Puasa sebagai Pendidikan Menahan Ghibah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Puasa sebagai Pendidikan Menahan Ghibah

Oleh: Tito Yuwono

 Puasa, pendidikan pengendalian diri

Ghibah kita hindari dan jauhi

Karena ibaratkan menyantap buntang kerabat sendiri

Kehormatan orang lain sangat berarti

Alhamdulillah kita telah mendapatkan separoh lebih dalam menjalankan puasa ramadhan pada tahun ini. Semoga puasa kita berakibat pada diri kita menjadi lebih baik. Menahan lapar dan dahaga serta tidak berasosiasi badan suami istri saat puasa adalah perihal yangg ringan. Zaman sekarang, anak-anak mini setingkat SD kelas bawah sudah melakukan puasa, tentu bagi orang dewasa lebih ringan lagi. Walaupun tetap dijumpai orang dewasa yangg berakidah Islam tidak berpuasa tanpa udzur.

Hal yangg lebih berat daripada sekedar menahan lapar dan dahaga adalah mengendalikan lesan untuk berbicara yangg baik-baik saja. Menahan lesan dari mengumpat, membicarakan kejelekan orang lain/ghibah dan juga melakukan namimah alias adu domba.

Ghibah merupakan aktivtias menggunjing orang lain sementara orang lain yangg digunjing tersebut tidak ada alias tidak datang dalam forum pembicaraan tersebut. Bentuk ghibah bukan sekedar membicarakan kejelekan saja, tapi apa saja yangg membikin tidak suka bagi yangg dighibahi. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ  yangg diriwayatkan oleh Imam Muslim:

نْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ pernah bertanya: “Tahukah kamu, apakah ghibah itu?” Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Ghibah adalah Anda membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yangg tidak dia sukai.’ Seseorang bertanya; ‘Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau andaikan orang yangg saya bicarakan itu memang sesuai dengan yangg saya ucapkan? ‘  Beliau berkata: ‘Apabila betul apa yangg Anda bicarakan itu ada padanya, maka berfaedah Anda telah menggunjingnya. Dan andaikan yangg Anda bicarakan itu tidak ada padanya, maka berfaedah Anda telah membuat-buat ketidakejujuran terhadapnya” (HR Imam Muslim)

Kita mesti hati-hati dengan ghibah ini. Agama kita yangg mulia sangat perhatian dengan ghibah ini. Agar kehormatan orang lain terjaga serta hubungan antar manusia alias antar golongan masyarakat dalam keadaam damai.

Dalam Quran Surat Al-Hujurat ayat 12, Allah Ta’ala melarang ghibah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya: Hai orang-orang yangg beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), lantaran sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara Anda yangg suka menyantap daging saudaranya yangg sudah mati? Maka tentulah Anda merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Allah Ta’ala mengumpamakan bagi pelaku ghibah ibaratkan menyantap daging saudaranya sendiri yangg telah mati, yangg tentu sangat menjijikkan.

Islam sangat menjaga kehormatan orang lain. Bagi yangg suka mengganggu kehormatan orang lain maka bakal menjadi tanggungan di alambaka kelak ketika tidak meminta kekhalalan dari yangg dighibai selama di dunia. Sebagaimana sabda yangg diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Artinya:” Siapa yangg pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan (seperti ghibah. pent) alias mengambil sesuatu yangg menjadi miliknya, hendaknya dia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari hariakhir yangg tidak bakal berfaedah lagi dinar dan dirham. Pada saat itu jika dia mempunyai kebaikan shalih maka bakal diambil seukiran kezaliman yangg dia perbuat. Bila tidak mempunyai kebaikan kebaikan, maka keburukan saudaranya bakal diambil kemudia dibebankan kepadanya.”

Maka puasa ini menjadi momentum untuk membiasakan diri berbicara baik, berbicara yangg tidak mengandung unsur ghibah. Ghibah termasuk dalam perkataan yangg biadab dan kotor.  Dan puasa adalah perisai dari perkataan biadab dan kotor. Rasulullah ﷺ berfirman dalam sabda yangg diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

إِنَّ الصِّيَامَ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

Puasa itu adalah perisai. Maka jika seorang dari kalian tengah berpuasa, janganlah dia bercakap-cakap kotor dan bertindak tidak terpuji. Dan jika ada seorang yangg mencela alias mengajaknya bertengkar, maka hendaklah dia berbicara kepada orang itu, ‘Sesungguhnya saya tengah berpuasa. (HR Imam Ahmad).

Sebelum mengatakan sesuatu hendaknya dibiasakan diperitmbangakn dan dipikirkan apakah termasuk ghibah alias tidak. Jika sesuatu yangg disampaikan adalah corak ghibah maka ditahan dan tidak jadi disampaikan. Karena memang corak dan motivasi ghibah beragam macam, begitulah syaitan mengemas sesuatu yangg nampaknya bukan ghibah namun sejatinya ghibah. Bisa motivasi untuk menyegarkan suasana dengan menggunjing orang lain. Walaupun suasana nampak gayeng dan segar, tapi ingat ada kehormatan kerabat yangg dikorbankan.

Ataupun dengan motivasi untuk mengangkat dirinya namun dengan merendahkan orang lain, sebagai contoh “dia tadi tidak bisa jawab, kemudian saya bantu”. Juga bisa berbentuk candaan, sehingga membikin orang lain tertawa dengan disebutkannya keburukan orang lain, sebagai contoh “eh itu lho dia itu jika jalan kocak sekali.” Dapat juga dalam corak pura-pura sebagai rasa keheranan kemudian memunculkan ghibah, sebagai contoh “Dia itu kok dijelaskan Bapak Ibu pembimbing nggak paham-paham yaa, padahal Bapak Guru kita jelas sekali dalam menjelaskannya, memang lemot orangnya.”

Maka hendaknya kita mewaspadai beragam corak macam ghibah ini. Selama 1 bulan penuh kita kendalikan hati dan lesan kita untuk tidak melakukan ghibah dalam corak apapun, insyaa Allah, semoga setelah Ramadhan lesan kita bakal bersih dari ghibah.

Demikian tulisan ringan berangkaian dengan puasa sebagai pendidikan untuk pengendalian diri penggunaan lesan terutama masalah ghibah. Semoga Allah Ta’ala bersihkan hati dan lesan kita serta menjadikan kita sebagai orang bertaqwa.

Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

-->
Sumber suaramuhammadiyah.id
suaramuhammadiyah.id