Peneliti BRIN sebut bahasa Aceh dalam Status Terancam Punah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Peneliti BRIN sebut bahasa Aceh dalam Status Terancam Punah

Banda Aceh, InfoMu.co – Peneliti Bahasa, Sosial, dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Iskandar Syahputera menyebut bahasa Aceh berada dalam status definitely endangered atau terancam punah secara pasti.

“Dari skala tingkat keterancaman bahasa 5-0 dari (UNESCO), maka saat ini status vitalitas bahasa Aceh berada pada level 3,” kata Iskandar di Banda Aceh, Rabu.

Iskandar mengatakan perihal tersebut terungkap dalam penelitiannya berjudul “Tentang Vitalitas Bahasa Aceh Kaitannya dengan Perencanaan dan Kebijakan Bahasa Daerah” pada 2024.

Ia menjelaskan status bahasa Aceh saat ini yangg berada diambang kepunahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya lantaran tidak terjadinya transmisi alias perpindahan bahasa lokal ke generasi selanjutnya.

“Banyak kita lihat saat ini ibunya orang Aceh, dan bapaknya orang Aceh, tetapi di rumah tidak lagi menggunakan bahasa Aceh alias bahasa ibunya,” katanya.

Menurut Iskandar, perihal tersebut mengakibatkan generasi muda ke depannya tidak lagi bisa berbincang dalam bahasa ibunya dan lebih jauh membikin jumlah penutur bahasa Aceh mengalami penurunan.

“Lambat laun perihal ini bakal membikin sebuah bahasa menuju kepada kepunahan,” katanya.

Tidak hanya bahasa Aceh, Iskandar juga menyebut bahwa bahasa wilayah yangg ada di Provinsi Aceh kecenderungan sedang menuju kepunahan.

Kajiannya berbareng Tim Peneliti Balai Bahasa Provinsi Aceh (BBPA) pada 2019 tentang status vitalitas (kekuatan) dari bahasa-bahasa wilayah di Aceh, menunjukkan bahwa status bahasa Gayo juga dalam tingkatan terancam punah.

Iskandar menuturkan bahwa andaikan bahasa Aceh punah, maka bakal punah pula alias tercabut akar budaya Aceh yangg penuh dengan nilai-nilai sejarah, agama, pendidikan, moral, dan etika.

“Maka akhirnya hilanglah peradaban kita,” katanya.

Dia mencontohkan, falsafah dalam bahasa Aceh “Adat bak poteumeureuhom, hukom bak syiah kuala, qanun nibak putroe phang, reusam bak laksamana” yangg kemungkinan maknanya tidak dapat dipahami lagi oleh generasi muda akibat kehilangan keahlian berkata dengan bahasa ibu.

“Berapa banyak mahasiswa Aceh yangg merupakan orang Aceh original yangg mengetahui artinya, ini belum kita masuk ke maknanya, ya. Saya percaya lebih dari 80 persen dari mereka sudah tidak lagi mengetahui artinya,” katanya.

Tidak hanya itu, lanjut Iskandar, tetap banyak kumpulan “Hadih Maja”, ialah kumpulan nasehat dalam bahasa Aceh beirisi kehidupan agama, sosial, moral, dan etika, serta karya sastra lainnya juga tidak bakal dikenali lagi ke depannya oleh generasi muda akibat kepunahan bahasa Aceh.

“Ada juga ‘Hiem’ alias pantun Aceh, Do Da ie Di (lagu alias syair dalam Aceh sebagai pengantar tidur anak), dan banyak lagi bentuk-bentuk karya sastra yangg dituturkan dalam bahasa daerah, yangg semua ini mempunyai nilai-nilai pendidikan, nasehat, moral dan etika,” katanya.

Oleh lantaran itu, dia menekankan kepada Pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah revitalisasi untuk menyelamatkan bahasa wilayah Aceh dari ancaman kepunahan melalui program-program pelestarian bahasa daerah.

“Jika langkah-langkah revitalisasi bahasa wilayah tidak segera dilakukan, maka bukan tidak mungkin status bahasa Aceh bakal menuju kepunahan alias apalagi punah,” katanya.

Dia juga membujuk peran orang tua untuk mentransmisikan bahasa wilayah Aceh kepada anaknya guna menghindari ancaman kepunahan bahasa ibu.

“Dan yangg paling krusial adalah membangun kesadaran para orang tua bakal pentingnya penggunaan bahasa wilayah di lingkungan keluarga, jika tidak mau memandang bahasa-bahasa wilayah kita punah,“ katanya. (ant)

-->
Sumber infomu.co medan
infomu.co medan