Refleksi Hardiknas 2023: Pedulikah Negara pada Pendidikan Kita? - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu
Logo Hardiknas 2023. (Dok Kemendikbudristek)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Jungkir kembali dan berdarah-darah orang tua dan nenek moyang kita saat bangsa dan negara ini belum berdiri. Peradaban sangat primitif saat satu dan dua abad yangg lampau begitu kata sejarahwan, dapat baca dan tulis masyarakat saat itu sesuatu yangg sangat terbatas. Jauh bicara tentang perkembangan sains dan teknologi katanya, busana yangg dipakai pun hanya helaian kain seadanya, apalagi dibeberapa wilayah terpencil nyaris tidak berpakaian.

Namun, kehidupan manusia tetap terus bersambung tanpa henti sesuai putaran bulan dan mentari pada porosnya masing-masing tanpa terganggu. Cepat alias lambat pada akhirnya selalu ada manusia-manusia penggerak, pembaharu, pencerah, dan pemberdaya di beragam organisasi dan golongan masyarakat. Di situlah mulai mekarnya sebuah perkembangan wawasan dan pengetahuan untuk memantik sebuah peradaban. Siapapun mereka, sudah pasti orang-orang yangg berpikir waras dan sehat.

Sebelum kemerdekaan bangsa ini, sedikit banyak ada di antara manusia berpikir waras dan sehat. Spirit dan motivasi berjuang dan beramal sholeh senantiasa ada, lantaran pada dasarnya manusia lahir ke bumi dalam posisi baik dan suci, insyaallah baik dalam luar bentuk maupun hati logika dan pikirannya.

Pun sama saat ketika bangsa ini lahir dan berdiri lantaran jasa orang-orang berpikir dan berkarya nyata dalam perjuangan untuk menegakkan keadilan dan hak-hak kemanusian. Mereka berjuang tanpa pamrih dan berambisi balas jasa, mereka berjuang murni untuk mengambil hak-hak adami yangg sama. Pengorbanan jiwa, raga, dan kekayaan yangg dikemas dalam pikiran sehat tidak diragukan. Hanya dengan langkah pendidikan manusia mau berpikir, hanya dengan pendidikan manusia mau bergerak, hanya dengan pendidikan manusia mau berkarya, hanya dengan pendidikan manusia mengubah nasib, dan hanya dengan pendidikan manusia melawan tiran dan kedzaliman.

Bangsa ini lahir berdiri dan merdeka dari segala corak kolonialisme didasari dengan bekal hasil dari pendidikan, betul dan sebenar-benarnya dan sangat tepat aliran Islam pertama kali yangg diwahyukan Allah SWT kepada kekasihnya yangg diutus membawa risalah-Nya Q.S. Al Alaq, “Bacalah! dengan menyebut nama Rabbmu yangg telah menciptakan”  secara maknawi teks nash tersebut menekankan kepada umat manusia untuk bebas dari kebodohan, keterkungkungan, kedunguan, keterbelakangan, kemiskinan, dan keterpenjaraan hidup lainnya selain bakal merdeka dan bebas hanya dengan pendidikan.

Bagaimanapun kondisi dan situasinya pendidikan adalah sebuah syari’at aliran Islam sangat mendasar yangg kudu dijalankan sepenuh hati nan tulus dan tulus. Berat dan membebankan memang saat mencari dan menggalinya, lantaran pendidikan tidak dapat dilakukan dengan langkah bimsalabim abakadabra, melainkan butuh proses yangg cukup panjang dilalui dengan beragam pola dan model penuh tantangan.

Saat ini pendidikan Indonesia boleh dibilang mengalami kemunduran dan ketertinggalan dari negara-negara tetangga di area asia tenggara. Mereka terbilang kemerdekaannya jauh lebih dulu bangsa dan negara Indonesia. Namun, faktanya mereka lebih sigap dan gesit perihal ihwal pendidikan dari negara kita yangg tercinta. Berbagai akomodasi sarana prasarana serta kesejahteraan totalitas nyaris tanpa batas, lantaran mereka menganggap pendidikan adalah segalanya, yangg bisa mengubah nasib penduduk dan negaranya maju lebih cepat. Insting dan nalurinya sebagai manusia berpikir, kesadaranya membimbing jiwa raganya bergerak memoerioritaskan pendidikan.

Bagaimana Indonesia? Padahal Islam memberi taufiq jauh sebelum merdeka, apalagi kemerdekaannya pun diraih yangg didasari bakal kesadaran masyarakat yangg berpikir sehat dan waras. Masa saat ini bangsa dan negara berdiri tegak, namun faktanya lemah tak berdaya, baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya, keamanan dan pertahanan. Tidak dapat dimungkiri secara inderawi pendidikan kita kian hari semakin memprihatinkan, hasil pendidikan hanya sebatas sertifikat alias ijazah. Produktifitas karya, kreatifitas dan penemuan banyak berakhir dalam gambaran dan angan-angan.

Saat ini secara terbuka dan terang-terangan bumi pendidikan tak ubahanya sebuah industri perusahaan peralatan dan jasa, yangg dikejar lebih pada margin keuntungan oriented. Setelah lulus dapat pekerjaan apa dan dapat berapa gaji/insentif/honor setiap satu bulan alias satu project. Hal itu kebenaran dan nyata, pendidikan kita dipaksa secara sistemik untuk menjadi robot-robot penghamba pada tuan dan majikan yangg membelinya sekalipun dengan nilai sangat murah yangg krusial dapat kerja punya status sosial, tidak peduli mereka pakai piagam level apa yangg krusial dapat kerja dan menghamba tidak banyak protes.

Fenomena tersebut bertindak dalam lembaga apapun, termasuk lembaga pendidikan dari tingkat bawah hingga perguruan tinggi yangg bakal memerdekan langkah berpikir, namun para pengelola dan pengajarnya seperti robot dan pekerja yangg kudu tunduk dan alim kepada tuan dan majikannya.

Prihatinya pendidikan kita, entah sama alias beda dengan negara tetangga yangg konon kabarnya terus maju melampaui Indonesia. Sementara para peneliti dan intelektual berjibaku dalam riset-riset berjurnal yangg hanya dikonsumsi kalangan terbatas, sementara meningkatkan produktifitas pertanian dari sejak masa orde lama hingga saat ini nyaris tidak pernah ada peningkatan, justru yangg ada kerusakan ekosistem lahan pertanian, jauh untuk mengembangkan produktifitas lahan-lahan gambut, boleh dikatakan omong kosong. nan asing dan irasional semua hasil pertanian dari bahan pokok, sayur mayur, dan buah-buahan di import dari negara luar sangat ironis sebagai negara agraris membikin miris dan hati teriris.

Keterlaluan sekali, negara loh jinawi kerta raharja semua kebutuhan sembako banyak diimport dari negara luar, sementara para petani dan pekerja tani hidupnya dalam kesengsaraan tak ada kesejahteraan, setiap menanam pertaniannya dibebani meningkatnya permodalan, baik itu pupuk dan pemerliharaan lainnya. Saat ketika panen nilai dibuat anjlok, jauh untuk untung yangg ada buntung lantaran modalnya juga tidak kembali.

Pendidikan sebaiknya membebaskan tiran-tiran kebijakan negara, pendidikan sebaiknya mencerahkan petani dan buruh, dan pendidikan sebaiknya memberdayakan kaum miskin dan dhuafa. Kadang sebaliknya, dengan gelar akademik yangg panjang dan tinggi malah ikut terlibat menjadi legitimator perbuatan tiran kebijakan negara. Ribuan master dengan hasil-hasil riset berskala nasional dan internasional, pengaruh dan dampaknya terhadap masyarakat dhuafa dan ayah berapa persen alias berapa orang yangg keluar dari jeratan kemiskinan dari riset yangg sudah diuji dan dipublish? Tunduk dan malu pastinya, lantaran riset-riset hanya konsentrasi pada pengumpulan point-point nomor angsuran meningkatkan tingkat golongan fungsional akademik dari asisten ahli, lektor, lektor kepala dan pembimbing besar.

Teringat pesan moral dari pernyataan seorang pengajar KH. Ayat Dimyati, “kenapa saya tidak lanjut studi ke jenjang lebih tinggi yangg sudah dimiliki, lantaran yangg sudah dimiliki belum semua tersampaikan dan cemas suatu saat kelak kelak pengetahuan yangg tidak disampaikan dimintai pertanggungjawabkan” dan kalimat yangg terlontar dari Prof. Afif Muhammad, “semakin tinggi pengetahuan kudu semakin tinggi keagamaan kita”.

Senadainya semua intelektual sikap dan perbuatanya linear dengan keilmuan yangg dimiliki, setiap jenjang level pendidikan bisa membebaskan kaum ayah secara terukur dan setiap hasil riset bisa membebaskan kaum dhuafa dan fakir terukur, nampaknya bangsa dan negara ini tidak dikejar oleh hantu hutang yangg semakin menggunung.

Tidak ada argumen bagi bumi pendidikan beranjak langkah dan skema dari hanya sekedar menambah panjang tumpukan portopolio administrasi, menuju perubahan pada peningkatan jumlah pembebasan kaum dhuafa dan fakir beragam aspek kehidupan. Ditata dan dirumuskan berasas skala perioritas, hanya dengan pendidikan bangsa dan negara ini merdeka, maju dan berkembang sejajar dengan bangsa lain. Wallahu’alam. (*)

Bandung, Mei 2023

-->
Sumber Klikmu.co
Klikmu.co