Lebaran dan Hiperealitas Kecantikan: Antara Tren, Budaya, dan Syariat - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

Lebaran, alias Idul Fitri, adalah momen krusial bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai seremoni kemenangan setelah sebulan berpuasa, Lebaran juga menjadi arena untuk mengekspresikan identitas melalui fashion dan kecantikan. Namun, kejadian ini tidak lepas dari pengaruh budaya konsumerisme dan hiperealitas, di mana konsep kecantikan dan style hidup sering kali dibentuk oleh media dan industri. Hal itu kadang ditunjukkan pada momen-momen tertentu, termasuk dalam momen lebaran.

Tren fashion dan kosmetik menjelang Lebaran kerap dipengaruhi oleh budaya terkenal dan media, menciptakan standar kecantikan yangg berkarakter hiperealitas. Konsep hiperealitas, yangg diperkenalkan oleh Jean Baudrillard, menggambarkan kondisi di mana pemisah antara realitas dan simulasi menjadi kabur, sehingga gambaran yangg diciptakan media dianggap lebih nyata daripada realita itu sendiri.

Lebaran dan Hiperealitas Kecantikan

Menjelang Lebaran, industri fashion dan kosmetik mengalami peningkatan permintaan yangg signifikan. Masyarakat, terutama perempuan, berlomba-lomba untuk tampil sempurna dengan mengikuti tren terbaru. Fenomena ini diperkuat oleh pengaruh media sosial dan iklan yangg menciptakan standar kecantikan yangg sering kali tidak realistis.

Dalam masyarakat post-modern, gambaran yangg diciptakan media sosial dianggap sebagai standar kecantikan yangg kudu dicapai, meskipun sering kali hasil editan alias filter. Individu condong membandingkan diri mereka dengan orang lain, terutama di media sosial, yangg dapat menyebabkan tekanan psikologis seperti rendah diri alias kekhawatiran jika mereka merasa tidak bisa mencapai standar kecantikan yangg ditetapkan.

Bagi generasi milenial, fashion bukan sekadar pakaian, tetapi juga corak ekspresi identitas dan budaya. Pada momen Lebaran, fashion menjadi langkah untuk menunjukkan kebahagiaan dan rasa syukur setelah berpuasa. Selain itu, fashion juga berkedudukan sebagai simbol identitas keislaman dan kebanggaan budaya.

Islam dan Konsep Kecantikan

Islam mengakui pentingnya menjaga penampilan dan kecantikan, asalkan tidak berlebihan dan tetap sesuai dengan nilai-nilai syariah. Al-Qur’an menegaskan, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yangg bagus di setiap (memasuki) masjid” (QS. Al-A’raf: 31). Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memperbolehkan umatnya untuk berpenampilan indah, terutama saat beragama alias merayakan momen krusial seperti Lebaran.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai keindahan” (HR. Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa kecantikan dan keelokan adalah bagian dari aliran Islam, asalkan digunakan dengan langkah yangg baik dan tidak berlebihan.

Namun, Islam juga menetapkan batas dalam berpenampilan, salah satunya adalah larangan berlebihan (israf). Allah SWT berfirman, “Dan janganlah Anda berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yangg berlebihan” (Q.S. Al-A’raf: 31). Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk tidak berlebihan alias hiperealitas dalam berpenampilan, termasuk dalam penggunaan fashion dan kosmetik.

Penggunaan kosmetik dan fashion diperbolehkan asalkan tidak melanggar syariat, seperti menimbulkan kesombongan alias menyakiti diri sendiri, misalnya melalui operasi plastik yangg berlebihan.

Tantangan Hiperealitas Kecantikan

Salah satu tantangan terbesar umat Islam saat ini adalah hiperealitas kecantikan. Seseorang merasa lebih elok dari realitasnya ketika menggunakan produk tertentu, yangg sebenarnya hanya manipulasi gambaran yangg diciptakan media. Hiperealitas kecantikan terbentuk melalui media sosial yangg menampilkan branding yangg memikat musuh jenis, terlebih saat berjumpa ketika momen lebaran.

Misalnya, seorang wanita merasa seperti bintang iklan saat memakai produk kosmetik yangg digunakan model idola. Seorang laki-laki merasa lebih perkasa saat menghisap merek rokok tertentu alias meminum jamu kuat. Merek-merek seperti baju, tas, perhiasan, jam tangan, sepatu, dan lainnya telah memanipulasi realitas seseorang. Ia bakal merasa seperti yangg dilihat di media saat memakai produk yangg sama dengan model iklan alias artis idola.

Hiperealitas kecantikan saat lebaran dapat menimbulkan beberapa tantangan, seperti:

  1. Tekanan Sosial – Individu merasa kudu mengikuti standar kecantikan yangg tidak realistis.
  2. Konsumerisme – Masyarakat terdorong untuk membeli produk kecantikan secara berlebihan.
  3. Kehilangan Identitas – Standar kecantikan yangg seragam dapat menghilangkan karakter dan identitas budaya lokal.

Islam sebagai Solusi

Islam menawarkan solusi dalam menghadapi tantangan hiperealitas kecantikan melalui konsep keseimbangan, akhlak, dan menghindari israf, terlebih pada saat momen besar, ialah pada saat idul fitri alias lebaran. Islam mengajarkan untuk menjaga keseimbangan antara penampilan luar dan kecantikan jiwa (akhlak). Kecantikan sejati dalam Islam terletak pada adab dan ketakwaan, bukan hanya pada penampilan fisik.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya yangg paling mulia di antara Anda di sisi Allah adalah yangg paling bertakwa” (QS. Al-Hujurat: 13). Kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh tampilan bentuk yangg indah, tetapi oleh adab sebagai realisasi ketakwaan. Kecantikan bentuk berkarakter relatif, sementara kecantikan hati berkarakter abadi. Usia, tempat, dan aksesori dapat mempengaruhi kecantikan seseorang, tetapi adab dan ketakwaan tidak memerlukan semua itu.

Hiperealitas, Lebaran, dan Batas Syariat

Fenomena fashion, kosmetik, dan hiperealitas kecantikan menjelang Lebaran adalah bagian dari dinamika sosial dan budaya modern. Meskipun Islam memperbolehkan umatnya untuk berpenampilan indah, ada batas yangg kudu diperhatikan, seperti larangan berlebihan (israf) dan pentingnya menjaga akhlak. Hiperealitas kecantikan yangg diciptakan oleh media sosial dapat menimbulkan tekanan psikologis dan konsumerisme yangg berlebihan. Namun, Islam menawarkan solusi dengan mengajarkan keseimbangan dan keistimewaan akhlak.

Dengan memahami perspektif Islam, umat Muslim dapat merayakan Lebaran dengan penuh kebahagiaan tanpa terjebak dalam standar kecantikan yangg tidak realistis.

Editor: Assalimi

-->
Sumber ibtimes.id
ibtimes.id