Metode Bayi Tabung dalam Perspektif Bioetika Islam
Oleh: Necta Ayu Cahyanti
Perkembangan biologi modern saat ini tidak hanya terbatas pada objek kajian hewan dan tumbuhan saja tetapi sudah meluas hingga pada tingkat manusia. Beberapa persoalan yangg dialami manusia saat ini dapat diselesaikan melalui penemuan-penemuan baru dalam bagian biologi modern, salah satunya ialah masalah infertilitas (gangguan kesuburan). Infertilitas adalah keadaan dimana sepasang suami istri kesulitan untuk mendapatkan keturunan dalam jangka waktu yangg cukup lama.
Penyebab dari infertilitas ini beragam, ada yangg disebabkan oleh aspek internal seperti hormon, alias penyakit maupun aspek eksternal seperti pola hidup yangg tidak sehat. Salah satu teknologi baru yangg telah ditemukan untuk mengatasi masalah ini adalah bayi tabung (In Vitro Fertilization). Bayi tabung adalah metode reproduksi buatan dalam bagian bioteknologi modern yangg dapat membantu manusia untuk melakukan pembuahan antara sel telur dan sel sperma di luar tubuh wanita.
Prosedur yangg kudu dilalui ketika sepasang suami istri hendak mengikuti program bayi tabung ini diantaranya ialah induksi ovulasi pada sang ibu, ini bermaksud untuk menstimulasi produksi sel telur dan pelepasan sel telur dari indung telur. Selanjutnya setelah sel telur siap, folikel-folikel sel telur tersebut bakal dikeluarkan dari rahim melalui memek menggunakan jarum tipis yangg terhubung dengan perangkat penghisap ke luar tubuh sang ibu. Disamping itu dilakukan juga pengambilan sel sperma dari sang ayah, pengambilan sel sperma ini dapat dilakukan dengan dua langkah ialah melalui masturbasi alias menggunakan jarum yangg diambil dari testis sang ayah.
Tahap selanjutnya ialah pembuahan, tahap ini merupakan tahapan inti dari proses bayi tabung dimana bakal terjadi proses pembuahan (fertilisasi) antara sel telur dan sel sperma yangg dilakukan di dalam inkubator steril laboratorium. Jika pembuahan yangg dilakukan sukses maka bakal terbentuk zigot, zigot yangg sukses terbentuk ini kemudian bakal memasuki tahap terakhir dalam proses bayi tabung ialah transfer embrio. Pada tahap ini zigot alias calon embrio bakal ditransfer ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian dapat terus berkembang hingga proses kelahiran terjadi.
Pembuahan buatan yangg terjadi melalui kombinasi tangan manusia ini kemudian menimbulkan banyak pro dan kontra. Beberapa pihak beranggapan bahwa proses pembuatan manusia merupakan proses sakral dan merupakan kehendak Tuhan yangg artinya kudu terjadi secara alami. Namun, beberapa pihak lainnya beranggapan bahwa setiap manusia juga mempunyai kewenangan untuk mempunyai keturunan.
Adanya pro dan kontra ini membikin metode bayi tabung menjadi objek kajian khusus, salah satunya bioetika Islam. Bioetika Islam memandang metode bayi tabung sebagai pengganti dan bagian dari ikhtiar suami istri untuk memperoleh keturunan. Hal ini tentunya kudu sesuai dengan prinsip-prinsip yangg ada dalam bioetika Islam, diantaranya yaitu;
Pertama keadaan darurat, dalam keadaan tertentu seperti gangguan kesuburan (infertilitas) diperbolehkan bagi pasangan suami istri untuk mengikuti program bayi tabung. Ini lantaran dikhawatirkan keadaan tersebut bakal mengganggu keselarasan rumah tangga. Kedua menjaga kelestarian kehidupan, keputusan untuk mengikuti program bayi tabung tidak boleh mempunyai niat lain selain melestarikan kehidupan yangg ada ialah dengan langkah melanjutkan garis keturunan. Berlanjutnya garis keturunan ini juga bakal berpengaruh pada keberlangsungan dan keberlanjutan kepercayaan Islam itu sendiri. Ketiga ialah untuk kepentingan yangg lebih besar, artinya keputusan yangg diambil untuk mengikuti program bayi tabung juga kudu mempunyai maksud untuk kepentingan yangg lebih besar seperti keberlanjutan dan kesempurnaan suatu peradaban.
Prinsip yangg keempat ialah kesempatan keberhasilan, sebelum mengambil keputusan untuk mengikuti program bayi tabung, suami istri berbareng master kudu sudah mengetahui dan memperhitungkan kesempatan alias kemungkinan keberhasilan dari bayi tabung ini. Kelima ialah faedah dan mudharat, memilih bayi tabung sebagai ikhtiar yangg ditempuh pastinya sudah melalui tahap pertimbangan bakal manfaat, kerugian, mudharat alias kemaslahatannya. Terakhir alias prinsip yangg keenam ialah tidak adanya pilihan lain, bayi tabung dikatakan sebagai pengganti lantaran langkah alami telah dilakukan tetapi tetap belum sukses memperoleh keturunan alias beberapa kondisi medis lain yangg mengharuskan seseorang menjalani program bayi tabung.
Prinsip yangg dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan etik ini muncul sebagai hasil pemikiran dari pendekatan multidisipliner antara bioetika dan islam. Fatwa yangg dikeluarkan MUI pada 13 Juni 1979 juga dapat menjadi salah satu dasar norma penyelenggaraan program bayi tabung. Fatwa tersebut berisi bahwa bayi tabung hukumnya boleh dilakukan andaikan berasal dari sel telur dan sperma suami istri yangg sah, dan haram hukumnya andaikan dilakukan oleh pasangan bukan suami istri yangg sah lantaran termasuk perzinaan. Kemudian haram hukumnya andaikan bayi tabung dilakukan dengan metode ibu pengganti, serta dilakukan dari sperma suami yangg sudah meninggal lantaran dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan dikemudian hari seperti persoalan tentang nasab dan kewenangan waris.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa mengambil keputusan untuk mengikuti program bayi tabung diperbolehkan, tentunya dengan ketentuan-ketentuan tertentu seperti persetujuan etik tindakan medis, jujur, mempunyai niat baik, dan dilakukan sesuai hukum Islam.
Necta Ayu Cahyanti, mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.