Pelecehan terhadap Nilai-Nilai Profetik - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Para penolak nilai-nilai pada umumnya sebelum menolak aliran Nabi mengawali dengan membunuh karakter Nabi.

Mereka menyematkan beragam tuduhan dan stigma buruk. Tuduhan itu ujungnya mau menghilangkan eksistensi petunjuk.

Penolakan terhadap petunjuk itu berujung pada musibah dan musibah hingga menghilangkan eksistensinya.

Stigma Penghinaan

Para Nabi ketika mendakwahkan nilai-nilai profetik tidak lepas dari stigma buruk. Stigma jelek dengan membunuh karakternya.

Kebohongan itu disebutkan dengan membalik dari karakter amanah menjadi khianat, dari karakter jujur menjadi pembohong.

Salah satu tuduhan terhadap Nabi Hud ketika membujuk kaumnya menyembah kepada Allah. Nabi Hud justru diancam kembali untuk membuktikan ucapannya.

Hal ini diabadikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

قَا لُـوْۤا اَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللّٰهَ وَحْدَهٗ وَنَذَرَ مَا كَا نَ يَعْبُدُ اٰبَآ ؤُنَا ۚ فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَاۤ اِنْ كُنْتَ مِنَ الصّٰدِقِيْنَ

“Mereka berkata, “Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yangg biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka buktikanlah ancamanmu kepada kami, jika Anda benar!”(QS. Al-A’raf: 70)

Setelah menantang kembali maka Nabi Hud distigma sebagai orang yangg kurang waras.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam Alquran:

قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖۤ اِنَّا لَــنَرٰٮكَ فِيْ سَفَاهَةٍ وَّاِنَّا لَــنَظُنُّكَ مِنَ الْـكٰذِبِيْنَ

“Pemuka-pemuka orang-orang yangg kafir dari kaumnya berkata, “Sesungguhnya kami memandang Anda betul-betul kurang waras dan kami kira Anda termasuk orang-orang yangg berdusta.”(QS. Al-A’raf: 66)

Bantahan atas tuduhan pun sudah disampaikan sebagai bukti telah tersampaikannya risalah.

Nabi Hud pun sudah menakut-nakuti dengan adanya musibah jika menolak risalah.

قَا لَ قَدْ وَقَعَ عَلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ رِجْسٌ وَّغَضَبٌ ۗ اَتُجَا دِلُوْنَنِيْ فِيْۤ اَسْمَآءٍ سَمَّيْتُمُوْهَاۤ اَنْـتُمْ وَاٰ بَآ ؤُكُمْ مَّا نَزَّلَ اللّٰهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍ ۗ فَا نْتَظِرُوْۤا اِنِّيْ مَعَكُمْ مِّنَ الْمُنْتَظِرِيْنَ

“Dia (Hud) menjawab, “Sungguh, kebencian dan kemurkaan dari Tuhan bakal menimpa kamu. Apakah Anda hendak berbantah denganku tentang nama-nama (berhala) yangg Anda dan nenek moyangmu buat sendiri, padahal Allah tidak menurunkan keterangan untuk itu? Jika demikian, tunggulah! Sesungguhnya saya pun bersamamu termasuk yangg menunggu.”(QS. Al-A’raf : 71)

Pendustaan terhadap Nabi yangg lain juga berlaku, sebagaimana yangg menimpa pada Nabi Shalih.

Mereka menakut-nakuti agar mendatangkan ancaman itu dengan menyembelih unta yangg sebelumnya mereka minta sendiri. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

فَعَقَرُوا النَّا قَةَ وَعَتَوْا عَنْ اَمْرِ رَبِّهِمْ وَ قَا لُوْا يٰصٰلِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَاۤ اِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

“Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan bertindak arogan terhadap perintah Tuhannya. Mereka berkata, “Wahai Saleh! Buktikanlah ancaman Anda kepada kami, jika betul engkau salah seorang rasul.” (QS. Al-A’raf: 77)

Pelecehan terhadap nilai-nilai profetik juga menimpa Nabi Luth. Beliau mengalami pelecehan dengan ancaman pengusiran ketika membujuk kaumnya meninggalkan perilaku seks menyimpang.

Bahkan Nabi Luth distigma sebagian manusia sok suci. Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَمَا كَا نَ جَوَا بَ قَوْمِهٖۤ اِلَّاۤ اَنْ قَا لُـوْۤا اَخْرِجُوْهُمْ مِّنْ قَرْيَتِكُمْ ۚ اِنَّهُمْ اُنَا سٌ يَّتَطَهَّرُوْنَ

“Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yangg menganggap dirinya suci.”(QS. Al-A’raf: 82)

Kaum Nabi Syuaib juga menolak risalah dengan mengusir jika tak kembali ke jalan nenek moyang.

قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ لَـنُخْرِجَنَّكَ يٰشُعَيْبُ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَاۤ اَوْ لَـتَعُوْدُنَّ فِيْ مِلَّتِنَا ۗ قَا لَ اَوَلَوْ كُنَّا كَا رِهِيْنَ

“Pemuka-pemuka yangg menyombongkan diri dari kaum Syu’aib berkata, “Wahai Syu’aib! Pasti kami usir engkau berbareng orang-orang yangg beragama dari negeri kami, selain engkau kembali kepada kepercayaan kami.” Syu’aib berkata, “Apakah (kamu bakal mengusir kami), kendatipun kami tidak suka?” (QS. Al-A’raf : 88)

Bahkan para penolak kebenaran itu menakut-nakuti pengiiut Nabi Syuaib bakal dipailitkan jika mengikuti petunjuk nabi mereka. Hal.ini dinarasikan dengan baik sebagaimana firman-Nya :

وَقَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ لَئِنِ اتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا اِنَّكُمْ اِذًا لَّخٰسِرُوْنَ

“Dan pemuka-pemuka dari kaumnya (Syu’aib) yangg kafir berbicara (kepada sesamanya), “Sesungguhnya jika Anda mengikuti Syu’aib, tentu Anda menjadi orang-orang yangg rugi.”(QS. Al-A’raf : 90)

Ujung Kehinaan

Akhir perjalanan para penentang nilai-nilai profetik itu berhujung buruk dan menistakan para penolaknya.

Kalau saat ini banyak musibah seperti gempa, longsor, gunung meletus hingga krisis ekonomi dan krisis politik, bisa jadi lantaran banyaknya perilaku yangg mirip dengan apa yangg dilakukan para nabi sebelumnya.

Perilaku elite politik yangg tiada henti melahirkan kebijakan yangg kontroversial, melahirkan kesengsaraan di tengah masyarakat. Alih-alih menyadari kesalahannya, elite politik justru memperkarakan siapa pun yangg mengkritik kebijakannya.

Koruptor yangg melenggang bebas dengan balasan berat, membikin mereka tak mempunyai rasa jera.

Krisis ekonomi politik di negeri ini bukan diselesaikan dengan merangkul beragam pihak yangg bisa diharapkan kontribusinya.

Mereka justru sibuk menciptakan kebijakan untuk menyingkirkan manusia-manusia potensial.

Para elite politik pun bukan merangkul umat Islam yangg selama ini menjadi korban. Mereka justru memperkarakan siapapun yangg mengkritik kebijakannya.

Kaum terdidik Indonesia sudah mengingatkan pentingnya mengunjungi tinggi nilai-nilai amanah dan kejujuran.

Namun yangg terjadi justru lebih ironis, di mana para pengkritik justru dicari kasusnya.

Mengkritik semata dilakukan untuk menghilangkan kasusnya dan menuntut kembali para pengkritiknya. (*)

Madinah, 10 April 2023

Penulis: Dr SLAMET MULIONO REDJOSARI, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

-->
Sumber majelistabligh.id
majelistabligh.id