Penguasaan Literasi bagi Perempuan Berkemajuan
Oleh: Amalia Irfani
New media memaksa siapa saja diantara kita untuk smart, bijak dalam mengunakan dan memanfaatkan media sosial. Terkhusus bagi para ibu-ibu (perempuan pada umumnya) dalam rutinitas sehari-hari media sosial tidak hanya sebagai sarana mencari intermezo dan informasi, tetapi juga menjadi wadah aktualisasi diri. Bagaimana corak dan feedback aktualisasi diri tergantung dari pemahaman wanita dalam memanfaatkan gadget (gawai) yangg sekarang telah menjadi kebutuhan primer.
Permasalahannya adalah banyak wanita di republik ini yangg belum alias kurang memahami gimana efektivitas, sensitivitas penggunaan gadget. Mereka berselancar di media sosial, tetapi hanya sekedar mencari hiburan, tidak jarang berkeluh kesah tentang kehidupan rumah tangga, kenakalan alias prestasi anak, ada pula memposting plesiran liburan, alias selfie beragama tanpa memikirkan karena akibat dari status yangg mereka bagikan.
Namun ada pula wanita yang menjadikan media sosial sebagai media positif untuk berceramah dan mencari cuan. Yupz, tiba-tiba saja menjadi konten kreator, mempunyai banyak followers. Perempuan-perempuan ini terkategori smart dalam kehidupan sosial di bumi maya.
Urgenitas Memahami Literasi
Jauh sebelum kita menyadari sungguh pentingnya literasi, beberapa negara maju, apalagi terkategori sedang berkembang dunia telah menjadikan literasi bagian dalam pembelajaran anak di sekolah. Mereka menyadari bahwa anak usia sekolah perlu dipahamkan tentang etika bermedia sosial, seperti berkomentar di status teman, share informasi, alias yangg sederhana gimana mereka mencari tontonan penghibur diri, bermain game misalnya. Menumbuhkan kesadaran serta tanggung jawab anak menggunakan media sosial sejak awal sejatinya merupakan upaya dalam menjaga kewarasan generasi untuk mencintai dan menjaga negeri.
Sebab telah menjadi kebutuhan hidup, para orang tua adalah contoh baik bagi anak-anaknya dalam menggunakan dan memanfaatkan media sosial. Anak bakal melihat, mengikuti apa yangg dilakukan oleh orang tuanya. Ayah dan Ibu yangg sibuk dengan gadget dirumah tidak hanya meminimkan komunikasi tetapi juga mencetak generasi (baca keturunan) yangg rendah kemampuan berinteraksi dan kepedulian sosial.
Bapak sosiologi Islam Ibnu Khaldun pernah berkata bahwa pendidikan dan pengetahuan merupakan indikasi sosial yangg bakal menjadi karakter unik manusia satu dengan yangg lainnya. Ia bakal berkembang sesuai dengan tahapan berasas pengalaman dan pemahaman. Banyak membaca, menyimak dan bisa menyampaikannya kepada orang lain melalui hubungan yangg sekarang plural disebut literasi bakal menjadi identitas pembeda perseorangan satu dengan perseorangan lainnya.
George Simmel filsuf kelahiran Jerman pun beranggapan Individu sebagai bagian dari masyarakat bakal terus berkembang. Individu satu bakal melakukan hubungan dengan individu-individu lainnya lantaran karena alias dorongan tertentu. Jika kita mencermati perubahan sosial sekarang, maka hubungan sosial bumi maya lebih dominan dilakukan dibandingkan hubungan langsung face to face. Banyak diantara kita yangg merasa tidak perlu melakukan komunikasi langsung, lantaran beranggapan melalui gadget jauh lebih efektif, mudah, murah dan praktis.
Literasi Bagi Perempuan Berkemajuan
Islam memberi ruang yangg jelas dan tegas gimana harusnya wanita memposisikan diri yangg akhirnya dapat berfaedah bagi sesama. Perempuan berkemajuan dan mencerahkan adalah wanita yang berpikir dinamis, bisa memberikan kemanfaatan dengan landasan Al Qur’an dan hadits Rasulullah.
Bertolak dari memahami literasi, maka bermakna, kepintaran wanita dalam menerjemahkan pesan dan pendapat dengan tidak menerima mentah sebelum terlebih dahulu melakukan tabayun. Tabayun bakal menjadi ruang luas wanita berkemajuan belajar dan memahami. Semakin banyak belajar, menjadi modal sosial untuk mengedukasi dan memprovokasi positif sesuai dengan peran di masyarakat.
Amalia Irfani, Mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM, Divisi Penguatan Politik Perempuan LPPA PWA Kalbar