Omelan Ibu - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
Omelan Ibufoto: iStock

UM Surabaya

*)Oleh: Sigit Subiantoro
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri

Seorang anak yangg tidak suka tinggal di rumah, lantaran ayah ibunya selalu ‘ngomel’, dia tak suka jika ibunya mengomelinya untuk hal-hal mini ini.

“Nak ! Kalau keluar bilik matikan kipas anginnya.”
“Matikan TV, jangan biarkan hidup tapi tak ada yangg menonton !
Simpan pena yangg jatuh ke kolong meja di tempatnya !”

Tiap hari dia kudu alim pada hal-hal ini sejak kecil, saat berbareng family di rumah.

Maka tibalah hari ini, saat dia menerima panggilan untuk wawancara kerja.

Dalam hati dia berbicara : “Begitu mendapat pekerjaan, saya bakal menyewa rumah sendiri.
Tak bakal ada lagi omelan ibu ayah,” begitu pikirnya.

Ketika hendak pergi untuk wawancara, ibunya berpesan :

“Nak ! Jawablah pertanyaan yangg diajukan tanpa ragu-ragu.
Bahkan jika engkau tidak tahu jawabannya, katakan sejujurnya dengan percaya diri….”

Ibunya memberinya duit lebih banyak dari ongkos yangg dibutuhkan untuk menghadiri wawancara.

Setiba di pusat wawancara, diperhatikannya bahwa tidak ada penjaga keamanan di gerbang.

Meskipun pintunya terbuka, gerendelnya menonjol keluar, dan bisa membikin yangg lewat pintu itu menabrak alias bajunya tersangkut grendel.

Dia geser gerendel ke posisi yangg benar, menutup pintu dan masuk menuju kantor.

Di kedua sisi jalan dia lihat tanaman kembang yangg indah.
Tapi ada air mengalir dari selang dan tak ada seorang pun di sekitar situ.
Air meluap ke jalan setapak.

Diangkatnya selang dan diletakkannya di dekat salah satu tanaman dan melanjutkan kembali langkahnya.

Tak ada seorang pun di area resepsionis.
Namun, ada petunjuk bahwa wawancara di lantai dua.

Dia perlahan menaiki tangga.

Lampu yangg dinyalakan semalam tetap menyala, padahal sudah pukul 10 pagi.

Peringatan ibunya terngiang di telinganya :

“Mengapa Anda meninggalkan ruangan tanpa mematikan lampu ?”

Dia merasa agak jengkel oleh pikiran itu, namun dia tetap mencari saklar dan mematikan lampu.

Di lantai atas di aula besar dia lihat banyak calon duduk menunggu giliran.

Melihat banyaknya pelamar, dia bertanya-tanya, apakah tetap ada kesempatan baginya untuk diterima ?

Dia pun menuju aula dengan sedikit gentar dan menginjak karpet dekat pintu bertuliskan “Selamat Datang”.

Diperhatikannya bahwa karpet itu terbalik. Spontan saja dia betulkan, meski dengan sedikit kesal.

Dilihatnya di beberapa baris di depan banyak yangg menunggu giliran, sedangkan barisan belakang kosong.

Terdengar bunyi kipas angin, dimatikanya kipas yangg tidak dimanfaatkan dan duduk di salah satu bangku yangg kosong.

Banyak laki-laki memasuki ruang wawancara dan segera pergi dari pintu lain.

Karena itu tak mungkin ada yangg bisa menebak apa yangg bakal ditanyakan dalam wawancara.

Tibalah gilirannya, dia masuk dan berdiri di hadapan pewawancara dengan agak gemetar dan pesimis.

Sesampainya di depan meja, pewawancara langsung mengambil sertifikat, dan tanpa bertanya langsung berbicara :
“Kapan Anda bisa mulai bekerja ?”

Dia terkejut dan berpikir, “apakah ini pertanyaan jebakan, alias tanda bahwa telah diterima untuk bekerja di situ ?”
Dia bingung.

Apa yangg Anda pikirkan ?” tanya sang boss lampau melanjutkan :

Kami tidak mengusulkan pertanyaan kepada siapa pun di sini.
Sebab hanya dengan mengusulkan beberapa pertanyaan, kami tak bakal dapat menilai siapa pun.

Tes kami adalah untuk menilai sikap orang tersebut.

Kami melakukan tes tertentu berasas sikap para calon.

Kami mengawasi setiap orang melalui CCTV, apa saja yangg dilakukannya ketika memandang gerendel di pintu, selang air yangg mengalir, keset “selamat datang” yangg terbalik, kipas alias lampu yangg tak perlu.

“Anda satu-satunya yangg melakukan.
Itu sebabnya kami memutuskan untuk memilih Anda !”

Hatinya terharu, dia ingat ibunya.
Dia yangg selalu merasa jengkel terhadap disiplin dan omelan ibu ayahnya.

Kini dia menyadari bahwa justru omelan dan disiplin yangg ditanamkan orang tuanyalah yangg membuatnya diterima pada perusahaan yangg diinginkannya.

Kekesalan dan kemarahannya pada ibunya seketika sirna.

“Hanya Anda satu-satunya yangg melakukan apa yangg kami harapkan dari seorang manajer, maka kami putuskan menerima Anda bekerja di sini”.

ibu ! Ma’afkan anakmu, bisiknya dalam hati penuh rasa haru dan syukur.

Dia bakal minta maaf kepada ibunya, dia bakal membujuk ibunya memandang tempat kerjanya.
Dia pulang ke rumah dengan bahagia.

Apa pun yangg orang tua katakan pada anaknya, adalah demi kebaikan anak-anak itu sendiri, untuk menyiapkan masa depan yangg baik !

“Batu karang tak bakal menjadi patung yangg bagus berbobot tinggi, jika tak dapat menahan rasa sakit saat pahat bekerja memotongnya”.

Untuk menjadi pribadi yangg indah, kita perlu menerima dan mematuhi nasihat yangg baik.

Kebiasaan baik bakal muncul dari perilaku jelek yangg dipahat dan dibuang dari diri kita.

Ibu menggendong anak di pinggangnya untuk memeluk, memberi makan dan untuk membuatnya tidur.

Tetapi ayah mengangkat anak dan mendudukkan di pundaknya, untuk membuatnya memandang bumi yangg tidak bisa dilihat anaknya.

Ayah dan ibu adalah pahlawan, yangg kasih sayangnya layaknya pembimbing yangg mendampingi anak sepanjang kehidupan.

Perlakukanlah orangtua sebaik-baiknya, agar jadi contoh dan pengarahan dari generasi ke generasi, yangg menerima estafet kehidupan.

Semoga bermanfaat.

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

-->
Sumber majelistabligh.id
majelistabligh.id