Lima Ciri Islam Berkemajuan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Terbitnya Risalah Islam Berkemajuan pada Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta menjadi penegas identitas Muhammadiyah sebagai aktivitas dakwah dan tajdid.

Pemakaian istilah ‘Islam Berkemajuan’ sendiri bukanlah reduksi kepada keluasan makna Islam. Melainkan sebuah penekanan terhadap warna Islam nan aplikatif dan bisa dibawa oleh Muhammadiyah.

Dalam Pengajian Ramadan 1444 H di UMY, Sabtu (25/3), Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syafiq Mughni menjelaskan jika perumusan istilah ‘Islam Berkemajuan’ melalui obrolan panjang para mahir di Persyarikatan.

Islam Berkemajuan sendiri menurutnya mempunyai lima karakter utama (al-khasaaish al-khamsah), antara lain:

1) berdasarkan tauhid. Syafiq menjelaskan jika dalam kepercayaan Muhammadiyah, tauhid itu bukan hanya sekadar keyakinan, tapi juga pengamalan. Selain itu, Muhammadiyah menghindari perdebatan kalam ataupun teologis.

“Oleh lantaran itu garis besarnya, bahwa tauhid nan jadi landasan bagi Muhammadiyah alias Islam Berkemajuan itu adalah tauhid nan punya implikasi bagi kehidupan sosial, bagi alam semesta. Juga gimana manusia sebagai makhluk nan tunggal itu kudu dimuliakan, ditinggikan derajatnya, dicerahkan dengan dakwah penuh cinta agar mereka kembali ke jalan nan betul dan menghindari jalan nan sesat,” jelasnya.

2) kembali kepada Alquran dan Sunnah. Pada poin ini, Muhammadiyah menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai pedoman. Namun, meski demikian Muhammadiyah kata Syafiq tidak asal menelannya secara mentah-mentah (tekstual).

“Bagi Islam Berkemajuan, kembali itu tidak semata-mata berarti tekstual bahwa semua ayat kudu dimaknai apa adanya, begitu pula Hadis Nabi. Tapi ada dimensi logika, pengetahuan pengetahuan dan teknologi nan kudu kita libatkan dalam memaknai Alquran dan Sunnah itu,” jelasnya.

Contoh paling aktual soal ini, kata Syafiq adalah langkah Muhammadiyah mengartikan sabda mengenai penentuan waktu puasa Ramadan nan bunyinya Shumu li ru’yatii wa afthiru li ru’yatihi  fa in ghummiya ‘alaikum al-syahru fa ‘uddu tsalatsina.

3) menghidupkan ijtihad dan tajdid. Pada poin ini, Muhammadiyah beranggapan bahwa pintu ijtihad tidak bakal tertutup sampai akhir zaman.

“Bagi Muhammadiyah, baik secara normatif maupun tidak, ijtihad itu tidak pernah tertutup, terus terbuka apalagi sampai ashrun (zaman) taklid pun, tetap ada orang nan berijtihad,” kata Syafiq.

4) mengembangkan wasatiyah. Sikap tengahan (wasatiyah) ini, kata Syafiq diambil dari makna Surat Al-Baqarah ayat 143 untuk menjadi umat tengahan (ummatan wasathan). Dalam beragam tafsir, ummatan wasathan diartikan sebagai umat terbaik (khairu ummah).

“Maka kudu dipertahankan kewasatiyahan ini dan jangan sampai terseret ke kanan nan ekstrim alias ke kiri nan tasahul, meremehkan (syariat). Jadi tidak terlalu liberal dan tidak terlalu konservatif,” jelas Syafiq.

5) menunjukkan sifat rahmatan lil-‘alamin. Sifat ini kata Syafiq ditunjukkan kepada siapapun tanpa membeda-bedakan latar belakang. Termasuk kepada nan berbeda agama, dan kepada lingkungan.

“Bagaimana kita menjadi rahmat bagi lingkungan. Ini saya kira pemahaman nan komprehensif, bukan berfaedah reduksionis nan menyederhanakan Islam menjadi sekadar rahmat, tapi lantaran memang isi dari Islam itu adalah rahmatan lil-‘alamin,” ujarnya.

“Maka menjadi tugas kita semua untuk mewujudkan lima karakter unik alias al khasaaish al khamsah ini agar menjadi karakter dari kita baik keputusan nan diambil Tarjih, kebijakan pimpinan, maupun aktivitas dan pengkhidmatan kita untuk membangun bumi nan kondusif dan sejahtera lantaran mendapat limpahan dari rahmatan lil-‘alamin,” pungkas Syafiq. (afn)

Hits: 0

-->
Sumber Muhammadiyah
Muhammadiyah