TAJDID.ID~Medan || Founder Ethics of Care, Farid Wajdi mengatakan, kebijakan Pemkot untuk membenahi Kota Medan tentu patut diapresiasi dan didukung seluruh waga kota. Cuma, di tengah upaya itu sepertinya Pemkot Medan tidak mempunyai perencanaan dan sistem nan matang, kesiapan anggaran tidak didukung komitmen dan sumber daya nan mumpuni.
Parahnya lagi, kata Farid, ketika pembenahan dilakukan Pemkot Medan bukannya membikin prasarana lebih baik, tetapi justru memburuk.
“Ambil saja contoh kecil, proyek LPJU ikonik nan berjejer di jalan-jalan protokol, justru telah kandas dan apalagi merusak wajah estetika kota. Ketika proses proyek LPJU dimulai lampu-lampu nan sebelumnya berfaedah sebagai penerangan jalan dicabut dan diganti dengan lampu ‘pocong’. Tetapi lantaran LPJU nan ada sudah tidak berfungsi, berakibat kepada kondisi gelap gulita, jalan utama-protokol ini rawan terjadi tindakan kejahatan, seperti penjambretan dan pencurian dengan kekerasan,” ujar Farid melalui kerangan tertulisnya, Ahad (19/3/2022).
“Belum lagi pemasangan LPJU menambah masalah makin dipinggrikan kewenangan para pejalan kaki bakal trotoar. Apalagi berbarengan pengadaan LPJU dibangun pula bangku batu peris di bahu trotoar?,” imbuhnya.
Lebuh lanjut Farid mengungkapkan, lubang jejak galian parit di beberapa ruas jalan telah dibongkar tetapi dibiarkan menganga, terbengkalai.
“Kini banyak monumen kota dalam corak lubang-lubang itu dibiarkan tanpa ada pengerjaan lanjutan namalain telantar! Sampah dan saluran air tak terurus dengan baik,” kata Farid.
“Perubahan lampau lintas, sebagian hanya memindahkan kemacetan dan tumbuhnya budaya jelek berupa melanggar marka lampau lintas seperti melawan arus, dan lain sebagainya. Intinya setor pelayanan publik tak membaik. nan ada hanya tukar pejabat tanpa ada pergeseran budaya melayani nan lebih baik!,” tegasnya.
Selain itu, lembaga legislatif tidak menjalankan tugas pokok dan kegunaan secara benar. Ia menilai, kegunaan legislatif lebih banyak mengerjakan hal-hal sepele berkarakter administatif seperti mengurus KTP, KK dan akte kelahiran warga. Padahal, menurutnya itu adalah tanggungjawab manajemen nan sepatutnya sudah selesai dan tugas rutin abdi negara pemkot. Hal-hal nan berkarakter esensial seperti pelayanan sektor publik lain justru diabaikan alias apalagi terkesan tak diaspirasikan sebagai beban utama kepada konstituennya.
“Karena itu, jika memandang wajah Kota Medan secara umum sesungguhnya pantulan cermin nan terlihat adalah Kota Medan seperti kota tak bertuan (auto-pilot),” kata Farid.
Parahnya lagi, kata Farid, legislatif dan pelaksana bukan bersaing melayani tetapi justru saling sindir diruang publik. Kedua lembaga tersebut terperosok ke perangai kenaifan nan sempurna.
“Sektor keamanan, kenyamanan dan ketertiban Kota Medan minus dan terasa tak menampilkan wajah laiknya kota metropolitan,” pungkasnya. (*)