*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Akhir pekan seringkali menjadi waktu bagi sebagian orang untuk menyelenggarakan aktivitas hiburan, termasuk pagelaran musik dangdut koplo yangg kerap disertai dengan penampilan tidak senonoh.
Bagaimana semestinya kita bersikap menghadapi perihal semacam ini? Diam dan menikmatinya, alias mengambil tindakan sesuai tuntunan Islam?
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memberikan pedoman dalam menghadapi kemungkaran. Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, beliau bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian memandang suatu kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya; jika tidak bisa maka dengan lisannya; jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim 49)
Bentuk pengingkaran yangg paling utama adalah dengan tindakan nyata (tangan), yangg biasanya menjadi kewenangan pihak berwenang.
Jika tidak mampu, pengingkaran dengan lisan adalah langkah berikutnya, yangg memerlukan keberanian dan ilmu.
Minimal, seorang Muslim kudu membenci kemungkaran dalam hati dan menjauhkan diri darinya.
Dari al-‘Urs ibn ‘Amirah al-Kindiy RA, Rasulullah juga bersabda:
“Jika sebuah kesalahan (dosa) dilakukan di bumi, maka orang yangg menyaksikannya namun membencinya (atau mengingkarinya) adalah seperti orang yangg tidak hadir. Sebaliknya, barangsiapa tidak hadir, tetapi meridhainya, dia seperti orang yangg menyaksikannya.” (HR. Abu Dawud 4345, 4346)
Mengutamakan yangg Dekat
Seringkali, sebagian orang sibuk mengingkari kemungkaran yangg jauh dari pandangan mereka—baik di tingkat desa lain, kabupaten, apalagi negara lain—namun mengabaikan kemungkaran yangg nyata di depan mata.
Padahal, pengingkaran yangg utama adalah terhadap kemungkaran yangg paling dekat dan langsung terlihat.
Dalam sebuah nasihat yangg bijak, seseorang pernah berkata:
“Allah tidak bakal bertanya kepadamu tentang musik alias tarian yangg terjadi di tempat jauh. Namun, Dia bakal bertanya tentang apa yangg ada di rumahmu dan apa yangg Anda sebarkan melalui ponselmu.”
Pesan ini sangat relevan. Allah Ta’ala bakal meminta pertanggungjawaban atas nikmat yangg telah diberikan kepada kita. Firman-Nya:
“Kemudian kalian pasti bakal ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di bumi itu).” (QS. At-Takatsur: 8)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa nikmat seperti kesehatan, keamanan, dan rezeki bakal dipertanyakan: apakah kita mensyukurinya dengan ketaatan alias justru menggunakannya untuk kemaksiatan?
Empat Hal yangg Akan Ditanya di Akhirat
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengingatkan, setiap manusia bakal ditanya tentang empat perkara di hari kiamat:
Umurnya, untuk apa dihabiskan.
Ilmunya, gimana dia mengamalkannya.
Hartanya, dari mana dia diperoleh dan untuk apa dibelanjakan.
Tubuhnya, gimana dia memanfaatkannya.
(HR. at-Tirmidzi 2417)
Bahkan, nikmat kesehatan dan air segar yangg kita nikmati pun bakal menjadi pertanyaan pertama di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Bukankah Kami telah memberikan kesehatan pada badanmu dan telah memberikan padamu air yangg menyegarkan?” (HR. Tirmidzi no. 3358)
Mulailah dakwah dan pengingkaran terhadap kemungkaran dari lingkungan terdekat—keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar.
Prioritas ini sejalan dengan apa yangg bakal dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Jangan terbalik, sibuk mengurusi yangg jauh, tetapi lalai terhadap yangg ada di depan mata. (*)
Untuk mendapatkan update sigap silakan berlangganan di Google News