Nasihat Profetik Terhadap Perilaku Menyimpang - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

Perilaku menyimpang senantiasa terjadi dan berulang. Namun di tengah penyimpangan itu datang seseorang nan memberi nasihat profetik.

Kedatangan penasihat profetik itu untuk mengingatkan manusia kembali ke jalan nan benar. Alih-alih berterima kasih atas nasihat itu, pada umumnya mereka justru menolak dan mengusir penasihat itu.

Penduduk Madyan mengalami perilaku menyimpang nan membikin rusak tatanan masyarakat. Datanglah Nabi Syuaib untuk memberi nasihat agar kembali ke jalan nan baik.

Peringatan itu pun diabaikan dan apalagi berupaya meredam dakwah profetik itu dengan mengusirnya.

Perilaku menyimpang berkembang berasal dari penyembahan kepada selain Allah. Penyembahan kepada selain Allah menanamkan pemahaman bahwa manusia berperilaku bebas tanpa ada pertanggungjawaban.

Keyakinan itu melahirkan perilaku merusak, seperti mengganggu kewenangan orang lain, menghalalkan segala aktivitas untuk mempunyai sesuatu sehingga menghancurkan tatanan nan telah mapan. Kondisi seperti ini rawan menciptakan kekacauan dan ketimpangan sosial.

Untuk menghindari kekacauan dan ketimpangan sosial, Allah mengutus manusia guna meniti jalan profetik. Nabi Syu’aib merupakan salah satu contoh seorang Nabi nan didatangkan Allah untuk membujuk mereka kembali ke jalan nan benar.

Nabi Syu’aib menghadapi masyarakat nan menyembah selain Allah, mencuri timbangan, mengganggu kewenangan orang lain, sehingga tercipta kerusakan.

Hal ini dijelaskan Allah sebagaimana firman-Nya:

وَاِ لٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ قَدْ جَآءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ فَاَ وْفُوا الْكَيْلَ وَا لْمِيْزَا نَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّا سَ اَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَ رْضِ بَعْدَ اِصْلَا حِهَا ۗ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Dan kepada masyarakat Madyan, Kami (utus) Syu’aib, kerabat mereka sendiri. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada Tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti nan nyata dari Tuhanmu. Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan Anda merugikan orang sedikit pun. Janganlah Anda melakukan kerusakan di Bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah nan lebih baik bagimu jika Anda orang beriman.”” (QS. Al-A’raf: 85)

Allah pun menunjukkan bahwa saat itu juga berkembang perilaku menyimpang, seperti mencuri takaran bagi para penjual sehingga merugikan para pembeli.

Di tengah masyarakat itu, muncul sekelompok masyarakat nan duduk-duduk di jalan nan menciptakan ketakutan. Mereka meminta duit bagi siapa pun nan lewat.

Mereka juga menghalang-halangi orang-orang nan datang kepada Nabi Syu’aib untuk mendalami agama, serta mencap dengan stigma nan buruk.

Hal ini dinarasikan Alquran sebagaimana firman-Nya:

وَلَا تَقْعُدُوْا بِكُلِّ صِرَا طٍ تُوْعِدُوْنَ وَتَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِهٖ وَتَبْغُوْنَهَا عِوَجًا ۚ وَا ذْكُرُوْۤا اِذْ كُنْتُمْ قَلِيْلًا فَكَثَّرَكُمْ ۖ وَا نْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ
الْمُفْسِدِيْنَ

“Dan janganlah Anda duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang-orang nan beragama dari jalan Allah dan mau membelokkannya. Ingatlah ketika Anda dahulunya sedikit, lampau Allah memperbanyak jumlah kamu. Dan perhatikanlah gimana kesudahan orang-orang nan melakukan kerusakan.” (QS. Al-A’raf : 86)

Mereka duduk di jalan bukan hanya mendapatkan duit dengan langkah nan salah, tetapi juga menciptakan ketakutan. Duduk-duduk di jalan dengan menarik pajak, juga menciptakan ketakutan kepada siapa pun nan meniti jalan profetik.

Mereka nan mendatangi Nabi Syu’aib untuk mendalami kepercayaan merasa terteror dengan tindakan duduk-duduk di jalan itu.
Elite dan Kejahatan

Para pemuka masyarakat nan hidup dalam bisa menjadi tokoh utama dalam tindakan nan menciptakan situasi nan mencemaskan dan mengkhawatirkan itu. Mereka nan hidup dalam kemewahan itu berupaya untuk meredupkan sinar Nabi Syu’aib.

Puncak kejahatan para pemuka masyarakat dengan mempertontonkan kesombongan dan mau mengusir Nabi Syu’aib dan pengikutnya. Hal ini termaktub dalam Alquran sebagai berikut:

قَا لَ الْمَلَاُ الَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْا مِنْ قَوْمِهٖ لَـنُخْرِجَنَّكَ يٰشُعَيْبُ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَاۤ اَوْ لَـتَعُوْدُنَّ فِيْ مِلَّتِنَا ۗ قَا لَ اَوَلَوْ كُنَّا كَا رِهِيْنَ

“Pemuka-pemuka nan menyombongkan diri dari kaum Syu’aib berkata, “Wahai Syu’aib! Pasti kami usir engkau berbareng orang-orang nan beragama dari negeri kami, selain engkau kembali kepada kepercayaan kami.” Syu’aib berkata, “Apakah (kamu bakal mengusir kami), kendatipun kami tidak suka?” (QS. Al-A’raf : 88)

Ketika kehilangan kendali dan tidak bisa mempertahankan argumen dari dakwah Nabi Syu’aib, mereka pun menebar ancaman dan teror kepada Nabi Syu’aib.

Tindakan teror itu disasarkan kepada para pengikut Nabi Syu’aib agar kembali kepada praktik kehidupan nan biasa mereka lakukan, ialah menyembah berhala dan mencuri timbangan.

Perilaku ini dipandang sebagai perbuatan nan baik dalam menopang kehidupan selama ini. Para pemuka masyarakat itu menakut-nakuti pengikut Nabi Syu’aib untuk diusir jika menolak kepada kepada perilaku lama.

Nabi Syu’aib pun menguatkan diri dan mensugesti pengikutnya untuk memperkuat dengan kepercayaan profetiknya. Karena menyembah hanya kepada Allah, dan jujur dalam berdagang, dengan tidak mengurangi timbangan, bakal menyelamatkan diri dari kehinaan di bumi dan akhirat.

Ketika tradisi menyembah kepada selain Allah dan mencuri takaran menjadi perihal nan biasa, maka Allah mendatangkan kekacauan dan ketimpangan sosial di tengah masyarakat. Di akhir kisah di atas, Allah mendatangkan gempa untuk melenyapkan mereka dari muka bumi ini.

Kondisi masyarakat Nabi Syu’aib terpotret saat ini. Tidak sedikit manusia nan melakukan tindak kejahatan, seolah-olah melangkah begitu saja, tanpa ada pertanggungjawaban.

Mereka mengurangi kewenangan orang lain, baik melalui korupsi, dan menarik pajak. Dua perilaku ini mendatangkan kecemasan, lantaran haknya dikurangi sebagai penduduk negara.

Keuangan negara nan semestinya dipergunakan untuk kesejahteraan sosial, disalahgunakan. Demikian adanya penyalahgunaan pajak, nan tidak dipergunakan untuk membangun dan memenuhi kebutuhan sosial.

Pajak justru dipergunakan oleh sekelompok elite untuk memperkaya diri.
Perilaku nan tak jika jahatnya, sehingga menimbulkan kecemasan.

Masyarakat nan belajar dan mendalami kepercayaan dipandang sebagai masyarakat nan menyimpang. Stigma radikal alias intoleran terus disebarluaskan melalui beragam media.

Hal ini bukan hanya membikin kaum muslimin takut dan cemas, tetapi membikin masyarakat alergi dan tidak suka kepada Islam.

Allah pun membongkar kejelekan jelek mereka sehingga terungkap skenario jelek mereka, sehingga masyarakat pun mengetahui dan memandang langsung praktik-praktik kejahatan para penyembah kekayaan dan dunia.

Kekacauan dan ketimpangan sosial pun terjadi, di mana negeri ini tidak lagi konsentrasi membangun. Para elite negeri ini sibuk menutupi aib-aib mereka agar masyarakat tidak mengetahui kejahatan sistematiknya.

Namun Allah terus membuka aib-aib kejahatan mereka, sekaligus membongkar makar-makar jahat mereka nan rakus terhadap kekayaan dan kekayaan publik.

Allah mau menunjukkan bahwa para penolak jalan profetik bakal menghadapi situasi kekacauan nan bakal menghinakan kedudukan dan merendahkan derajat kehidupan mereka. (*)

Penulis: Dr. SLAMET MULIONO REDJOSARI, Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya

-->
Sumber majelistabligh.id
majelistabligh.id