)

*) Hamim Ilyas, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah

(Artikel ini juga dimuat di muhammadiyah.or.id)

Untuk mendapatkan pembaruan sigap silakan berlangganan di Google News

-->
Sumber majelistabligh.id
majelistabligh.id