Berbagai kasus Hak Asasi Manusia (HAM) terus menjadi perbincangan nasional. Kasus-kasus ini semakin urgent untuk dibicarakan seiring dengan pergantian wajah pemerintahan baru di negeri ini.
Terpilihnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, penyelesaian beragam kasus-kasus HAM menjadi salah satu PR besar yangg krusial untuk segera dituntaskan.
Tinta Merah Penyelesaian Kasus HAM Pemerintah Jokowi
Pemerintahan Jokowi menorehkan tinta merah dalam penyelesaian kasus-kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia. Banyak kasus-kasus Hak Asasi Manusia yangg mangkrak tak tertangani oleh pemerintahan Jokowi.
Bahkan nyaris menjelang satu dasawarsa pemerintahannya, komitmen Jokowi dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM di Tanah Air tampak begitu suram. Presiden Jokowi tak banyak melakukan gebrakan kencang dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kasus-kasus HAM Berat seperti Kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998 di Jakarta, Kerusuhan Mei 1998 di lintas provinsi, Wasior 2001 dan Wamena 2023 di Papua Barat, penghilangan orang secara paksa 1997/1998, Talangsari 1989 di Lampung, kasus 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Simpang KKA di Aceh, Jambu Keupok di Aceh, Pembunuhan Dukun Santet 1998 di Jawa Barat/Jawa Timur, Rumoh Geudong 1989 di Aceh, dan Paniai 2014 di Papua sampai saat ini belum ada satupun yangg diselesaikan oleh pemerintah.
Padahal, kata Ahmad Taufan Damanik Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pihaknya sudah menyerahkan berkas mengenai 12 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat kepada pemerintah.
“12 berkas kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat yangg terjadi di masa lalu. Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan berkomitmen menyelesaikan kasus tersebut,” ucapnya dilansir dari laman Kompas.com pada (21/10).
Hal ini diperkuat oleh laporan Indeks Hak Asasi Manusia 2023 yangg dirilis oleh SETARA Institute berbareng INFID yangg menyebut, dalam sembilan tahun kepemimpinannya, Presiden Jokowi tidak banyak melakukan progresivitas dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM.
***
Survei ini juga melaporkan bahwa Indeks Kemajuan HAM menjelang akhir periode kepemimpinan Jokowi tidak bergerak signifikan. Skor 3,2 yangg ditinggalkan Jokowi di periode pertama 2019, justru kembali ditorehkan di satu tahun terakhir masa jabatannya.
Sepanjang empat tahun kepemimpinan Presiden Jokowi di periode kedua, tulis SETARA Institute dan INFID, skor tertinggi yangg sukses dicapai hanya berada pada nomor 3,3, ialah di tahun 2022, naik 0,1 dibandingkan dengan jejak di periode sebelumnya.
Namun di tahun 2023, beragam peristiwa pelanggaran HAM yangg dilakukan secara bugil oleh negara telah menempatkan skor nasional pada Indeks HAM 2023 menurun dari nomor 3,3 di tahun 2022 menjadi 3,2, ialah kembali pada capaian Indeks HAM di tahun 2019.
Terlihat tak ada pergerakan signifikan sama sekali selama nyaris satu dasawarsa pemerintahan Jokowi dalam perihal dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia.
Tugas Pemerintahan Baru: Menuntaskan Kasus-Kasus HAM yangg Mangkrak
Berbagai kasus-kasus HAM yangg mangkrak di periode masa kedudukan Presiden Jokowi kudu menjadi tugas bagi pemerintahan baru yangg saat ini duduk jejeran pemerintahan negara.
Pemerintahan nasional baru, dalam perihal ini Presiden Prabowo Subianto, diharapkan untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yangg belum terselesaikan oleh jejeran pemerintahan sebelumnya.
Presiden Prabowo kudu bisa memberikan pengarahan yangg jelas kepada jejeran Kabinet Merah-Putih agar menyusun kebijakan strategis dalam penyelesaian kasus-kasus HAM.
Melalui Menko Hukum dan Ham, Menko Politik dan Keamanan, Menteri Hak Asasi Manusia, dan Jaksa Agung, Presiden Prabowo perlu mengarahkan mereka secara baik dalam strategi penyelesaian kasus-kasus HAM.
Komitmen-komitmen ini penting, karena Indeks Hak Asasi Manusia merupakan komitmen pemerintah Indonesia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
Indeks HAM adalah langkah mudah untuk kita bisa memandang secara nyata pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) alias Sustainable Development Goals (SDGs).
Jika pemerintahan nasional baru adalah keberlanjutan dari pemerintahan sebelumnya, maka komitmen untuk menuntaskan kasus-kasus HAM di tanah air sudah sepatutnya diteruskan.
Dalam menuntaskan kasus-kasus Hak Asasi Manusia itu, tentu butuh kerjasama banyak pihak. Baik dari jejeran pemerintah itu sendiri maupun dari komponen masyarakat yangg ada, seperti dukungan-dukungan ormas keislaman, dalam perihal ini, seperti Muhammadiyah dan NU yangg sudah lama berkontribusi besar untuk bangsa ini.
Semoga dengan lahirnya pemerintahan nasional baru bisa membawa angin segar bagi beragam kasus-kasus HAM yangg telah lama tak terselesaikan di Tanah Air.
#INFID
#IBTimes.ID
#GapapaBeda
#KitaBikinInklusif
Editor: Yafaro