Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi
PKI adalah sejarah kelam. Praktik politik hitam yangg mengerikan. Mereka menghalalkan semua langkah untuk mendapat kekuasaan, mengintimidasi, teror, janji palsu, termasuk membunuh dan menyebar buletin hoax. Ini langkah dan strategi PKI maka jangan ditiru.
Pro kontra apakah G 30 S PKI rekayasa Orde Baru dan tentara tetap lekat di sebagian masyarakat. Menjadi bahan bincang dan obrolan yangg belum selesai. Pun dengan pembunuhan para jenderal angkatan darat yangg dianggap sebagai propaganda dan jalan mudah bagi Soeharto mencapai kekuasaan. Membolak-balik sejarah inilah salah satu hasil reformasi yangg kita banggakan.
G 30 S hanyalah sekian dari teror yangg dilakukan PKI lantaran sebelumnya mereka juga telah melakukan praktik politik hitam beberapa kali. Di Madiun, Kediri, Blitar, menjadi saksi sejarah bahwa PKI adalah partai beringas.
Meski ada ikhtiar dan upaya dari PKI untuk cuci tangan dan menempatkan diri sebagai kurban politik yangg dizalimi alias difitnah. Problem besarnya adalah kekuasaan yangg direbutkan. Intrik dan penyelundupan adalah unik style PKI yangg mematikan. Lawan dan kawan politik kerap menjadi korban.
Sejarah adalah soal rumit. Tergantung siapa yangg tulis. Siapa dapat menceritakan kejadian dengan tepat. Satu peristiwa diceritakan tiga orang berbeda hasilnya pasti tidak sama. Itulah sejarah. Tanpa mengurangi kecermatan dan objektivitasnya.
Memutar kembali movie G 30 S PKI adalah langkah preventif dan pengingat. Bahwa pada suatu etape perjalanan bangsa kita pernah ada tragedi kemanusiaan memilukan. Perebutan kekuasaan alias coup’deta yangg dilakukan PKI dengan langkah tidak sportif. Pembantaian dan menyebar hoax. Jadi sia-sia upaya mengubah apalagi menghapus sejarah.
Komunisme kembali menguat ketika kapitalisme tumbuh subur. Berselingkuh dengan penguasa. Menguasai tanah dan duit untuk segelintir orang. Bukan hanya kapital lantaran sistem pengelolaan jelek yangg hanya menguntungkan sekelompok orang apalagi etnis minoritas.
Negara kita telah dikuasai sekelompok mini yangg mempunyai kekuatan mengendalikan kebijakan negara. Menguasai hukum. Bahkan politik. Ada akumulasi kekuasaan berpusat pada sekelompok kecil.
Semua prasyarat telah terpenuhi buat tumbuhnya komunisme. Kesenjangan sosial. Kapitalisasi dan kooptasi. Harusnya ini yangg kita lawan, ini penyebab utamanya.
Zaman telah berubah. Tak terbayang duduk 3 jam menyaksikan movie G 30 S dengan gambar dan teknik jadul. Bagi saya tak kenapa semacam reuni masa SMP, tapi anak saya pasti ketawa dan tidak betah. Bukan pada prinsip politik yangg hendak kita bangun tapi konsentrasi pada gambar movie dengan lama panjang dan membosankan.
Bukan tak setuju kembali diputar. Tapi saya kawatir justru jadi bahan olok anak muda era sekarang. Bahkan jika boleh memilih, saya lebih suka lihat movie “senyap” yangg bercerita tentang family yangg jadi korban lantaran dituduh PKI lebih menarik.
Paradoksnya, PKI telah berkembang dinamis. Sementara mengerti kita tentang komunis tetap konvensional. Alias jadul. Komunisme telah beranak pinak dengan beragam jenis ideologi, salah satunya: new left (kiri baru). Komunis jenis ini lebih sadis dan lincah. Gerakan ini mengabaikan Dialektika Hegelian alias Materialisme Feurbach.
Agnotisme digandrungi anak muda dan mahasiswa. Sementara pandangan kita tentang komunis hanya tertuju pada PKI. Ah kuno… (*)