Posisi Akal dan Wahyu: antara Imam Al-Ghazali & Harun Nasution - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Dalam perjalanan sejarah pemikiran manusia, ada dua kekuatan yangg sering kali dianggap bertentangan alias saling meniadakan: logika (rasio) dan wahyu (keagamaan). Akal sebagai keahlian berpikir logis dan logis yangg dimiliki manusia, seringkali menuntun pada penelitian dan penemuan ilmiah yangg memandang bumi secara objektif. Di sisi lain, wahyu, sebagai pedoman keagamaan dan transendensi spiritual, mengajarkan nilai-nilai moral dan kebenaran yangg melampaui pemahaman logis semata.

Dalam konteks pemikiran Islam, dua tokoh krusial yangg membahas hubungan antara logika dan wahyu secara mendalam adalah Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution. Kedua-duanya menjadi seseorang yangg berpengaruh pada masanya.

Pemikiran Imam Al-Ghazali datang sebagai respons terhadap tantangan makulat Yunani pada masanya, sementara pemikiran Harun Nasution berangkaian dengan perubahan sosial dan intelektual di Indonesia pada abad ke-20. Keduanya memberikan kontribusi krusial dalam memahami hubungan antara logika dan wahyu dalam tradisi intelektual Islam.

Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali (1058-1111 M) dia adalah seorang Cendikiawan Muslim yangg sangat terkenal sehingga dijuluki sebagai “Hujjat al-islam” alias “Bukti Islam” Imam Al-Ghazali sendiri sangat menghormati logika dan meyakini bahwasanya logika manusia adalah suatu hidayah yangg sangat besar yangg diberikan  Allah Swt kepada manusia.

Imam Al-Ghazali mengutarakan sebuah pendapatnya tentang akal, bahwasanya logika kudu digunakan untuk memahami bumi dan mencari suatu kebenaran. Namun di lain sisi, Imam Al-Ghazali menganggap bahwa suatu logika manusia mempunyai suatu keterbatasan.

Baginya, logika tidak dapat mencapai sebuah pengetahuan tentang hal-hal yangg berkarakter metafisik. Sebut saja pengetahuan tentang Allah, malaikat, alias kehidupan setelah mati.

Menurut Imam Al-Ghazali, pengetahuan tersebut hanya dapat diperoleh oleh wahyu Ilahi, ialah berupa Al-Qur’an dan Sunah Nabi Muhammad Saw.

Menurut Harun Nasution

Sementara itu, Harun Nasution (1919-1998 M) adalah seorang Intelektual Muslim Indonesia yangg sangat terkenal dengan konsep-konsep pembaruan pemikiran Islamnya.

Harun Nasution sangat memberikan penekanan yangg lebih besar pada peran logika dalam memahami agama. Baginya, logika adalah suatu instrument yangg sangat krusial dalam menafsirkan wahyu Ilahi.

Harun Nasution mengemukakan pendapatnya bahwa aliran Islam kudu dipahami dan diterapkan dengan menggunakan logika yangg sehat. Dia sangat menekankan sungguh pentingnya kerasionalan dan mengkritik penafsiran literalistik yangg mengabaikan pertimbangan rasional.

Dalam pandangan Harun Nasution, logika dan wahyu sangat tidak bertentangan satu sama lain, tetapi saling melengkapi. Akal membantu manusia untuk untuk memahami wahyu dan memberi penjelasan logis atas aliran agama.

Namun, Harun Nasution juga mengakui bahwasanya logika juga mempunyai batasannya. Dimana ada beberapa perihal yangg mungkin tidak dapat dimengerti sepenuhnya oleh logika manusia. Maka dari itu, wahyu tetap menjadi sumber pengetahuan utama dalam kepercayaan Islam.

Perbedaan dan Persamaan Tentang Akal dan Wahyu

Terdapat perbedaan dan persamaan antara Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution dalam pandangan mereka tentang wahyu dan akal. Berikut ini adalah beberapa perbedaan dan persamaan keduanya:

Perbedaan antara Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution tentang wahyu:

  1. Sumber wahyu: Imam Al-Ghazali sangat meyakini bahwasanya sumber wahyu adalah Al-Qur’an dan tradisi nabi Muhammad, sedangkan menurut perspektif pandang Harun Nasution wahyu itu sebagai hasil dari hubungan manusia dengan tuhan yangg termanifestasikan dalam beberapa kepercayaan yangg berbeda.
  2. Peran wahyu dalam pengetahuan: dalam perspektif pendang Imam Al-Ghazali meyakini bahwasanya wahyu adalah satu-satunya sumber pengetahuan yangg dapat memberikan suatu pemahaman tentang hal-hal metafisik dan spiritual yangg tidak dapat dicapai oleh akal. Sedangkan dalam perspektif pandang Harun Nasution menekankan suatu peran logika dalam menafsirkan wahyu dan menggunakan kerasionalan untuk memahami agama.

Persamaan antara Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution tentang wahyu:

  1. Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution sepakat bahwasanya wahyu memliki peran krusial dalam kepercayaan islam. Kedua tokoh tersebut mengakui bahwa wahyu merupakan suatu sarana komunikasi tuhan kepada manusia dan menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan beragama.

Perbedaan antara Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution tentang akal:

Pertama, Peran akal: Imam Al-Ghazali menghargai peran logika dan meyakini logika adalah hidayah dari Allah SWT, namun dia juga menganggap bahwa logika mempunyai batasannya dan tidak dapat mencapai pengetahuan tentang hal-hal metafisik.

***

Sementara itu, Harun Nasution sangat memberikan penekanan lebih besar pada peran logika dalam memahami kepercayaan dan menafsirkan wahyu. Ia menganggap kerasionalan sebagai bagian yangg mencakup dari pemahaman agama.

Kedua, Batasan akal:  menurut Imam Al-Ghazali bahwa logika manusia mempunyai keterbatasan dalam memahami hal-hal metafisik, sedangkan Harun Nasution lebih optimis tentang kapabilitas logika manusia dan pentingnya menggunakan logika untuk memahami kepercayaan secara rasional.

Persamaan antara Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution tentang akal:

  1. Keduanya megakui nilai dan kegunaan logika dalam memahami bumi dan mencari kebenaran. Baik itu Imam Al-Ghazali maupun Harun Nasution sangat mengahargai keberadaan peran logika dalam konteks pemikiran dan agama.

Perbedaan dan persamaan kedua tokoh ini mencerminkan pendekatan yangg berbeda terhadap hubungan antara wahyu dan logika dalam pemikiran Imam Al-Ghazali dan Harun Nasution. Imam Al-Ghazali lebih menekankan pentingnya wahyu sebagai sumber pengetahuan pengetahuan, sedangkan Harun Nasution memberikan peran yangg lebih besar pada logika dalam menafsirkan wahyu.

Editor: Soleh

-->
Sumber ibtimes.id
ibtimes.id