Posbakum Aisyiyah Jatim Luruskan Arti Pendampingan: Bukan Sekadar Advokasi, tapi Memberdayakan Korban - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 23 jam yang lalu

Berita

  • by AS
  • 12 Januari 2025
  • 0 Comments
  • 1 minute read
  • 15 Views
  • 32 menit ago
Ketua Posbakum PWA Jawa Timur Nanik Widya Kusuma MH memberikan penjelasan kepada peserta training paralegal dasar. (Hervina Emzulia/KLIKMU.CO)
Ketua Posbakum PWA Jawa Timur Nanik Widya Kusuma MH memberikan penjelasan kepada peserta training paralegal dasar. (Hervina Emzulia/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Pelatihan Paralegal Dasar Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah (PWNA) Jawa Timur memasuki hari ketiga, Sabtu (11/01). Kali ini, panitia menghadirkan Posbakum Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur sebagai narasumber untuk berbagi wawasan tentang pendampingan norma bagi korban kekerasan.

Acara yangg berjalan di Namira Syariah Hotel Surabaya ini bermaksud memperkuat perlindungan norma bagi wanita dan anak.

Ketua Posbakum PWA Jawa Timur Nanik Widya Kusuma MH, yangg datang langsung sebagai narasumber, menjelaskan pentingnya pendampingan berbasis pemberdayaan.

“Pendampingan bukan sekadar advokasi, tetapi juga membangun keberdayaan korban agar bisa membikin keputusan terbaik bagi diri mereka,” ujarnya.

Widya juga menambahkan, Posbakum PWA Jawa Timur mengupayakan penyelesaian sengketa pengganti sebagai jalan keluar yangg lebih sigap dan inklusif.

Data Posbakum PWA Jawa Timur menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap wanita dan anak di Jawa Timur terus meningkat, mencakup kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi. Untuk mengatasi masalah ini, Posbakum PWA Jawa Timur menyediakan jasa konsultasi norma yangg mudah diakses melalui sistem satu pintu.

“Kami berkomitmen untuk memastikan masyarakat, khususnya golongan rentan, mendapatkan kewenangan norma dan keadilan yangg layak,” ujar Widya.

Didirikan pada 2021, Posbakum PWA Jawa Timur telah menjadi pendamping tepercaya bagi kaum marginal. Organisasi ini tidak hanya menangani kasus litigasi, tetapi juga menginisiasi penyuluhan norma di beragam komunitas.

Penutupan training diakhiri dengan penekanan pada pentingnya menjaga kerahasiaan korban dan melibatkan support psikologis dalam setiap proses pendampingan.

Pendampingan, menurut Widya, adalah seni membangun empati dan keberpihakan. Para pendamping dilatih untuk menjadi telinga, hati, dan kekuatan bagi korban dengan pendekatan egaliter yangg mengutamakan konsensus dalam setiap langkah advokasi. Layanan konsultasi cuma-cuma yangg dijangkau beragam kalangan menunjukkan komitmen besar terhadap keadilan sosial.

“Lebih dari sekadar hukum, pendampingan mengajarkan empati dan solidaritas sebagai perangkat transformasi,” tandasnya.

(Hervina Emzulia/AS)

-->
Sumber Klikmu.co
Klikmu.co