SALAH satu peran krusial nan dibutuhkan manusia adalah bisa beradaptasi dengan perubahan. Terlebih di era serba digital seperti sekarang nan sangat dipengaruhi cepatnya arus info dan komunikasi.
Perubahan nan sigap itu tidak bisa dibendung dan masuk ke semua sendi-sendi kehidupan. Hingga pada gilirannya kudu mengubah perilaku dan kebiasaan manusia. Mereka nan tidak dapat beradaptasi bukan tak mungkin bakal tergilas oleh roda putaran zaman.
Perkembangan teknologi nan pesat agaknya menjadi tolok ukur perubahan itu. Dulu, orang menggunakan smartphone nan kebanyakan digunakan hanya sebatas untuk mengirim pesan singkat dan untuk menelepon. Namun kini, keberadaan smartphone bukan hanya sekadar sebagai perangkat komunikasi, tapi juga dapat diartikan sebagai asisten pribadi nan multifungsi.
Di era digital kita mengenal istilah intelligence system. Dalam makna info dihargai atas ketepatan waktu, relevansinya, perincian dan keakuratannya. Intelligence system juga dapat disebut dengan info aktif. Panduan-panduan info sangatlah penting. Referensi info nan dibutuhkan juga dapat ditemukan sangat mudah.
Baca juga: Kehinaan Ketika Menolak Ajakan Bertauhid
Pakar statistik Kresnayana Yahya menyebut ada tiga istilah krusial nan kudu dipahami, pertama, unlearn. Dalam istilah tersebut kita kudu bisa secara pandai menanggapi perubahan. Dengan kata lain, kita kudu sigap move on menghadapi perkembangan zaman. Jangan sampai kita hanya mengeluh kenapa keadaan saat ini berubah dan tidak seperti dulu tanpa melakukan apa-apa.
Relearn, dalam istilah ini manusia di era zaman digital adalah bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik lagi. Manusia era digital secara tidak langsung dapat beradaptasi dengan perkembangan era nan sigap berubah seperti sekarang ini.
Renew, dalam istilah tersebut manusia di era zaman digital musti bisa lebih imajinatif menciptakan sesuatu nan baru. Mau tidak mau, jika kita mau memperkuat dalam era digital, kita kudu dapat beradaptasi dengan langkah menciptakan perihal nan baru. Jangan sampai kita kaget dan tidak siap dengan perubahan teknologi dan komunikasi.
Di era digital, manusia tidak boleh merasa kondusif dan nyaman. Karena ke depan bakal banyak pekerjaan nan nantinya dapat digantikan oleh mesin alias software.
Jika dulu seseorang sangat kesulitan jika kudu berpergian ke wilayah alias tempat baru, sekarang dengan support Google Map (aplikasi pedoman navigasi), kita tidak lagi takut tersesat ketika kita pergi ke tempat-tempat baru. Kita juga tidak kudu repot bertanya dengan orang lain untuk dapat sampai ke tujuan kita.
Selain itu, di era digital standar kebutuhan menjadi berubah dengan hadirnya perkembangan di sektor info dan teknologi. Ada beberapa pekerjaan nan dapat digantikan oleh mesin alias software. Salah satu nan paling menonjol adalah pekerjaan administrasi.
Baca juga: Menurut Alquran, Gempa dan Musibah Cobaan alias Azab?
Sebelumnya, kita kudu antre lama di bank untuk menabung, namun sekarang perihal itu mulai berubah dengan hadirnya mesin ATM setor tunai. Kita hanya perlu mengakses mesin ATM dan kita dapat menabung dengan menggunakan mesin ATM setor tunai tersebut.
Mau tidak mau manusia era digital kudu belajar untuk berkembang dan berubah. Perkembangan dan perubahan tersebut adalah sebuah tuntutan nan kudu dilakukan. Kita mengenal istilah machine learning. Di mana pekerjaan untuk 5 sampai 10 orang sekarang dapat dilakukan secara singkat dan mudah oleh satu software.
Perkembangan tersebut bukan lantas menghilangkan peran alias kegunaan manusia. Ada beberapa pekerjaan nan tidak dapat digantikan oleh perkembangan zaman, di antaranya pekerjaan merancang sistem dari kegunaan kerja software.
Ke depan, pekerjaan manusia bakal beranjak lebih imajinatif alias dengan menggunakan buahpikiran dan lebih mengandalkan soft skill. Sisi positifnya, keberadaan tenaga kerja manusia bakal lebih dihargai. Selain itu, nilai kemanusiaan bakal juga semakin tinggi.
Dengan kata lain, sudah sepatutnya kita tidak perlu cemas dan cemas. Pasalnya, perkembangan era sekarang justru memberi banyak kemudahan nan membantu tugas dari manusia, bukan malah menghilangkan kegunaan pekerjaan dari manusia itu sendiri.
Keniscayaan Zaman
Perubahan sigap di era digital itu kudu disadari semua kalangan. Tak terkecuali para tokoh agama. Mereka nan mempunyai kecakapan dan kapabilitas dalam memimpin dan menggerakkan umat, kudu menyadari sungguh pentingnya memperkuat literasi digital tersebut.
Yudha Pradana dalam Atribusi Kewargaan Digital dalam Literasi Digital (2018), menjelaskan literasi digital mempunyai empat prinsip dasar. Pertama, pemahaman. Artinya, masyarakat mempunyai keahlian untuk memahami info nan diberikan media, baik secara implisit ataupun eksplisit.
Kedua, saling ketergantungan. Artinya, antara media nan satu dengan lainnya saling berjuntai dan berhubungan. Media nan ada kudu saling berdampingan serta melengkapi antara satu sama lain.
Baca juga: Keadilan Pilar Utama Ketakwaan
Ketiga, aspek sosial. Artinya media saling berbagi pesan alias info kepada masyarakat. Karena keberhasilan jangka panjang media ditentukan oleh pembagi serta penerima informasi.
Keempat, kurasi. Artinya masyarakat mempunyai keahlian untuk mengakses, memahami serta menyimpan info untuk dibaca di lain hari. Kurasi juga termasuk keahlian bekerja sama untuk mencari, mengumpulkan serta mengorganisasi info nan dinilai berguna.
Para tokoh kepercayaan kudu menyadari bahwa literasi digital adalah kekuatan nan sangat revolusioner, baik dalam pemikiran maupun langkah dakwahnya. Karena manusia dapat berinteraksi dan beraktivitas secara sangat mudah, cepat, efisien, dan intensif.
Para tokoh kepercayaan sudah selayaknya mendayagunakan instrumen digital sebagai kekuatan untuk menyebarluaskan jangkauan dakwahnya. Karena sekarang tidak mungkin lagi hanya bertumpu pada model dakwah nan berkarakter konvensional.
Hadirnya narasi-narasi dakwah nan baik dengan beragam data, informasi, isu, opini, dan pandangan, diharapkan dapat mengimbangi beragam konten-konten nan jelek dan negatif di bumi digital.
Para tokoh kepercayaan juga kudu memandang perspektif krusial dari lahirnya generasi milenial. Generasi ini mempunyai pola hidup mandiri. Generasi nan sangat berkawan dengan IT, internet, dan media sosial. Mereka lahir di tengah ragam pilihan dan kebebasan berpikir.
Baca juga: Bolehkah Berdoa Buatan Sendiri dalam Salat?