Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron alias yangg berkawan disapa Hero, menegaskan tidak mungkin Muhammadiyah begitu saja menarik biaya dari Bank Syariah Indonesia (BSI), tanpa ada pemicu perihal tersebut.
“Muhammadiyah tidak mungkin serta merta menarik dananya jika tidak ada pemicunya,” ucap Hero kepada Inilah.com .
Ia mendesak BSI terbuka soal perihal ini ke publik, seraya juga menyerukan perbaikan diri dalam perihal profesionalitas terhadap jasa konsumen.
“Saya belum mendapat kepastian mana yangg betul atas latar belakang kejadian ini, namun BSI kudu ahli dan menjaga kepercayaan customer dengan baik,” katanya.
Insiden penarikan biaya ini, tutur dia, kudu jadi momentum untuk mengevaluasi kinerja, mengingat sebelum ada kejadian ini BSI juga pernah jadi sorotan publik soal keamanan jaringan.
“Dan ini kejadian yangg mendapat perhatian publik kedua, setelah sebelumnya kena serangan hacker dan shut down,” tutur dia.
Diketahui, PP Muhammadiyah menarik biaya jumbo Rp15 triliun dari brangkas Bank Syariah Indonesia (BSI), muncul spekulasi liar. Petinggi PP Muhammadiyah kandas menjabat Komisaris BSI.
Informasinya, pihak BSI-lah yangg proaktif menawarkan posisi komisaris dan majelis pengawas syariah (DPS) kepada PP Muhammadiyah. Berkali-kali diajukan tapi ditolak. Barulah pada penawaran ketiga, PP Muhammadiyah memberikan lampu hijau.
Disodorkanlah dua nama melalui surat bernomor 145/I.0/A/2024. Yakni, Jaih Mubarak untuk calon DPS dan Abdul Mu’ti untuk calon komisaris.
Keduanya bukan orang sembarangan di PP Muhammadiyah. Jaih Mubarak, misalnya, menjabat Wakil Ketua II Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Sedangkan Abdul Mu’ti adakah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
Namun, keputusan RUPS BSI yangg digelar 17 Mei 2024, hasilnya di luar dugaan. Karena, hanya meloloskan Jaih Mubarak sebagai majelis pengawas. Sedangkan Abdul Mu’ti terpental. Posisinya diambil alih politikus Gerindra, Felicitas Tallulembang. (inilah.com)