Puasa Ramadhan, Takwa, dan “Forgiveness as Love”
Oleh: Wildan, Nucholid Umam Kurniawan, dan Ida Rubaida
“Hai orang-orang nan beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum Anda agar Anda bertakwa”
(QS Al-Baqarah [2] : 183).
Adapun kata “puasa”, nan sering kita pakai, diambil dari bahasa Sanskerta dan mempunyai makna nan sama dengan kata shawm, nan diambil dari bahasa Arab, ialah pengendalian diri. Pengendalian diri nan dimaksud adalah dalam pengertian dasar-nya, ialah pengendalian diri atas dorongan bertindak serakah (Madjid, 1998).
Menurut Ibnu Katsir dalam bukunya “Al-Bidayah wa An-Nihayah”, terjemahan (2017), masuk Tahun 2 H diwajibkan puasa Ramadhan. Pada tahun ini juga Rasulullah Saw. memerintahkan kepada manusia untuk menunaikan amal fitrah. Rasulullah melaksanakan shalat ‘Id berbareng dengan umat Islam nan keluar bersama-sama dengan beliau menuju ke lapangan tempat shalat. Ini adalah shalat ‘Id nan pertama kali dikerjakan oleh Rasulullah Saw.
Menurut Nurcholish Madjid (1998), dalam bukunya “30 Sajian Ruhani, Renungan di Bulan Ramadhan”, dalam firman nan memuat perintah Allah kepada kaum beragama untuk berpuasa sebagaimana quote di awal tulisan ini, dijelaskan bahwa tujuan puasa adalah untuk menjadi lebih bertakwa.
Takwa adalah kesejajaran “iman” dan “tali hubungan dengan Allah” – dengan kata iain merupakan dimensi vertikal nan benar. Perlu diingat bahwa seluruh isi kitab suci Al-Qur’an dimaksudkan sebagai petunjuk bagi mereka nan bertakwa.
Dalam ayat-ayat pertama surah Al-Baqarah dapat kita baca bahwa orang nan bertakwa itu adalah mereka nan beragama kepada nan gaib, menegakkan shalat, mendermakan sebagian kekayaan – karunia Tuhan kepada mereka, percaya kepada aliran nan diturunkan kepada Nabi Saw. dan nan diturunkan sebelum beliau, dan percaya bakal Hari Akhirat.
Kelima karakter takwa itu dapat ditafsirkan sebagai beragama secara an sich (menerima adanya realita gaib), beragama sebagai upaya pribadi melakukan pendekatan kepada Tuhan, mengakui adanya kontinuitas dan kesatuan aliran kebenaran dalam agama-agama sepanjang zaman, dan kesadaran tentang tanggung jawab pribadi di hadapan Tuhan pada Hari Kemudian.
Dari kelima unsur nan menjadi karakter ketakwaan itu, unsur pertama, ialah kepercayaan kepada nan gaib, mendapat penanaman dan peneguhan nan utama melalui ibadah puasa.
Dari semua corak ibadah, puasa adalah ibadah nan paling pribadi, personal, alias private, tanpa kemungkinan bagi orang lain untuk dapat sepenuhnya melihat, mengetahui, dan – apalagi – menilainya. Sebuah hadis-qudsi (Firman Allah dengan pengkalimatan Nabi Saw.) menuturkan : “Puasa adalah untuk-Ku semata, dan Akulah nan menanggung pahalanya”. Artinya, pada dasarnya tidak ada nan tahu bahwa seseoroang berpuasa, selain Allah (dan dirinya sendiri).
Mengapa orang berpuasa, padahal dia dapat membatalkan alias menggugurkannya kapan saja dia mau, pada saat dia sedang sendirian? Mengapa orang bersedia menahan lapar dan dahaga serta segala pemenuhan biologis lainnya, padahal dia dapat melakukan itu semua kapan saja secara pribadi dan rahasia alias sembunyi-sembunyi, tanpa diketahui orang lain? Jawabnya tidak lain lantaran dia mempunyai kepercayaan bahwa Tuhan selalu menyertai, melihat, dan mengawasinya.
Ia tidak bakal melanggar suatu larangan sekalipun dia dalam keadaan sendirian tanpa ada sesama manusia nan tahu, lantaran Dia nan secara gaib selalu datang bersamanya, ialah Allah subhan-aAllah-u wa ta’ala. Ia sepenuhnya menyadari bahwa apa pun nan dia lakukan, baik ataupun buruk, biar pun hanya seberat dzarrah (atom), Allah bakal mengetahui dan memperhitungkannya (QS Al-Zalzalah [99] : 7 – 8). Sebab Allah beserta manusia di mana pun dia berada, dan Allah mengetahui segala sesuatu nan dia kerjakan (QS Al-Hadid [57] : 4). Lebih lanjut, Allah mengetahui apa pun nan ada di semua langit dan apa pun nan ada di bumi.
Tidak ada bisikan antara tiga orang selain Dia nan keempat, tidak lima orang selain Dia adalah nan keenam, tidak kurang dari itu alias pun lebih dari itu, selain Dia berbareng mereka di mana pun mereka berada. Kemudian pada Hari Kiamat, Dia bakal beberkan kepada mereka segala sesuatu nan telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Mahatahu atas segala sesuatu (QS Al-Mujadalah [58] : 7).
Karena inti, pangkal alias sumber takwa adalah keagamaan nan mendalam kepada Allah, dan kesadaran tanpa ragu sama sekali bakal kehadiran-Nya dalam hidup dan segala aktivitas manusia, maka puasa sebagai ibadah nan sangat private itu merupakan latihan dan peragaan kesadaran Ke-tuhanan itu. Inilah nan menjadi tujuan pokok ibadah puasa, nan kemudian melimpah kepada nilai-nilai hidup lain nan banget tinggi. Misalnya, dengan puasa nan dijalankannya dengan kesadaran nan mendalam bakal kehadiran Tuhan dalam hidup itu, seseorang dilatih untuk menahan diri (makna asal kata Arab ‘shiyam” alias “shawm” memang “menahan diri”). Yaitu menahan diri dari dorongan dan dorongan memenuhi kebutuhan biologis nan menjelma menjadi dorongan “hawa nafsu”.
Sebuah sabda Nabi mengatakan, “Barang siapa tidak meninggalkan perkataan tiruan dan ;pengamalannya, (tidak meninggalkan) kegoblokan (kejahatan)-nya, maka Allah tidak peduli bahwa orang itu tidak makan dan tidak minum (puasa)”. Artinya jika seseorang menahan lapar dan dahaga namun tetap melakukan kebaikan jelek seperti omongan palsu, fitnah, sikap menyakiti orang lain, dan seterusnya, maka Tuhan tidak perlu kepada puasanya itu. Jadi sia-sia belaka ibadah puasanya. Ini tentu wajar sekali, dan dengan sendirinya benar, lantaran akibat dari keinsyafan nan mendalam bakal kehadiran Tuhan dalam hidup adalah moralitas nan tinggi, budi pekerti luhur, alias al-akhlaq al-karimah.
Karena menyadari bahwa Allah senantiasa mengawasi dan memperhitungkan segala kebaikan perbuatannya, maka seorang nan bertakwa dengan sendirinya tidak bakal melakukan suatu tindakan nan sekiranya Allah tidak memberi perkenan (ridla) kepadanya dan dengan begitu dia tidak dapat mempertanggungjwabkannya di Hari Kiamat. Inilah nan dimaksud oleh sabda Nabi Saw. bahwa “yang paling menyebabkan manusia masuk surga adalah takwa kepada Allah dan budi pekerti luhur”.
Brain, mind, and behaviour, otak, jiwa (pikiran maupun perasaan), dan perilaku. Secara relatif otak manusia terbesar, jauh mengalahkan semua jenis hewan. Sebagai ilustrasi, berat otak manusia 1,5 kg, sedangkan berat jazad keseluruhan adalah 60 kg. Diperoleh komparasi 1:40. Berat otak ikan paus, jenis mamalia terbesar nan ada sekarang, 2 kg dan berat jazad 20 ton, maka diperoleh komparasi 1:10.000. Maka, berat relatif otak manusia jadi 250 kali dari ikan paus (Wassil, 2001).
Manusia dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin) nan berfaedah “makhluk berakal budi”. Dengan demikian, Puasa Ramadhan adalah hidayah Allah kepada umat manusia, agar manusia senantiasa menjaga dan memelihara logika budinya. Dalam bahasa jaman now, manusia “di-install” ulang pola pikir dan perilakunya agar berubah dari berakidah simbolik menjadi berakidah substantif, dari saleh ritual menjadi saleh esesnsial !
Atau, dalam bahasa kesehatan, Puasa Ramadhan adalah latihan rohaniah (spiritual exercise) nan dianugerahkan Tuhan kepada manusia, agar manusia senantiasa menjaga dan memelihara kesehatan rohaninya !
Para Nabi adalah contoh manusia nan sesungguhnya manusia, manusia nan perilakunya manusiawi, tidak hewani. Para Nabi contoh manusia nan sukses naik kelas, dari sehat rohani menjadi segar rohani (moral fitness) ! Oleh lantaran itu, para Nabi punya karakter sama, ialah sidiq (lurus), jujur (mengatakan apa nan telah dilakukan) dan berintegritas (melakukan apa nan telah dikatakan), amanah (dapat dipercaya), menyampaikan pesan kebenaran (tabligh), dan smart (fathanah).
Puasa Ramadhan, Kesehatan dan Gizi
Memang, kesehatan bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya tidak ada maknanya, health is not everything but without it everything is nothing, demikian kata Arthur Scopenhauer (1788 -1860).
Menurut Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara bentuk (jasmani), mental (nafsani), spiritual (rohani), maupun sosial (mujtama’i) nan memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
“Bahasa menunjukkan bangsa”, demikian kata pepatah. Sayangnya Bahasa Indonesia kita miskin, hanya mengenal dua kosa kata nan berangkaian dengan kesehatan, ialah sehat jasmani dan sehat rohani. Akibatnya, ganggun jiwa (gangguan nafsani) dianggap alias dimasukkan ke dalam sakit rohani. Akibatnya lebih lanjut, pasien gangguan jiwa diperlakukan tidak sepatutnya, seperti : dipakai bahan lelucon, direndahkan, dianggap hina, kejelekan keluarga, dan seterusnya. Pelaku kebaikan salah ini, justru orang-orang nan merasa sehat rohani. Ironi !
Menurut Prof. Kusumanto Setyonegoro, Guru Besar Psikiatrri FK-UI, bahwa gangguan jiwa itu identik dengan penderitaan manusia (human suffering). Pasien dengan gangguan psikotik (bahasa awam gila) merupakan puncak penderitaan manusia, sehingga pasien mengalami disintegrasi (retak, pecah) kepribadiannya. Pasien tidak bisa memihak diri dan memperjuangkan nasibnya ! Lagi-lagi, mereka mendapat perlakuan nan tidak sepatutnya, seperti dipasung, ditelantarkan, tidak diobatkan apalagi dibuang. Siapa lagi pelakunya jika bukan mereka nan merasa sehat rohani.
Lalu siapa nan sebenarnya sakit rohani? Contoh paling gamblang adalah koruptor ! Apa bedanya maling dengan koruptor? Maling ada niat dan peluang. Sedangkan koruptor, ada niat, kesempatan dan kekuasaan. Jika maling adalah sakit rohani kelas teri, maka koruptor adalah sakit rohani kelas kakap sampai ikan paus. Jika pasien gangguan jiwa berat (psikosis) merusak alias mengamuk, paling-paling nan menderita paling pol orang-orang sekampung. Beda dengan koruptor, nan menderita dan menjadi korban satu negara, satu bangsa, rakyat !
Dampak sosial akibat korupsi adalah kemiskinan, anak-anak kurang gizi, jalanan rusak, akomodasi kesehatan tak memadai, alias masalah mendasar nan ada di tengah masyarakat. Jadi koruptor itu selain tidak sehat rohani juga sekaligus tidak sehat mujtama’i (sosial) ! Langkah progresif dalam penindakan korupsi dengan menerapkan biaya sosial akibat korupsi bisa dilakukan untuk mentransformasikan “Republik Korupsi” menjadi “Republik Kesejahteraan, demikian tulisan Budiman Tanurejo (2023) dalam tulisannya berjudul Republik Korupsi.
Dari semua bagian kekuasan sudah ada perwakilan koruptor. Di bagian pelaksana ada menteri, gubernur, bupati/walikota meringkuk di penjara lantaran korupsi. Di bagian kekuasaan legislatif, banyak personil DPR dan DPRD mendekam di lembaga pemasyarakatan lantaran menilap duit rakyat. Di bagian yudikatif sami mawon. Baik pengadil agung maupun pengadil konstitusi, pengadil pengadilan negeri punya perwakilan koruptor di penjara. Dari kalangan advokat, polisi, dan jaksa juga perwakilan koruptor di penjara.
Dilihat dari sisi partai politik, nyaris semua parpol, nan berbasis kepercayaan alias nasionalis, juga punya perwakilan koruptor. Dari lingkungan bumi akademis ada juga rektor nan masuk penjara lantaran makan biaya mahasiswa dan dianggap korupsi. Tentunya ada representasi pengusaha. Para nabi diutus Tuhan, dalam bahasa kesehatan, agar umatnya sehat rohani (etik, moral dan hukum) ! Jika umatnya ada nan sakit nafsani itu urusannya master jiwa ! Gitu loh.
“Anda adalah nan Anda makan, biarkan makanan menjadi obatmu dan obatmu adalah makananmu. Kesehatan sangat tergantung pada makanan nan dipilih, you are what you eat, let your food be your medicine, and your medicine be your food. Health depends chiefly on the choice of food”, demikian kata Hippocrates, Bapak Ilmu Kedokteran 460 – 370 SM).
Disadari alias tidak, diakui alias tidak, sebagai bangsa bisa jadi selama ini kita makan “sekedarnya”, jika enggan mengatakan “asal makan, asal kenyang”, tanpa pengetahuan pengetahuan, tanpa memanfaatkan pengetahuan gizi maupun lantaran argumen ekonomi. Ilmu gizi adalah pengetahuan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses di mana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerja personil dan jaringan tubuh secara normal serta produksi tenaga, demikian menurut Maimunah Hasan dalam bukunya “Al-Qur’an dan Ilmu Gizi” (2001).
Merujuk pada tulisan Deonisia Arlinta (2023), nan berjudul : “Problem Tubuh Pendek Bangsa Indonesia”. Selama satu abad sejak 1896 sampai 1996, pertumbuhan tinggi badan pada masyarakat Korea Selatan paling pesat di dunia. Bahkan, perihal itu menjadikan Korea Selatan sebagai bangsa nan paling tinggi di Asia. Dari studi nan dilakukan J Bentham dkk dan diakses pada eLifesciences.org tahun 2016 berjudul “A Century of Trends in Adult Human Height”, peningkatan tinggi badan masyarakat di Jepang nyaris mencapai 10 cm dalam rentang waktu 40 tahun dari 1965 sampai 2005. Pada 1965, tinggi badan rata-rata masyarakat laki-laki 165,9 cm. Angka itu naik menjadi 173,1 cm pada 2005.
Peningkatan tinggi badan juga terjadi pada masyarakat perempuan. Pada 1965, tercatat tinggi badan rata-rata wanita 155 cm, kemudian meningkat menjadi 160,2 cm pada 2005.
Namun, pertumbuhan tinggi badan di Indonesia tercatat stagnan. Data menunjukkan rerata tinggi badan usia dewasa dari 1985 hingga 2019 hanya bertambah 5 cm. Pada 1985, tinggi rerata masyarakat laki-laki dewasa 161,6 cm dan wanita 150,1 cm. Tinggi badan tersebut meningkat pada 2019 menjadi 166,3 cm pada laki-laki dan 154,4 cm pada perempuan.
“Di Korea Selatan, juga di Jepang dan Belanda, mencapai peningkatan tinggi badan optimal akibat konsumsi protein (kata protein berasal dari bahasa Yunani nan berfaedah pertama dalam hidup) meningkat dari masa ke masa. Hal ini didukung oleh suplai makanan nan melimpah”, ujar peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Kencana Sari.
Kondisi tersebut justru berkebalikan dengan Indonesia. Konsumsi protein hewani dan nabati sebesar satu banding tiga. Selain itu, konsumsi susu di Indonesia tetap banget rendah, ialah 16,3 kg per kapita per tahun. Sebagai perbandingan, konsumsi susu pada masyarakat di Jepang mencapai 200 kg per kapita per tahun.
Hal itu menunjukkan aspek genetik hanya berpengaruh mini pada tinggi badan seseorang. “Meski tinggi badan berkarakter keturunan, tapi dari lebih 200 gen nan terdeteksi dalam beragam penelitian genomik hanya 10 persen nan menjelaskan hubungan dengan tinggi badan”, tutur Kencana.
Peran aspek non-genetik, seperti asupan gizi, penyakit, dan lingkungan, jauh lebih besar mempengaruhi tinggi badan seseorang. Oleh lantaran itu, Indonesia semestinya bisa berpotensi mengalami peningkatan rata-rata tinggi badan pada penduduknya.
Tinggi badan masyarakat di suatu bangsa secara tak langsung bisa dipengaruhi situasi ekonomi, politik, mutu kesehatan, pendidikan, budaya, sistem ketahanan pangan nan terjadi di negara tersebut. Ketika kondisi perekonomian suatu negara sedang krisis, nomor kemiskinan condong bertambah. Tingkat inflasi pun meningkat.
Tingkat inflasi tersebut secara tidak langsung bisa juga berpengaruh pada status gizi masyarakat. Itu terjadi lantaran daya beli nan berkurang. Sementara di Indonesia beberapa kali mengalami krisis.
“Tinggi badan bisa menjadi prediktor dari kondisi kemajuan ekonomi dan lingkungan secara jangka panjang di suatu daerah”, ujar Kencana.
Sistem ketahanan pangan di Indonesia nan kurang baik juga berpengaruh terhadap kecukupan gizi masyarakat. Harga pangan di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan negara tetangga. Hal itu terutama untuk nilai pangan protein hewani, seperti daging, ayam, ataupun susu. Jenis pangan tersebut dianggap sebagai pangan nan mahal dan susah dijangkau sebagian masyarakat.
“Padahal, untuk tumbuh diperlukan konsumsi protein hewani nan memadai. Tetapi, kenyataanya, konsumsi protein pada anak di Indonesia sangat rendah dan tidak mencapai nomor kecukupan dianjurkan”, tutur Kencana.
Pada tahun 2021, konsumsi daging ayam di Indonesia sebesar 8,1 kg per kapita, sedangkan rata-rata bumi 14,9 kg per kapita. Untuk rata-rata konsumsi daging sapi di Indonesia 2,2 kg per kapita, sedangkan di bumi 6,4 kg per kapita. Asupan protein hewani banget krusial untuk mengoptimalkan tinggi badan seseorang. Asupan protein hewani kudu dipastikan tercukupi mulai dari 1.000 hari pertama kehidupan, ialah sejak bayi dikandung hingga usia 2 tahun. Kecukupan asupan protein hewani itu juga perlu diperhatikan selama masa pertumbuhan.
Seseorang tetap bisa mengalami pertumbuhan nan optimal hingga usia remaja sebelum pubertas terjadi. Adapun rata-rata masa akhir pubertas pada remaja wanita di usia 13-15 tahun. Sementara pada laki-laki di usia 15-17 tahun. Protein hewani berupa ikan, daging, dan telur kudu tersedia pada setiap porsi anak.
Pemerintah diharapkan bisa memudahkan penduduk untuk mengakses protein hewani dengan nilai nan terjangkau. Program unik pun bisa dilakukan untuk memastikan ibu mengandung dan anak bisa mendapatkan asupan protein hewani nan cukup.
Kesehatan itu berangkaian dengan sifat Tuhan Al-Rahman, Maha Kasih tanpa pilih kasih. Artinya, walaupun hamba-Nya kafir, Allah tetap kasih kepada mereka. Nikmat kesehatan, sebagai corak rahmat Allah kepada kita, tidak tergantung ketaatan kita, tidak tergantung pada ibadah kita, tidak tergantung pada kesalahan kita. Tetapi tergantung pada seberapa jauh kita mengetahui masalah-masalah kesehatan (Madjid, 2015).
Menurut dr. Zaidul Akbar (2020) dalam bukunya nan berjudul “ Jurus Sehat Rasulullah”, berpuasa merupakan suatu proses pembersihan tubuh dari beragam racun nan masuk ke dalam tubuh kita serta memberikan pengaruh antipenuaan alias antiaging. Salah satu hormon nan berkedudukan dalam proses tumbuh kembang manusia adalah hormon IGF-1. Namun pada perseorangan dewasa, hormon ini justru mempercepat proses penuaan.
Hormon IGF-1 ini bisa dihambat ketika sudah dewasa dengan mengurangi laju metabolisme tubuh melalui puasa. Berpuasa 1-2 kali dalam seminggu bisa mengaktifkan gen anti penuaan serta menurunkan akibat penyakit degeneratif. Hal ini sejalan dengan aliran dalam Islam ialah puasa sunnah Senin dan Kamis. Menurut Hiromi Shinnya, lapar itu sehat. Artinya orang nan sering lapar alias puasa adalah orang-orang sehat lantaran mereka menahan laju metabolisme tubuh mereka. Menurut penelitian nan dilakukan di College of medicine, King Saud University, Riyath ada beberapa kebenaran nan luar biasa berangkaian dengan puasa sebagai berikut:
- Puasa dapat digunakan untuk mengobati penyakit nan berasal dari kegemukan seperti aterosklerosis, hipertensi dan glukosuria melitus.
- Puasa dapat digunakan sebagai terapi bagi penderita rheumatoid arthritis
- Puasa sebagai terapi bagi penderita gastritis
- Puasa dapat memperbaiki pencernaan
- Puasa dapat memperbaiki kelenjar endokrin
- Puasa dapat memperbaiki fertilitas bagi laki-laki dan perempuan
- Puasa meningkatkan kepintaran dan daya ingat
- Puasa memperbaiki sel-sel nan sudah tua dan digantikan dengan sel-sel nan baru
Begitu banyak faedah puasa nan dikaji oleh pengetahuan kesehatan masa kini. Namun untuk mendapatkan faedah puasa tersebut kudu disertai dengan pola makan nan sehat sehingga saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan kecukupan gizi tetap tercukupi.
Pola makan sehat saat puasa adalah suatu langkah alias usaha dalam mengatur jumlah dan jenis makanan untuk mempertahankan kesehatan dan status gizi selama berpuasa dengan mengatur asupan gizi saat berbuka dan sahur. Pola makan nan tidak sehat selama puasa ramadhan seperti sering mengkonsumsi makanan siap saji, melewatkan makan sahur dan mengkonsumsi makanan dengan porsi nan berlebihan justru bakal menimbulkan gangguan kesehatan.
Pola makan saat puasa perlu disesuaikan dengan perubahan gelombang makan. Jumlah makanan saat puasa disesuaikan dengan kondisi diri. Komposisi makanan kudu seimbang, cairan kudu tercukupi, dan pemilihan jenis dan suhu minuman juga kudu sesuai sehingga kita dapat menjaga daya tahan tubuh selama berpuasa.
Selama berpuasa bakal terjadi perubahan pola makan dari tiga kali menjadi dua kali sehari. Perubahan gelombang makan ini bakal menurunkan jumlah unsur gizi nan masuk ke dalam tubuh sekitar 20-30%. Hal ini bakal menyebabkan penurunan berat badan pada seminggu pertama puasa lantaran tubuh sedang melakukan penyesuaian dengan pola makan nan baru.
Tubuh bakal tetap mempunyai daya nan cukup untuk beraktivitas saat puasa, dengan mengambil persediaan daya dari lemak nan tersimpan di bawah kulit dan dari glikogen nan tersimpan di otot dan hati. Untuk minggu-minggu berikutnya tubuh bakal beradaptasi dengan pola makan nan baru sehingga penurunan berat badan bakal melangkah lambat alias apalagi jika pola makan nan diterapkan salah justru meningkatkan berat badan.
Pola makan nan betul saat puasa kudu memenuhi norma kepercayaan dan kesehatan. Melaksanakan makan dan minum saat sahur dan menyegerakan berbuka puasa saat adzan maghrib tentunya dengan menu nan seimbang. Saat makan sahur sebaiknya tidak mengonsumsi makanan dan minuman secara berlebihan serta menu nan disajikan adalah menu makan seimbang nan mengandung nutrisi komplit nan mengandung makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Energi nan disarankan adalah sekitar 40-45% dari total kebutuhan daya sehari.
Sebaiknya pilih makanan tinggi protein, cukup lemak, dan tinggi serat untuk santap sahur. Perlu dibatasi makanan nan terlalu manis, asin, dan berlemak. Hindari konsumsi minuman manis saat sahur lantaran bakal menurunkan kadar gula darah dengan sigap sehingga sigap menimbulkan rasa lapar alias hipoglikemia. Untuk menjaga cairan dalam tubuh, dianjurkan untuk meminum sekitar tiga gelas air saat sahur.
Pengaturan minum dilakukan dengan minum 1 gelas air saat bangun tidur, kemudian 1-2 gelas air setelah makan sahur alias menjelang imsak. Minuman nan dikonsumsi saat sahur dapat berupa air putih alias susu. Hindari minuman berkafein (kopi, teh, coklat, soda, energy drink) lantaran kafein meningkatkan kehilangan cairan dan rasa haus lantaran sifat diuretiknya. Air dapat diganti dengan saribuah buah, sup rendah natrium, dan buah-buahan (semangka, melon, pepaya, dll) dan sayuran (tomat, selada, ketimun, dll).
Saat berbuka puasa, kita dapat mengikuti sunnah Rasulullah Saw dengan menyegerakan berbuka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Terus menerus manusia berada dalam kebaikan selama mereka tetap menyegerakan buka puasa” (HR Bukhari Muslim). Berbuka dengan kurma mendapatkan sunnah dan berpahala sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada dengan tamr (kurma kering), jika tidak ada, beliau meneguk beberapa teguk air” (HR Ahmad, shahih).
Daging kurma ditemukan rendah lemak dan protein tetapi kaya gula, terutama fruktosa dan glukosa dan tinggi serat sehingga mudah diserap tubuh. dengan mengkonsumsi kurma dapat segera mendapatkan glukosa untuk menormalkan gula darah nan menurun selama 13 jam berpuasa. Menu pembuka dapat berupa minuman hangat, sirup manis, teh manis, jenis kolak, kurma, serta beragam makanan jajanan.
Komposisi makanan saat berbuka puasa sebaiknya sebesar 10% makanan manis, 30% makan besar dan 10 persen makanan mini setelah sholat Maghrib, serta 10% makanan mini setelah salat tarawih. Hindari minum minuman dingin saat berbuka lantaran minuman dingin dapat menahan rasa lapar sehingga bakal mengurangi asupan unsur gizi nan sangat diperlukan tubuh untuk memulihkan stamina. Minumlah 2 gelas pada saat berbuka dan 4 gelas setelah shalat tarawih hingga menjelang tidur.
Berpuasa dengan kondisi tubuh segar dan sehat dapat dicapai dengan melakukan pengaturan nutrisi nan optimal dan manajemen waktu makan nan baik sesuai dengan usia dan kondisi tubuh masing-masing orang. Kondisi tubuh dan usia nan berbeda bakal sangat mempengaruhi kebutuhan unsur gizi saat makan sahur dan buka. Berikut ini diuraikan pedoman pengaturan makan nan sehat untuk masing-masing kondisi dan usia.
- Pengaturan Makan untuk Anak Remaja Saat Berpuasa
Anak remaja mempunyai kebutuhan nutrisi nan berbeda dengan usia dewasa. Pengaturan makan saat puasa pada anak remaja perlu disesuaikan dengan kondisi bentuk dan psikisnya. Orangtua perlu memperhatikan hidangan sahur dan berbuka nan cukup nutrisi, sehingga anak remaja tidak kehilangan asupan nan dibutuhkan selama perkembangannya. Pastikan untuk menyiapkan menu makan sahur dan buka kaya bakal protein, serat, serta kalsium dan vitamin. Kebutuhan protein anak remaja dapat dilakukan dengan memvariasikan makanan nan berbeda agar anak tidak bosan. Selain itu, perlu disediakan menu nan kaya serat setiap sahur dan berbuka dengan menyediakan buah seperti pepaya, semangka, apel, pir, serta jenis buah lain nan menjadi favorit anak. Makanan berserat menjadi asupan nan dibutuhkan untuk melancarkan sistem pencernaan untuk mencegah terjadinya sembelit. Sebagai pemenuhan kebutuhan protein, vitamin dan mineral pada anak remaja, perlu dihidangkan susu alias yoghurt saat sahur dan malam hari menjelang tidur. Ajarkan anak untuk makan dengan tenang dan teratur, perlahan serta menikmati makanan nan masuk ke pencernaan. Makan terburu-buru alias makan sebanyak-banyaknya lantaran takut lapar di tengah hari justru bikin perut sakit dan mengganggu metabolisme.
- Tips Pengaturan Makan untuk Orang Dewasa Saat Berpuasa
- Berbuka puasa dengan air putih dan mengkonsumsi makanan manis nan berasal dari buah-buahan, kurma dan lain-lain.
- Ketika berbuka dan sahur, hidangan minimal kudu ada salah satu jenis makanan nan berasal dari 4 golongan makanan seperti Makanan Pokok (beras, jagung, roti, ubi, dll), Lauk-Pauk (kacang-kacangan, tempe, tahu, ikan, ayam, susu dan hasil olahannya, dll), sayur, dan buah. Buah bisa dikonsumsi setelah shalat tarawih alias menjelang tidur.
- Batasi untuk mengkonsumsi makanan asin setiap hari ketika berbuka dan sahur.
- Hindari konsumsi makanan nan tinggi lemak baik ketika sahur maupun berbuka.
- Perbanyak konsumsi air putih 8-10 gelas dari berbuka sampai waktu sahur.
- Lakukan aktivitas bentuk nan memungkinkan. Bisa dengan olahraga ringan.
- Hindari minuman nan mengandung alkohol dan kafein
- Pengaturan Makan untuk Wanita Hamil alias Menyusui Saat Berpuasa
Dalam norma Islam ibu mengandung alias menyusui diperbolehkan tidak berpuasa lantaran argumen kesehatan baik sang ibu maupun bayinya. Ibu mengandung alias menyusui tetap bisa mengikuti puasa Ramadhan selama dia bisa dan tidak ada ancaman kesehatan bagi diri dan bayinya. Namun, ada beberapa perihal krusial nan perlu diperhatikan agar selama menjalankan ibadah puasa tetap sehat.
Saat makan sahur, pilih makanan dengan komposisi seimbang. sayuran dan buah kudu tersedia dalam menu sahur, agar proses buang air besar lancar dan tidak terjadi sembelit. Sangat disarankan untuk meminum susu saat sahur guna menambah energi. Sebaiknya menjauhi makanan pedas saat sahur. Bila ada suplemen nan kudu diminum saat sarapan, minumlah di waktu sahur. Jangan lupa perbanyak minum air putih sekitar 3-4 gelas ketika sahur.
Saat berbuka puasa sebaiknya diawali dengan makanan nan hangat dan manis. Disarankan tidak langsung makan makanan berat. Berikan jarak dengan shalat maghrib, sehingga tidak mengganggu kegunaan sistem pencernaan. Tetap sediakan menu dengan kandungan serat tinggi dari buah dan sayuran, lantaran bakal dicerna lebih lama, sehingga lambung bisa bersiap secara bertahap. Tetap jalankan pola makan 3 kali sehari selama puasa tetap dapat dilakukan dengan makan makanan ringan, misal makan roti, kue, alias makan makanan mini setelah shalat tarawih alias sekitar jam 9 malam. Perbanyaklah minum air putih saat buka puasa untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
- Pengaturan Makan untuk Orang Usia Lanjut Saat Berpuasa
Orang usia lanjut nan bakal berpuasa kudu selalu melaksanakan makan sahur. Kegiatan makan sahur sangat krusial bagi orang usia lanjut untuk mencegah terjadinya komplikasi kesehatan mulai dari tekanan darah hingga dehidrasi. Pola makan seimbang kudu tetap dijalankan saat makan sahur dan buka. Pastikan setiap makanan nan dikonsumsi orang usia lanjut saat sahur alias berbuka puasa di masak dengan benar. Tekstur makanan nan lunak dan matang sempurna baik untuk diberikan kepada orang usia lanjut saat sahur dan buka agar tidak terjadi gangguan pencernaan selama berpuasa lantaran tak lagi mempunyai gigi nan utuh sehingga mereka susah untuk mengunyah makanan.
Tambahkan susu rendah lemak saat sahur dan malam menjelang tidur untuk memenuhi kebutuhan energi, protein dan kalsium pada lansia. Konsumsi kurma alias saribuah buah tanpa gula sebagai camilan saat berbuka puasa. Kurma merupakan sumber gula, serat, karbohidrat, potasium, dan magnesium nan sangat baik bagi lansia. Selain dapat memberikan asupan daya nan cukup, kurma juga dapat mempertahankan kadar gula darah dalam kondisi normal.
- Pengaturan Makan untuk Orang Obesitas Berpuasa
Puasa di bulan Ramadhan bisa menjadi salah satu solusi untuk menurunakan berat badan pada orang obesitas. Akan tetapi, untuk dapat menurunkan berat badan selama Ramdhan perlu strategi jitu untuk mengatur pola makan. Kesalahan pengaturan makan saat puasa di bulan Ramadhan terkadang justru malah meningkatkan berat badan. Cara pengaturan makan saat Ramadhan bagi orang obesitas sebagai berikut:
- Tetap makan sahur dengan menu seimbang. Melewatkan makan sahur justru bakal meningkatkan nafsu makan saat berbuka puasa sehingga total asupan kalori dalam sehari justru meningkat.
- Pilih makanan bergizi seimbang. Saat sahur, pilih makanan nan mengenyangkan dan melancarkan saluran cerna seperti biji-bijian utuh, seperti roti gandum, beras merah, dan oatmeal, buah dan sayuran segar,sumber protein, termasuk susu, yogurt, telur, dan kacang-kacangan, serta lemak sehat, ialah kacang-kacangan dan zaitun. Saat berbuka puasa, minum lebih banyak cairan dan makanan rendah lemak nan mengandung gula alami ketika pertama kali berbuka puasa, seperti: minuman, seperti air, susu, saribuah buah, alias smoothies, kurma lantaran menyediakan gula alami untuk daya dan sumber serat untuk berat badan turun, buah-buahan, serta sup kaldu daging dengan kacang-kacangan dan makanan bertepung lainnya.
- Hindari makanan dengan tambahan gula. Terlalu banyak makanan dan minuman manis justru bakal disimpan sebagai lemak oleh tubuh. Produksi insulin tubuh bakal menurun ketika berpuasa sehingga gula tidak diolah menjadi daya dan tubuh bakal menyimpannya dalam corak lemak.
- Tetap berolahraga. Berolahraga saat puasa bakal membakar lemak tubuh lebih efektif sehingga bakal sigap menurunkan berat badan.
- Minum banyak air. Tubuh nan terhidrasi dengan baik meupakan salah satu kunci untuk menurunkan berat badan. Pastikan tubuh mendapatkan asupan cairan nan cukup saat sahur dan buka.
- Kurangi konsumsi makanan nan diolah dengan lemak. Konsumsi makanan nan diolah dengan langkah digoreng bakal meningkatkan asupan kalori sehingga dapat meningkatkan berat badan. Ganti asupan lemak denganlemak tak jenuh nan terdapat pada kacang-kacangan, sayuran, seperti bayam dan kubis,alpukat, dan
- Menjaga porsi makan saat sahur dan buka. Gunakan piring mini saat makan agar tidak makan berlebihan.
- Pengaturan Makan untuk Orang Diabetes Melitus saat Berpuasa
Orang nan menderita mempunyai penyakit glukosuria baik jenis 1 maupun jenis 2 sebelum berpuasa sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu te
rkait kondisinya apakah memungkinkan untuk menjalankan ibadah puasa. Untuk Diabetesi dengan resiko tinggi sangat dianjurkan untuk tidak berpuasa sampai gejalanya dapat terkontrol dengan baik. Diabetesi nan sudah mantap berpuasa kudu berkonsultasi dengan master dan mahir gizi sebelum berpuasa untuk menyesuaikan diet, aktifitas dan terapi nan diberikan. Diabetesi hendaknya mengukur gula darah secara rutin selama puasa. Jika kadar glukosa darah mengalami hipoglikemi (gula darah < 4.0 mmol/L alias 70 mg/dL) alias hiperglikemia (gula darah > 16.7 mmol/ L alias 300 mg/dL) alias sakit maka kudu segera membatalkan puasa dan siap menunda puasa jika hipoglikemia terjadi berulang kali. Apabila Anda sudah menyesuaikan hal-hal di atas, tips pengaturan makanan untuk Diebetesi berikut ini bakal membantu Anda puasa dengan kondusif dan nyaman:
- Selama Ramadan, Anda sebenarnya hanya memindahkan waktu makan. Sehingga usahakan untuk tetap melakukan pola 3 makan utama di tambah 1 – 2 snak (jika perlu).
- Sebaiknya berbuka dengan mengkonsumsi buah ( seperti: Kurma 2 – 3 biji, 1 buah apel, pir, alias jeruk) dan meminum air putih
- Perbanyak konsumsi makanan nan mengandung karbohidrat kompleks dan berserat tinggi seperti sayur dan buah-buahan.
- Sebelum tarawih, konsumsilah 2 – 3 buah kurma / 1 buah apel / pir / jeruk alias 1 genggam almond / kacang tanah, untuk mencegah penurunan gula darah.
- Minumlah air putih nan cukup selama waktu berbuka hingga sahur (sekitar 8 gelas / 2 liter)
- Kurangi konsumsi buah dengan indeks glikemik tinggi seperti pisang, semangka, nanas, melon, pepaya dan kiwi.
- Hindari konsumsi kue, biskuit, alias makanan manis lainnya selama puasa.
- Hindari konsumsi minuman manis, softdrink, dan berkafein (seperti teh dan kopi), terutama ketika sahur, lantaran bakal membikin Anda sigap haus dan meningkatkan resiko hiperglikemi.
- Apabila Anda menglami indikasi hipoglikemi (seperti pusing, lemas, gemetar, lapar, berkeringat, pucat dan jantung derdetak kencang), segera batalkan puasa Anda dengan mengkonsumsi 1 gelas saribuah buah / 1 gelas coca cola (non-diet) / 2 sendok madu / 2 -3 sendok gula yg dilarutkan dalam 1 gelas air untuk meningkatkan gula darah secepatnya. Setelah 10 – 15 menit, konsumsilah 1 iris roti / 1 gelas susu / 2 buah biscuit (non-krim) / 1 pangkas buah.
Halal Bihalal, Takwa dan “Forgiveness as Love”
Menurut kitab “Ensiklopedi Islam Nusantara”, Edisi Budaya (2018), berbeda dengan tradisi di negara-negara Arab nan menjadikan nan menjadikan hari raya Idul Adha sebagai seremoni paling besar dan paling meriah, di Indonesia kaum Muslimin menjadikan Idul Fitri sebagai hari raya nan paling krusial dan dirayakan dengan sangat meriah, sehingga pemerintah pun menjadikannya libur nasional dengan waktu paling lama dibandingkan hari libur lainnya.
Kaum Muslimin di Indonesia memanfaatkan panjangnya hari libur pada hari raya Idul Fitri untuk mengunjungi orang tua, kerabat dan sanak famili. Di banyak wilayah apalagi ada tradisi saling mengunjungi rumah tetangga dan teman. Selain menjaga silaturahmi, kunjungan pada hari Idul Fitri di Indonesia digunakan sebagai kesempatan untuk saling meminta maaf.
Theodore Pigeaud menyusun sebuah kamus bahasa Jawa Belanda sejak tahun 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dalam terbitan pertama kamus itu tahun 1938, sudah terdapat kata “Alalbihalal” digabung dalam satu kata dengan huruf awalan “A” dan menunjukkan makna nan mirip dengan nan ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia saat ini, serta disebutkan pula bahwa dia merupakan tradisi unik lokal. Adapun istilah legal bihalal nan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berfaedah “Maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah Puasa Ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang”.
Meskipun tidak diketahui secara pasti siapa nan menciptakan istilah legal bihalal, namun sejarah dimulainya tradisi legal bihalal secara nasional dapat dilacak sejak tahun 1948 ketika Kyai Abdul Wahab Chasbullah mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk membikin aktivitas silaturahmi para tokoh politik dengan menyebut aktivitas tersebut dengan istilah legal bihalal. Semua peneliti juga sepakat bahwa istilah dan tradisi legal bihalal adalah unik Indonesia.
Pada jaman now diingatkan agar orang itu jangan baper. Hal nan paling susah dikendalikan adalah pengendalian rasa miskin. Oleh lantaran itu orang nan takwa adalah orang nan bisa mengendalikan rasa miskin. Dengan demikian, dia suka mendermakan hartanya baik dalam keadaan lapang maupun sempit (QS Ali Imran [3] : 134-135). Maka, buat penduduk nan PDP (Pas Duwe Penghasilan), apalagi saat ini bulan Ramadhan, untuk membantu penduduk nan ODP (Ora Duwe Penghasilan), sekaligus sebagai PMA (Penanaman Modal Akhirat) !
Apabila kandas mengendalikan rasa miskin, meskipun kaya raya (hasil korupsi ?) tetap saja korupsi ! Harapannya agar bisa flexing (pamer) kekayaan & kemewahan lewat Medsos. Jadilah media antisosial ! Demikian pula nan acapkali wukuf, hendaknya juga acapkali wakaf ! Tidak cuman sibuk selfie di Jabal Rahmah, lampau diunggah di Medsos. Lupa sejarah, bahwa di Jabal Rahmah dulu tempat bertemunya kakek-nenek moyang manusia, Adam dan Hawa, setelah dipisah dihukum Tuhan dikeluarkan dari surga lantaran kandas melawan “rayuan gombal” setan ! Gagal mengendalikan rasa serakah ! Iblis hanya bisa menggoda, tapi tidak dapat memaksa manusia ! Dan, kakek-nenek moyang kita pun mengakui kesalahan, telah menzalami dirinya sendiri dan minta maaf kepada Allah !
Menurut Prof. Damardjati Supadjar, Guru Besar Filsafat UGM, “Jika mau menggapai ridha Tuhan, kudu dapat menge-nol-kan rasa duwe, lantaran sadar bahwa semuanya, termasuk diri sendiri, adalah milik Allah. Jika sudah lenyap rasa duwe bakal berperilaku demuwe (having sense of belonging). Sebagai implikasinya, ketika memandang kucing kelaparan diberinya makan; dan ketika memandang tanaman layu disiramnya”, demikian kata beliau. Oleh lantaran itu, manusia nan takwa bisa mengendalikan sifat rakus (tamak), alias dengan kata lain bisa mengendalikan otak emosinya ! Tidak rahmatan lil kantonge dewe. Tapi, rahmatan lil ‘alamin !
Substansinya, hanya kepada Tuhanlah manusia memohon (pray to God), sedangkan kepada sesama manusia memberi (to give), bukan meminta (to ask for) maupun mengambil (to take) apalagi to corrupt (suap, gratifikasi, duit semir, “hadiah Lebaran”) !
Lewat kitab suci Tuhan memberi petunjuk (QS Ali Imran [3] : 134-135) karakter orang nan takwa adalah orang nan bisa menahan rasa dongkol dan suka memberi maaf. Mengapa Allah memberi petunjuk agar kita suka memberi maaf ? Karena Allah banyak memberi maaf kepada kita, atas segala kesalahan nan kita lakukan nan tidak kita sadari. Oleh lantaran itu maafkan orang lain, bisa jadi kesalahan nan dilakukannya terhadap diri kita, tidak disadarinya. Hanya Allah-lah nan tidak pernah melakukan salah ! Oleh lantaran itu juga, kita hendaknya segara minta kepada Allah atas kesalahan nan telah kita lakukan (QS Ali Imran [3] : 134-135).
Robert Enright, dkk (1989) memberi maaf itu bertingkat-tingkat. Tingkat satu mengampuni andaikan sudah dapat membalas (revengeful forgiveness), saya dapat mengampuni jika saya membalas sebesar rasa sakit nan saya alami. Tingkat dua mengampuni dengan restitusi (restitutional/ compensational forgiveness), jika saya dapat memperoleh kembali apa nan sudah diambil dariku saya dapat memaafkan, alias hanya jika saya merasa bersalah lantaran tidak mengampuni maka saya bakal maafkan. Tingkat tiga pemaafan lantaran tuntutan lingkungan (expectational forgiveness), akhirnya saya dapat mengampuni lantaran nan lain menyuruh saya memaafkan.
Tingkat empat mengampuni lantaran tuntutan norma (lawful expectational forgiveness), saya mengampuni lantaran kepercayaan saya menyuruh saya memaafkan. Tingkat lima mengampuni untuk harmoni sosial (forgiveness as social harmony), saya mengampuni agar dapat mengembalikan hubungan baik. Tingkat enam pemaafan sebagai corak kasih sayang (forgiveness as love), saya mengampuni lantaran saya peduli tanpa syarat apa-apa. Ternyata pemaafan tingkat enam nan dapat meningkatkan derajat kesehatan lantaran tidak meningkatkan tekanan darah !
Sebagai penutup tulisan ini, walaupun Rasulullah sudah dijamin masuk surga, beliau tetap melakukan amalan-amalan keagamaan secara wara’, ialah penuh sikap hati-hati agar terhindar dari segala nan haram.
Alkisah, suatu ketika Rasulullah menjelang wafatnya, beliau mengumpulkan para sahabatnya, lampau beliau berfirman : “Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya saya merupakan nabi, pemberi nasihat dan membujuk kepada Allah atas izin-Nya. Bagi kalian, saya tidak berkekuatan seperti kerabat nan sebapak dan seibu. Maka siapa saja di antara kalian pernah akut sakiti, bangkitlah dan balaslah aku, sebelum datang kelak pada Hari Kiamat kelak”.
Mendengar perihal itu, seluruh sahabat diam, tidak berbicara sepatah kata pun. Tiga kali beliau menyampaikan perihal ini, agar mereka membalas perbuatan nan pernah beliau lakukan secara setimpal.
Tiba-tiba ‘Ukasyah berdiri dan menghampiri beliau, lampau berbicara : “Jika tidak engkau sampaikan sampai tiga kali, tentu tidak nan berani datang menghadapmu”.
‘Ukasyah kemudian menuturkan kejadian pada waktu Perang Badar, saat itu unta nan ditungganginya tiba-tiba lepas kendali sehingga mendahului unta Rasulullah. Bahkan ‘Ukasyah sampai sedikit keluar dari rombongan pasukan Muslimin. “Ketika saya turun dari untaku dan mendekat ke arah engkau, saat itulah mendadak engkau mengayunkan cemeti sehingga mengenai tubuhku. Aku tidak tahu apakah engkau bermaksud mencambukku alias untamu”, tutur ‘Ukasyah.
Maka Rasulullah pun tanggap, lampau beliau menyuruh Bilal bin Rabah untuk mengambil cemeti di rumah puterinya Fatimah. Sang puteri Fatimah pun heran untuk apa Bilal meminta cambuk, sedangkan Bilal pun tidak menjelaskan apa-apa.
Di depan masjid para sahabat dan kaum Muslimin sudah berkumpul. Sesungguhnya mereka menahan marah terhadap ‘Ukasyah. Karena dia sampai tega meminta qisash, ialah hendak menghukum Nabi Saw. dengan cambuk. Nabi pun bersikap tegas bahwa perihal itu kudu dilaksanakan agar jangan sampai menjadi masalah di Akhirat kelak. Masa depan nan suprarasional.
Sahabat Abu Bakar dan Umar berbarengan menghadang ‘Ukasyah dan minta agar merekalah nan dicambuk, bukan Nabi Saw. Bahkan semua sahabat dan kaum Muslimin nan berada di sana siap menjadi pengganti Nabi Saw. untuk dicambuk ‘Ukasyah. Namun Nabi Saw. pun tetap menjatuhkan perintah “’Ukasyah cambuklah saya , lakukanlah jika betul saya pernah melakukan salah padamu”. Maka Nabi Saw. melepaskan bajunya sehingga tampak kulit punggung dan perut beliau, lantaran ‘Ukasyah mengatakan pada waktu Perang Badar badannya tidak tertutup kain.
Tiba-tiba ‘Ukasyah melepaskan cemeti dan segera memeluk dan menciumi punggung Nabi Saw. sembari berbicara : “Aku mau memeluk engkau Rasulullah sehingga kulitku menyentuh kulitmu. Sungguh sebuah kemuliaan bagiku jika bisa melakukannya”. Air mata ‘Ukasyah pun jatuh bercucuran. Air mata kebahagiaan. Para sahabat nan tadinya resah sekarang menjadi tenang, tenggelam dalam kegembiraan dan keharuan. Happy ending.
Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul
Nucholid Umam Kurniawan, Dokter Anak, Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Dosen FK-UAD
Ida Rubaida, Ahli Gizi, Kepala Instalasi Gizi RS PKU Muhammadiyah Bantul