JAKARTA, Suara Muhammadiyah — Ketua Porgram Doktor Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Prof Abdul Mu’ti menegaskan peran masjid sangat krusial dalam membangun peradaban terutama sebagai pusat pendidikan.
“Sahabat-sahabat Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat bukan hanya untuk beragama tapi juga untuk syiar pengetahuan.,” ujar Abdul Mu’ti nan juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah dalam sambutan seminar internasional Masjid as a Center of Islamic Education nan diselenggarakan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (15.03.2022).
Abdul Mu’ti berambisi seminar ini dapat memberikan beragam perspektif mengenai peran masjid sebagai pusat pendidikan Islam seiring dengan beragamnya latar belakang para pembicara.
Sebagai keynote speakar datang Dr (HC) H. Jusuf Kalla nan juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia.
“Zaman terus berkembang, jika dulu masjid-masjid nan menciptakan madrasah, sekolah dan universitas, seperti Al Azhar di Mesir, sekarang justru kampus-kampus nan membangun masjid di dalamnya,” ujar Jusuf Kalla.
Jusuf kalla menambahkan bahwa masjid kudu terus memainkan perannya sebagai syiar pengetahan namun kudu variatif jangan hanya membahas satu bagian pengetahuan saja namun juga beragam bagian pengetahuan lainnya dan juga kudu bisa memikat generasi-generasi muda agar aktif di dalamnya.
“Empat puluh persen bahan kajian di masjid hendaknya diisi dengan beragam perihal nan menyangkut dengan muamallah alias hubungan antar manusia, sehngga kita bisa memandang ketertinggalan umat Islam di aspek apa saja terutama ketahanan ekonominya,” ujar Jusuf Kalla.
Dr. Kareem Hussein, mantan diplomat Mesir di Nigeria dan Indonesia, nan juga menjadi pembicara menambahkan bahwa Nabi Muhammadiyah SAW pernah menerima tamu Kristiani dari Yaman di masjid dan juga menggunakan masjid sebagai tempat untuk menyelesaikan beragam perselisihan di tengah masyarakat.
“Demikian juga dengan Al Azhar di Mesir menjadi perantara perbincangan antara penguasa dengan rakyat dan pada saat pendddukan Prancis juga menjadi tempat perlawanan lantaran itu kita tidak bisa memisahkannya dari politik. Al Azhar menjadi tempat perbincangan kemerdekaan Palestina dan Indonesia, dan atas hubungan nan baik antara ustadz Mesir dan Indonesia, Mesir juga menjadi juga menjadi negara pertama nan mengakui kemerdekaan Indonesia,” ujar Karim.
Ia menambahkan dengan berdirinya madrasah lampau universitas, Al Azhar sekarang mempunyai 56.000 mahasiswa dari lebih dari seratus negara.
Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam RI Prof Komaruddin Amin menjelaskan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai masjid sebagai pusat pendidikan Islam dan moderasi beragama.
“Ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menjadi infrstruktur sosial nan tidak tergoyahkan dalam moderasi beragama. Sementara di dalam gedung ormas-ormas itu terdapat masjid dan musholla adalah sumber literasi keagaamaan nan sangat esensial dalam kehidupan berakidah lantaran jumlahnya nan cukup signifikan. Karena itu pemerintah memberikan afirmasi dan intervensi kepada masjid untuk meningkatkan kualitas kehidupan berakidah di Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu pemimpin di Islamic Center New York dan dirketur Jamaica Muslim Center Dr. Imam Syamsi Ali mnengatakan ada kekeliruan di tengah masyarakat nan memahami kepercayaan secara parsial, tidak secara paripurna. Karena itu masjid pun kudu dipahami secara totalitas, lantaran masjid bukan hnya menjadi pusat pendidikan taoi juga pusat kehidupan nan sesungguhnya.
“Karena itulah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, nan beliau lakukan pertama kali adalah membangun masjid sebagai simbol dimulainya kehidupan kolektif dan komunal. Dari masjid dibangunlah peradaban dan beragam lini kehidupan,” ujar Syamsi Ali.
Dr. Mohammad Jazir sebagai penggerak utama Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, menggaris bawahi masjid sebagai baitullah nan secara 24 jam kudu siap menerima siapapun nan mau singgah untuk menghadap Allah SWT. Fungsi nan kedua masjid sebagai baitulmall ialah menghimpun kekayaan amal dari ummat.
“Karena infaq dan amal tidak boleh digunakan untuk memelihara gedung masjid Jogokariyan, jadi 100% untuk membangun kesejahteraan rakyat dalam corak sembako, keehatan dan pendidikan bagi penduduk radius dakwah masjid. Sedangkan untuk operasional masjid kami dapati dari badan upaya milik masjid nan sudah kami rintis,” ujarnya.
Ia menambahkan kegunaan ketiga dari masjid adalah baituttarbiyah alias pusat pendidikan.
“Institusi pendidikan di dalam masjid kudu bisa mendidik calon-calon pemimpin rakyat dan bangsa. Mereka kudu dapat meraih lima sukses: sukses studi, sukses ekonomi, sukses organisasi, sukses sosial dan sukses ukhrowi,” ujarnya.
Pembicara-pembicara lainnya di antaranya Prof. Mohd Asri bin Zainul Abidin, Mufti Perlis Malaysia, Prof Abolfazl Khoshmanesh dari Universitas Teheran, Ir. Kusnadi Ihwani Taknir Masjid Al Falah Sragen dan M. Arief Rosyid Hasan dari Masjid Sunda Kelapa. (HA)