Memaknai Ramadan sebagai Bulan Berkah - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Oleh: Budi Winarto*

KHITTAH. CO – Pada sepuluh hari pertama bulan Ramadan ini adalah hari-hari penuh berkah. Allah Swt membuka keberkahan melalui beragam pintu dengan langkah yangg berbeda. Tak ayal umat muslim banyak mendapatkan berkah itu dengan versinya masing-masing.

Ada yangg hatinya tergugah untuk melaksanakan ibadah wajib alias salat lima waktu yangg mungkin selama ini belum bisa dikerjakan secara konsisten. Ada yangg tekun tadarus, memperbanyak salat sunah, dan aktivitas lain yangg hari-hari biasa susah dilakukan.

Ada pula yangg terbiasa duduk di warung kopi, sekarang sering duduk di majelis ta’lim. Tidak hanya itu, family yangg berupaya mengais rezeki dengan langkah berdagang, Allah Swt pun mendekatkan pembeli kepada mereka melalui ngabuburit, dan lain-lain. Jadi, sungguh luar biasa rahmat Allah itu bukan? Apa pun corak dan caranya, jika Allah sudah kun maka bakal fayakun.

Kita sebagai hamba yangg bisa meng-iqra atas setiap peristiwa, pada hari penuh rahmat ini, kita kudu bisa melakukan kebaikan dan menjaganya secara konsistensi. Apa lagi pahala yangg berlipat dobel sebagai jawaban tentu bakal bisa menyemangati diri untuk tidak putus melakukan kebaikan sesuai dengan keahlian kita.

Suatu tindakan kebaikan itu mudah memulai tetapi susah mempertahankan. Istikamah itu lebih berat dari sekadar menjalankan. Maka tidak ada kekuatan yangg bisa mengistikamahkan suatu kebaikan, selain kuatnya angan dan niat yangg mengiringi.

Untuk istikamah di jalan kabaikan tentu tidaklah mudah. Godaannya pastilah banyak. Tetapi, bukan berfaedah tidak ada langkah bagi kita yangg mau terus menjaga niat dan upaya tersebut. Ada langkah sederhana yangg bisa dilakukan, misalnya dengan melakukan tindakan kebaikan mulai dari yangg terkecil. Kumpulan kebaikan terkecil yangg kita lakukan itu memang perlu proses agar terlihat dan nampak. Ketika kita bisa menjaganya, kebaikan terkecil itu bakal menjadi bekal daya untuk melakukan kebaikan yangg besar dan lebih besar lagi.

Mengapa kudu dengan kebaikan kecil? Memulai dengan kebaikan mini bakal melonggarkan pikiran dan tenaga. Artinya, dengan kebaikan mini yangg dilakukan, kita tidak merasa bahwa perbuatan kebaikan itu sudah dilakukan. Mindset dan budaya seperti ini krusial dibangun pada diri kita. Ketika kita sudah terbiasa dengan melupakan dan tidak merasa, bahwa kita sudah melakukan kebaikan, itu bakal menjadi cikal kebaikan yangg bisa menjelma menjadi bola salju. Menggelinding dan terus menggulung kebaikan-kebaikan lain untuk akhirnya menjadi besar.

Selain melakukan kebaikan kecil, untuk menjaga keistikamahan di jalan kebaikan, kita juga bisa menjaga makanan yangg kita konsumsi. Makanan itu berpengaruh terhadap ruhani, berakibat pada jasmani dalam menjaga perilaku diri. Oleh karenanya, apa yangg kita makan kudu bersih dan sehat. Halal serta thayyib.

Surah Al-Baqarah ayat 168 menjelaskan, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yangg legal dan baik yangg terdapat di bumi, dan janganlah Anda mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yangg nyata bagimu.”

Dari makna yangg terkandung di dalam ayat tersebut di atas, kita bisa memahami, bahwa orang yangg menyantap makanan dari yangg tidak legal itu berfaedah mengikuti langkah setan. Allah Swt menciptakan setan unsurnya dari api. Dan, api mempunyai sifat panas dan membakar. Oleh lantaran itulah, seseorang yangg makan makanan tidak legal serta thayyib hidupnya berakibat dan tidak tenang.

Hal ini pun, lanjut dipertegas dengan ayat berikutnya yangg mempunyai arti, “Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh Anda agar melakukan jahat dan keji, dan mengatakan apa yangg tidak Anda ketahui tentang Allah,” Surah Al-Baqarah ayat 169.

Halal sendiri mempunyai makna sesuatu yangg diperbolehkan alias diizinkan oleh hukum Islam. Makanan, minuman, tindakan alias transaksi yangg dikategorikan legal kudu memenuhi persyaratan tertentu dalam Islam dan tidak melanggar ketentuan agama.

Sedangkan makna thayyib berasal dari bahasa Arab yangg berfaedah baik, bersih, dan berbobot tinggi. Konsep thayyib menekankan pentingnya mempertahankan kualitas dan integritas dalam memilih dan mengonsumsi produk, termasuk aspek kebersihan, kesehatan, dan kebaikan moral yangg mengenai dengan produk alias makanan

Sebenarnya konteks halalan thayyiban ini bukan hanya bertindak untuk makanan yangg kita konsumsi. Melainkan, semua lini aktivitas kebaikan harusnya mengenai dengan legal dan thayyib. Pada saat kita menjalankan rukun Islam misalnya, maka dari syahadat yangg kita ikrarkan, salat yangg kita kerjakan, amal yangg kita keluarkan, puasa yangg kita tunaikan, apalagi haji yangg dikerjakan kudu mengandung unsur syaratnya dan baik dalam melaksanakannya. Artinya, semua pekerjaan yangg kita mengikrarkan dan menunaikannya itu kudu betul-betul keluar dari ruhani dan jasmani kita. Sehingga, aktivitasnya bisa legal serta thayyib, bukan sekadarnya, apa lagi menuruti hawa nafsu.

Implementasi pada rukun Islam tersebut, tentu bakal menjalar pada empat pilar yangg kelak di yaumil akhir kudu kita pertanggungjawabkan. Di antara empat perihal yangg nantinya dimintai pertanggungjawaban adalah amal, waktu, harta, dan ilmu.

Terkait kebaikan dan perbuatan kita selama hidup di bumi tentu bakal ada pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Amal baik bakal dibalas pahala sedangkan kebaikan jelek bakal diganjar siksa. Kemudian mengenai waktu dan kesempatan yangg kita miliki kelak juga bakal ada pertanggungjawabannya. Apakah kita bisa memanfaatkan waktu dengan bijak untuk menunaikan ibadah dalam makna luas alias sebaliknya mengisinya dengan kemaksiatan dan melanggar hukum yangg diperintahkan.

Harta pun demikian. Khusus untuk masalah kekayaan bakal ada dua pertanyaan dalam mempertanggungjawabkannya. Diperoleh dari mana kekayaan itu dan diperuntukkan untuk apa. Sedangkan terakhir mengenai ilmu, apakah pengetahuan yangg kita miliki berfaedah bagi diri sendiri dan/atau orang lain alias sebaliknya digunakan untuk hal-hal yangg tidak selaras dengan aliran agama.

Oleh lantaran itu,  mari kita maksimalkan rahmat Allah pada sepuluh hari pertama ini dengan menjaga ibadah dan makanan secara halalan thayyiban. Dan, mudah-mudahan dengan ikhtiar yangg tulus dalam hati, kita bakal menemukan keberkahan pada bulan Ramadan ini. Aamiin.

Wallahu A’lam Bishawab

*Penulis kelahiran Malang yangg tinggal di Mojokerto

Post Views: 15

-->
Sumber khittah.co
khittah.co