Oleh: Agusliadi Massere*
KHITTAH.CO., – Terutama bagi umat Islam, seperti saya alias kita, sejatinya menjadikan aktivitas membaca sebagai sesuatu yangg krusial dan strategis. Perintah pertama yangg diterima oleh Rasulullah Muhammad Saw adalah iqra, yang maknanya apalagi melampaui dari sekadar membaca dalam makna tesktual. Spirit membaca dalam makna luas dan mendalam inilah yangg sesungguhnya mengantarkan umat Islam mencapai kejayaan peradabannya selama beberapa abad.
Di era kontemporer hari ini pun, rupanya seorang Rhenald Kasali pernah menegaskan sebagai corak responsnya terhadap situasi kehidupan. Pada intinya, Rhenald menegaskan—terutama dalam konteks era disrupsi—tidak cukup dengan motivasi, dibutuhkan keahlian membaca dua hal. Dua perihal yangg dimaksud pada intinya, kita sedang di mana dan mau ke mana.
Pembacaan kita pun terkadang tetap banyak di antaranya yangg berkarakter superfisial sehingga pengetahuan yangg diperoleh darinya pun berkarakter pengetahuan superfisial. Selain itu, sering kali berkarakter material, duniawi, serba modern, dan berkarakter rasional-empiris semata. Sehingga ketika membaca yangg diharapkan terhadap sesuatu yangg dimaknai algoritma, maka kecendrungan kita pada algoritma sebagai sesuatu yangg telah membikin teknologi info dan komunikasi, serta teknologi digital lainnya semakin berkembang pesat.
Lebih jauh dari itu—dan tetap bisa dimaknai sangat terbatas—makna algoritma yangg dipahami tetap sebatas seperti yangg diungkap Yuval Noah Harari. nan pada substansinya, Harari menegaskan ada juga proses algoritma dalam diri manusia yangg berbeda dengan apa yangg terjadi dalam teknologi.
Ditegaskan oleh Harari “Algoritma yangg mengendalikan mesin-mesin penjual [ini sebagai contoh saja] bekerja dengan gir-gir mekanik dan sirkuit elektrik. Algoritma yangg mengendalikan manusia bekerja dengan sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan pikiran-pikiran”. Memperhatikan makna algoritma yangg disodorkan oleh Harari, saya membacanya tetap sangat terbatas, sebatas pada dimensi kemanusiaan—termasuk dalam dimensi kebinatangan—dan duniawi semata.
Sebagai umat berakidah yangg meyakini adanya Allah, sejatinya pemahaman algoritmanya bukan hanya dalam konteks teknologi, binatang, dan manusia semata yangg berada dalam lingkup duniawi. Sesungguhnya ada Algoritma Allah yangg melampaui semua yangg ada, dan semestinya krusial kita membacanya pula agar bisa menjalankan kegunaan kekhalifaan sekaligus sebagai hamba Allah dengan angan predikat yangg dilekatkan dan potensial dalam diri manusia itu sebagai hidayah langsung dari Allah bisa dicapai, ialah manusia sebagai makhluk yangg paling mulia.
Algoritma Allah tentu saja melampaui dari apa yangg pernah saya pelajari sebagai mahasiswa selama tiga semester di kampus Universitas Hasanuddin melalui program danasiwa D3 Teknik Komputer Jaringan (TKJ), yangg pada intinya menyusun langkah metodis dengan rumus—salah satunya—logika “jika” dan “maka”. Jika begini maka begitu, bahasa sebagai langkah metodis ini, digunakan untuk menyusun langkah operasional yangg jeli dan sigap dalam menarik suatu konklusi dari beragam variabel dan probabilitas yangg ada di dalamnya dan/atau di-input ke dalamnya.
Algoritma Allah pun dipastikan melampaui dari algoritma yangg ditemukan dan dirumuskan oleh Al-Khawarizmi. Bahkan, saya dan mungkin kita semua sepakat bahwa Al-Khawarizmi yangg nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi pun menjadi penemu algoritma lantaran dirinya berproses menjalani kehidupan positif, produktif, dan konstruktif yangg sesuai dengan Algoritma Allah, sehingga Allah pun menganugerahi dan mengilhami ke dalam dirinya untuk mempunyai kepintaran luar biasa, ketajaman pikiran, dan kesucian mata jiwa sehingga bisa menjadi penemu algoritma.
Algoritma Allah itu meliputi alam semesta ini dan termasuk segala apa yangg ada di dalamnya, apalagi yangg berada di luarnya. Algoritma Allah pun diturunkan oleh Allah jauh sebelum peristiwa kosmik terjadi sebagaimana apa yangg dikenal dalam keilmuan kontemporer dan menjadi pedoman teori big bang sampai pada masa yangg bakal datang, yangg tak seorang manusia pun yangg bisa memperkirakannya berapa miliar tahun ke depan. nan pasti melewati beragam alam termasuk alam kubur dan mungkin akhirnya kita masing-masing ada yangg ditempatkan di surga ada pula di neraka.
Dalam pandangan sederhana saya, Algoritma Allah itu mengendalikan sunnatullah alias norma alam, law of attraction (hukum tarik-menarik), substansi the secret Rhonda Byrne, kekuatan pikiran, kekuatan perasaan, gelombang elektromagnetik manusia, ibadah manusia, doa, amalan, kebaikan, kebiasaan, ketekunan, permohonan maaf manusia, DNA alias gen manusia, sikap dan tindakan mengampuni dan meminta maaf, komitmen, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, ketulusan, keikhlasan, cinta, benci, amarah, kerakusan, sikap dan tindakan jelek dan destruktif, ketekunan membaca dan belajar, kemalasan belajar dan membaca, kesabaran dalam menghadapi cobaan, ketidaksabaran dalam menghadapi cobaan, syukur, dan tetap banyak perihal lainnya. Algoritma Allah yangg saya ungkap ini terkesan tetap lebih konsentrasi pada sesuatu yangg bergesekan secara langsung dan tidak langsung terhadap manusia.
Keterbatasan pengetahuan manusia, termasuk diri saya, tentunya tidak bisa mengungkap secara keseluruhan gambaran Algoritma Allah. Apa lagi yangg mengendalikan alam semesta dalam makna di luar diri manusia, seperti atom, norma dan proses biologis, norma dan proses kimiawi, norma dan proses fisika, termasuk segala perihal yangg memengarahui kejadian yangg diistilahkan dengan big bang.
Semua yangg terungkap di atas, itu saling membangun relasi keterkaitan antara satu dengan yangg lainnya yangg memengaruhi sampai pada lahirnya takdir manusia dan alam semesta. Namun, jangan disimpulkan bahwa Allah tunduk pada semua perihal itu, justru sebaliknya semuanya itu yangg tunduk pada kehendak dan kekuasaan Allah. Karena, itu adalah Algoritma Allah. Bahkan, atas Hak Prerogatif Allah, Allah bisa memutuskan dan membentuk takdir baru dan lain, tanpa melewati alias mengikuti norma algoritma-Nya sendiri.
Jadi manusia, alam semesta, apalagi alam yangg berada di luar pengetahuan manusia, seperti gimana alam kubur, padang Mahsyar (tempat berkumpulnya seluruh manusia setelah dibangkitkan oleh Allah), surga, dan neraka, sebenarnya itu berada dan beraksi berasas Algoritma Allah dan/atau Hak Prerogatif Allah, yangg mungkin lebih tepatnya disebut rido Allah. Jadi tidak ada yangg luput alias terlewatkan dalam kendali Kekuasaan Allah.
Ketika ada manusia, dalam menjalani hidup dan kehidupannya di bumi hanya konsentrasi pada norma kausalitas alias sebab-akibat semata, kemudian hanya konsentrasi pada ikhtiar, kerja keras, kerja cerdas, tanpa mengenal kerja ikhlas, dan berorientasi duniawi semata, itu juga ada benarnya dan tetap ada yangg bisa memberikan hasil. Karena, Allah sudah menurunkan dan menciptakan AlgoritmaNya di alam semesta, di bumi dan pada diri manusia. Apa lagi, Allah telah memberikan kebebasan pada manusia, termasuk untuk mengikuti jalan kebaikan alias sebaliknya jalan keburukan.
Namun, kita yangg mempunyai kesadaran ilahiah, apalagi memahami tentang adanya Algoritma Allah, tidak konsentrasi pada norma sebab-akibat semata. Kita senantiasa menunggu rido, Kasih Sayang, dan Kekuasaan Allah.
Kesadaran ilahiah dan pemahaman atas Algoritma Allah, tidak membikin kita untuk hanya konsentrasi pada kekuatan afirmasi positif, berpikir positif, berperasaan positif, dan norma tarik-menarik yangg oleh banyak master melalui riset dan pembuktian ilmiahnya diakui efeknya sangat dahsyat. Selain itu, sebagai orang yangg beragama tetap mengandalkan doa, menyadari pentingnya sedekah, rasa syukur, dan tetap banyak perihal lainnya, tanpa selain kerja ikhlas. Jadi bukan semata mengandalkan kerja keras, dan kerja cerdas.
Ketika hidup ini penuh dengan rahasia, dan sesungguhnya kita tidak bisa menebak secara tepat ujung dari takdir hidup kita, maka dengan memahami Algoritma Allah, kita pun bakal senantiasa mengukur, memilah, dan memilih sikap dan tindakan yangg tepat. Kita bakal senantiasa selain berorientasi duniawi juga mengingat kehidupan akhirat.
Saya pun berani mengatakan dan menyimpulkan bahwa para koruptor, pejabat negara yangg melupakan sumpah dan janji jabatannya, para pelanggar konstitusi dan perusak norma dengan nafsu kekuasaannya, bukan hanya sebagai orang-orang yangg kurang memahami substansi dan norma positif yangg ada di negaranya, tetapi termasuk pula mereka adalah sosok yangg hatinya buta alias telah dibutakan dari kesadaran ilahiah dan Algoritma Allah.
Hidup, sejatinya bukan hanya untuk bumi dan kesuksesan material semata. Kita pun memerlukan hidup yangg sukses, bahagia, dan mulia terutama dalam pandangan Allah. Kita mau hidup berada di sisi yangg terbaik di alambaka kelak. nan tentunya ini bisa terwujud ketika kita merefleksikan dan mengkristalisasikan kegunaan kekhalifaan dan kehambaan sekaligus. Jangan menjalani kehidupan yangg seakan lupa alias apalagi sama sekali tidak mengenal Allah.
Untuk tujuan dan angan terakhir di atas, itu bisa tercapai jika kita bisa memahami dan menyadari tentang Algoritmat Allah. Dan yangg pasti manusia yangg memahami dan menyadari Algoritma Allah, hidup yangg dijalani tidak semata mengikuti pada norma Algoritmik Harari, yangg berfokus dan dikendalikan semata-mata oleh sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan pikiran-pikiran.
Mereka (baca: yangg mempunyai kesadaran ilahian dan Algoritma Allah) mempunyai kesadaran yangg melampaui dari semua itu. Mereka konsentrasi pada pengharapan pada Rido, Kasih-Sayang, dan Kekuasaan Allah. Hal ini pun sekaligus menjadi modal pengendalian diri untuk tidak melakukan tindakan negatif dan destruktif, apa lagi yangg paling sangat jelek seperti korupsi.
Algoritma Allah tentunya mempunyai keluasan dan kedalaman yangg tidak bisa sepenuhnya dijangkau oleh keahlian manusia yangg tetap sangat terbatas. Oleh lantaran itu, tulisan ini pun hanya pengantar sikap mengenai ulasan yangg membahas tentang Algoritma Allah.
Sumber gambar: binus.ac.id
*Pemilik Pustaka “Cahaya Inspirasi”, Wakil Ketua MPI PD. Muhammadiyah Bantaeng, dan Pegiat Literasi Digital & Kebangsaan.
Post Views: 24