MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Kompleksitas tantangan dakwah di era sekarang bukan hanya datang dari eksternal, tetapi juga datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri.
Agama yangg menurut Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal berpendirian memudahkan, menghilangkan kesulitan manusia universal di era perubahan sekarang malah yangg terjadi justru sebaliknya.
Agama seakan menjadi sebuah entitas yangg memperumit kehidupan, praktik-praktik kepercayaan yangg rigid menjadikan generasi milenial dan setelahnya menjadi enggan, apalagi mereka seperti antipati terhadap agama.
Selain tantangan tersebut, mubalig juga seakan-akan saling diperhadapkan. Tidak perlu menyebut nama, Fathurrahman mengatakan bahwa terdapat oknum mubalig yangg dengan mudah mengkafirkan, merendahkan, apalagi menyesatkan yangg lain yangg notabene adalah sesama umat Islam.
“Inilah yangg kemudian melahirkan suatu arus agnostik yangg luar biasa, alias setidaknya mereka cuek terhadap kebenaran yangg pakem, yangg diakui masyarakat dan umat kita,” ungkap Fathur pada (22/9) dalam Pembukaan Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Surakarta.
Kenyataan tersebut membikin manusia menjalankan peran kehidupan seakan-akan tanpa pedoman, menjadikan kehilangan keahlian untuk meletakkan kehormatan diri yangg manusiawi (human dignity).
Faktor-faktor itu yangg menjadi argumen Majelis Tabligh dalam merumuskan gedung paradigma dakwah yangg mengarusutamakan kemuliaan manusia secara inklusif, bahwa setiap manusia dengan beragam latar belakangnya adalah makhluk mulia.
Berdakwah untuk Kehormatan Manusia
“Dari sinilah kita sepakat untuk mengangkat satu tagline Majelis tabligh ke depan tentang Tabligh for Human Dignity, alias disebut dalam Bahasa Arab Ath Tabligh li Karomatil Insan,” imbuhnya.
Fathur memandang, perumusan paradigma dakwah tersebut menjadi langkah konkret, karena dakwah dalam pandangan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tidak sebatas berpangku pada ayat-ayat amar ma’ruf nahi munkar, apalagi tereduksi menjadi nahi munkar saja.
Sebagai landasan teologis untuk berceramah menurutnya di Al Qur’an sangat banyak, salah satunya adalah Surat An-Nahl ayat 125. Dalam ayat tersebut menjelaskan dengan gamblang strategi dan prioritas dalam menghadapi realitas dakwah.
Menjelaskan strategi dakwah dari An Nahl 125, Fathur menyebut bahwa mubalig tidak cukup hanya dengan keilmuan, tetapi kudu juga mempunyai ketajaman mata hati, berbudi pekerti suci, komitmen terhadap kebenaran, tidak menuhankan hawa nafsu, menimbulkan perpecahan dan seterusnya.
“Dalam konteks inilah kemudian kita tidak mau tablig yangg kita kembangkan di Majelis Tabligh ini sebagai industri kata-kata baik. Ini kudu kita hindari, jangan sampai kita terjebak pada industri al kalimah at thoyyibah, kita sibuk mereproduksi kata-kata baik, pesan-pesan kebijaksanaan, tetapi kemudian kita tidak bisa menjadi etalase dan prototipe yangg nyata dari kebaikan yangg kita ucapkan,” tegasnya.
Supaya tidak menjadi industri kata-kata baik semata, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah pada periode 2022-2027 mencanangkan enam bagian yangg sebelumnya tidak ada.
Keenam bagian tersebut meliputi; bagian tabligh dunia dan kerja sama, riset penemuan dan publikasi tabligh, pemberdayaan korps mubaligh kemasjidan, pendidikan kaderisasi mubaligh, pembinaan remaja dan jemaah, sistem info dakwah dan digitalisasi tabligh.
Fathur menambahkan, bahwa aktivitas dakwah yangg dilakukan oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah tidak terlepas dari putusan Muktamar 48 Muhammadiyah di Surakarta 2022, seperti mendesiminasi Risalah Islam Berkemajuan, tanggap terhadap rumor keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Hits: 9