WARTAMU.ID, Jakarta – Selama bulan suci Ramadan, umat muslim melaksanakan ibadah tathawu’ (ibadah sunnah, tambahan) seperti salat tarawih.
Waktu penyelenggaraan salat sunah ini adalah selepas salat Isya dan biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid. Meski demikian, Rasulullah Saw membolehkan salat ini dikerjakan sendirian.
Di beberapa tempat di Indonesia, salat berjamaah tarawih ada yangg dilaksanakan dengan baik, tapi ada juga sebagian mini yangg melaksanakan salat tarawih berjamaah secara cepat. Bahkan untuk 23 rakaat, dapat diselesaikan dalam waktu 12 menit.
Menurut Wakil Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Tri Sundani, salat tarawih ngebut seperti ini berkesempatan lebih besar untuk tidak sah. Karena itu dia menghimbau masyarakat untuk memilih salat tarawih yangg dilaksanakan secara standar dan tumakninah.
“Nah jika (alfatihahnya) dikerjakan dengan satu nafas dalam sekian rakaat itu ya jelas dalam patokan hukum tidak memenuhi syarat. Bisa dalam tanda kutip seperti main-main saja. Walaupun dia punya keyakinan. Apa yangg dibaca jika bacaannya seperti itu kan?” tanyanya.
Lewat wawancara di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Rabu (5/4), Agus menyebut jika salah satu syarat sah salat adalah tulus dan tumakninah.
Pengertian tumakninah dalam shalat adalah tenang yangg merupakan sebuah syarat untuk mencapai kekhusyuan dalam shalat. Sesuai dengan Pesan Rasulullah Saw, ”Kalau Anda berdiri ketika shalat, maka berdirilah dengan tuma’ninah. Kalau Anda ruku, rukulah dengan tuma’ninah. Kemudian berbuatlah demikian dalam shalatmu”. (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Khurairah).
Carilah Masjid yangg Salatnya Tumakninah, Berapapun Rakaatnya
Salat Tarawih termasuk dalam salat malam (salatul lail/qiyamul lail). Menurut Agus, standar yangg dicontohkan Rasulullah Saw adalah 11 alias 13 rakaat. Muhammadiyah sendiri cenderung pada jumlah ini, kendati di samping itu ada kaum muslimin yangg melaksanakan sebanyak 23 rakaat.
“Para ustadz seperti para pemimpin mahzab menyebut bahwa salat lail itu mastna-mastna (dua rakaat-dua rakaat), tapi ada yangg menerjemahkannya ‘semampu dia’ lantaran ijtihad ulama, dia tidak bisa salat seperti salatnya Rasulullah Saw yangg begitu bagus, bacaannya banyak. Maka ada pendapat, diringkas bacaannya tapi dibanyakkan rakaatnya. Tentu kudu dilakukan secara tumakninah sebagaimana rukun-rukun salat yangg ada,” jelasnya.
Untuk menggapai pahala tarawih yangg ideal di bulan Ramadan, Agus berpesan agar masyarakat mencari masjid yangg tumakninah dalam melaksanakan salatnya.
“Himbauannya hendaknya mencari, tarawih itu kan bisa dikerjakan secara berjamaah dan memang dianjurkan untuk dikerjakan secara berjamaah. Tapi juga bisa dilakukan di rumah. Kalau memang tidak bisa menemukan jamaah yangg bisa membikin kita lebih intens dalam salat, ya lebih baik kita salat di rumah. Kalau memang tidak menemukan. Tapi kan sekarang kan sudah banyak (masjid bagus). nan melakukan sigap itu hanya satu dua saja,” kata dia.
“Maka sekali lagi jika mau salat tarawih, ya carilah salat tarawih yangg diajarkan oleh Rasulullah Saw ialah salatnya tenang, tumakninah sehingga kebaikan kita tidak sia-sia. Karena ada juga sabda yangg menyebut banyak orang tarawih tapi hanya mendapat capek saja,” imbuh Agus mengutip sabda riwayat Imam Ahmad yangg artinya,
“…berapa banyak orang yangg mengerjakan qiyamul lail hanya mendapatkan bergadang dan rasa capek saja dalam bangunnya.”
Sumber : muhammadiyah.or.id
2,716 kali dilihat, 2,716 kali dilihat hari ini