Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim melakukan studi lapangan untuk memetakan kasus-kasus yangg mengenai dengan bentrok agraria dan akses masyarakat terhadap sumber daya alam (SDA).
Kegiatan yangg perdana dilaksanakan di Kabupaten Banyuwangi pada Jumat-Ahad (21-23/6/2024).
“Tidak hanya urusan politik, program LHKP juga menyangkut kebijakan publik yangg menyentuh kepentingan masyarakat secara luas. Salah satunya mengkaji problem bentrok agraria di Banyuwangi dan sekitarnya,” ujar Ketua LHKP PWM Jatim Muhammad Mirdasy.
Mirdasy menuturkan, aktivitas ini dilakukan berbarengan dengan program LHKP PP Muhammadiyah, ialah Launching Al-Maun Goes to Village: Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Korban Konflik Agraria dan SDA di RSI Siti Fatimah, Sabtu (22/6/2024)
Beberapa ketua Muhammadiyah datang dalam aktivitas tersebut, di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Busyro Moqoddas, ketua PP LHKP Ridho Al-Hamdi, Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Efendi. Dari jejeran PDM Banyuwangi ada Mukhlis Lahuddin (ketua), Ainur Rofik (wakil ketua), Sunarto (wakil ketua), Irwan Suryanto (ketua LHKP), dan Kumbara Jaya (anggota LHKP).
Mirdasy menegaskan ada tiga tujuan yangg dilakukan dari studi lapangan ini. Pertama, LHKP merajut silaturahmi dengan penduduk dan jamaah Muhammadiyah di Masjid Al-Furqon, Kelurahan Kebalenan dan Masjid Besar KH Ahmad Dahlan, Kelurahan Kelurahan Penganjuran.
Kedua, melakukan obrolan mendalam dan mencari masukan dan saran atas persoalan yangg terjadi mengenai bentrok agraria.
“Kami sempat melakukan mapping masalah, mengumpulkan data, serta melakukan proses kajian dengan mengidentifikasi beragam aspek yangg melatarbelakanginya,” papar mantan ketua PW Pemudah Muhammadiyah Jatim ini.
Ketiga, imbuh Mirdasy, melakukan pengamatan dan rencana tindak lanjut bagi upaya-upaya nyata Muhammadiyah dalam menyelesaikan bentrok agraria di Jatim.
“Kami mau menemukan benang merah atas kasus-kasus agraria serta menemukan pola dan penyelesaian yangg komprehensif di masyarakat. Kami juga mau berjumpa seluruh stakeholder yangg mengenai dengan agraria.,” paparnya.
“Kami yakin, penyelesaian bentrok agraria ini tidak bisa mengabaikan komponen masyarakat lain alias dengan lembaga terkait,” imbuh mantan personil DPRD Jatim ini..
Mirdasy juga mengungkapkan jika dirinya sudah berkoordinasi dengan Busyro Muqoddas dan Ridho Al-Hamdi. Hasilnya, ada tiga pesan krusial yangg diterima sebagai masukan.
Pertama, bentrok agraria kudu diselesaikan secara komprehensif dengan memandang beragam aspek, baik dari ekonomi, hukum, politik, sosiologi dan kearifan lokal.
Kedua, penyelesaian bentrok tidak semata mengedepankan hukum, namun juga melakukan pendekatan humanis, baik kepada para korban maupun masyarakat terdampak.
“Yang ketiga, kami diminta melahirkan kajian akademik yangg dapat membantu untuk menyosialisasikan problem yangg ada agar dapat menjadi kajian berbareng untuk masa mendatang,” pungkas Mirdasy. (wh)
Untuk mendapatkan update sigap silakan berlangganan di Google News