Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Ramai-ramai menyoroti pegawai negara di lingkungan Kemenkeu RI, puluhan orang diduga mempunyai kekayaan nan tidak wajar. Hasil pemeriksaan tenaga kerja kepemilikan jumlah kekayaan kekayaan nan terindikasi didapat tidak wajar. Kehidupanya mewah, kendaraan nan dimiliki juga mewah-mewah, begitulah pegawai negara kita pada umumnya
Bahkan lebih parah lagi, Menkopolhukam Mahfud MD menduga, ada Rp 300 triliyun nan diduga aliran biaya mencurigakan di lingkungan kementerian nan sama. Waah luar biasa negeri ini, katanya rakyat kudu bersabar, tabah, tawakal hidup sederhana dan lain-lain. Sementara para pembantu rakyat nan semestinya melayani dan memanjakan rakyat, faktanya mereka sebaliknya jauh dari nan seharusnya. Padahal itu semua nan dimiliki pada dasarnya milik negara dari basah keringat dan pinjaman menggadaikan surat berbobot milik rakyat Indonesia.
Apa pun alasannya, tidak dibenarkan bagi para pegawai negeri sipil melampaui ketidakwajaran mempunyai kekayaan kekayaan. Bukan tidak boleh kaya raya, namun langkah untuk memdapatkannya kudu dengan nan wajar, bukan dengan langkah didapat mencuri dan merampok biaya negara atas nama sesuai regulasi. Puluhan orang pegawai Kemenkeu nan kedapatan mempunyai kekayaan banyak puluhan hingga ratusan miliyar rupiah sangat tidak masuk akal, terlebih setelah diperiksa nan berkuasa ada indikasi proses didapatnya tidak wajar.
Mereka didapat dari mana jika bukan mencuri dan merampok terstruktur dan sistematis. Hal tersebut indikasinya terlihat dengan langkah berjamaah melakukannya. Kebiasaan hidup mewah nan megah, padahal dibayar duit negara dengan batas golongan, pangkat, dan tingkat jabatan. Semua orang dapat menghitung dengan beragam pendekatan, tetap saja tidak wajar. Apalagi setelah diperiksa oleh nan berkuasa menunjukan ada aliran biaya nan mencurigakan dan patut diduga ada indikasi tindakan pidana korupsi.
Fenomena di atas nan viral dibicarakan. Sepertinya tindakan ini jauh sebelum terendus aroma busuk amis perbuatan koruptif melangkah cukup lama. Sayang seribu sayang, semestinya kejadian diatas sudah terendus dari dulu, lantaran perbuatan pencurian dan perampokan dari dalam lembaga dengan memainkan izin ini sangat mungkin melangkah cukup lama. Akhirnya saat ini terbongkar sudah, nan terendus saja jumlahnya banyak nan alirannya menyimpang apalagi nan tidak terendus, mungkin negara ini sejak dulu sudah subur dan makmur negara dan rakyatnya.
Jangan terus meminjam ke pihak luar lantaran argumen setiap tahun defisit anggaran. Keterlaluan para birokrat dan pejabat bangsa ini, hari nuranimu di mana? Rakyat jelata terus meningkat beban hidupnya makin berat. Sistem sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sistem kesehatan semua dibebankan kepada rakyat. Alih-alih subsidi ini dan itu, katanya.
Fakta demi fakta, pelanggaran dan tindak pidana korupsi beragam lembaga negara dan seluruh level tingkatan sudah sistematis dan masif perbuatan nan dilakukan, apalagi nyaris semua orang berbincang perihal ihwal perbuatan korup dianggap lumrah adanya. Itu sangat membahayakan, bukan hanya pada dirinya sendiri dan keluarga, melainkan juga bakal merusak tatanan sosial masyarakat bangsa dan negara.
Apabila tidak segera diantisipasi, minimal dikurangi dan dicegah penyebaran virus koruptif lebih ganas. Karena andaikan sudah menjadi akut bakal mematikan sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat memungkinkan bakal menenggelamkan dan hancur acak-acakan berkeping-keping, hingga lenyap dalam peta atlas dunia. Semoga itu tidak terjadi lantaran kita percaya tetap ada secercah angan kepada para ustadz dan dzuama nan berpikir keras, pandai dan tulus untuk menuntaskan cita-cita founding fathers terhadap bangsa dan negara Indonesia menjadi negara baldah thayyibah warabbun ghafur.
Saat ini kondisi negara sedang sakit parah, kondisi ekonomi dan politik kenegaraan karut marut akibat konstitusi diperkosa oleh kepentingan oligarki. Fungsi dan peran lembaga tinggi negara banyak terintervensi oleh kepentingan elit-elit bangsa nan berorientasi politis nan pragmatis. Kewenanganya kadang menyimpang dan sering menjadi media fasilitasi untuk melegitimasi tindakan nan mengenai kepentingan sesaat namun bukan tufoksi, peran dan fungsinya.
Contoh terbaru, gimana mungkin Hakim PN Jakarta Pusat memutuskan gugatan tunda pemilu dari salah satu partai politik. Tindakan tersebut inkonstitusional dan unlegitimate. Putusannya tidak dapat diterima oleh logika sehat, jika ini merupakan rekayasa by design oleh golongan segelintir orang bersikap politis nan berambisi menunda pemilu tanpa ada dasar konatitusi nan jelas dan tegas.
Banyak pelaku korup nan hanya selesai di meja hijau pengadilan. Putusannya tidak membikin jera dan jera pelaku pidana korupsi. Bahkan menurut beberapa media masa, setelah ditelusuri letak penjara para narapidana korupsi nan berlatarbelakang pejabat tinggi negara, rata-rata mereka meninggali dibalik ruji-ruji besi dalam corak ruang bilik nan layaknya bilik tempat tinggal nan dipenuhi mabelair dan nan lainnya, juga menurut info narapidana korupsi berharta| banyak melimpah dapat berjalan-jalan dapat pulang pergi ke rumah tinggal.
Lebih parah dan dahsyat, beberapa media masa menyebut narkoba dikendalikan di kembali ruji-ruji penjara dan itu paling kondusif dan strategis dalam mengatur lalulintas jaringan narkoba untuk menyebarkan ke beragam komponen masyarakat.
Jahat sekali orang-orang nan berbisnis peralatan terlarang nan haram, kehancuran terstruktur membikin dan membumihanguskan generasi anak negeri. Kondisi ini sangat mengerikan, apalagi ada ungkapan bahwa upaya narkoba sangat menggiurkan dan siapapun nan mencicipi dan mencoba upaya tersebut pasti sengat menikmati dan tidak bakal mau lepas.
Na’udzubillahi mindzalik, semoga siapapun kita terhindar dan dijauhkan dari perbuatan tersebut. Karena itu perbuatan nan mendzalimi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Balasannya sudah tak terbayangkan, boleh ceria dan senang meraup untung sebanyak-banyaknya. Bergelimang kekayaan kekayaan nan tidak ada batasnya selama didunia, namun bakal sengsara penuh buruk dan dihinakan selamanya.
Mengambil dan memanfaatkan duit negara dengan penuh rekayasa tipu daya secara sistemik, apapun alasannya tetap itu masuk kategori perampokan sistemik. Kasus terkuaknya anak pejabat dilingkungan kementrian Keuangan nan berada pada lembaga perpajakan, style hidup kegemerlapan dan hedonis. Itu hanya satu orang nan diviralkan dan dipublish, padahal sangat mungkin pelaku demikian hanya nan tertangkap dan ditangkap, sementara belum tertangkap sangat percaya kemungkinan tetap banyak.
Hanya, penegak norma di negeri seribu pesona selalu terpesona oleh kilauan permata nan gemerlapan nan meyakini dirinya bahwa kekayaan tersebut bakal membawa mencitrakan diri hebat, mewah nan megah. Siapapun nan memandang dirinya berambisi menghormati dan menghargai serta dianggap berkarisma nan terhormat. Wallahu alam. (*)
* Ace Somantri, pengajar Universitas Muhammadiyah Bandung. Anggota PWM Jawa Barat Periode 2022-2027.