Teori Absurditas I Era Postmodern sebagai karakter dari kelanjutan atas era modern nan belum terselesaikan, rupanya telah melahirkan cerita dan pengalaman nan cukup banyak tentang kehidupan manusia. Tentu dengan adanya kemajuan perkembangan teknologi semakin canggih, merupakan tanda atas lanjutnya modernitas mempunyai akibat logis.
Dalam konteks kali ini, penulis menekankan pada pemaknaan hidup manusia modern nan berangkaian dengan konsep-konsep kepercayaan pada kepercayaan sebagai prinsip dasar pedoman berkehidupan dan pengatur moral manusia sebagai mahkluk sosial.
Seperti halnya tentang pemaknaan hidup saat ini nan semakin absurd, lantaran kudu mengikuti arus nan tersedia dan tidak otentik. Ini merupakan akibat dari adanya pengedaran info nan semakin cepat, nan membikin manusia tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Sehingga diperlukan instrument sebagai kegunaan kontrol atas hidup manusia, ialah agama.
Sebuah Konsep Absurditas
Tentang absurditas nan merupakan sebuah konsep filosofis nan menyatakan bahwa kehidupan tidak mempunyai makna nan inheren alias tujuan nan jelas sampai pada detik era digitalisasi sekarang ini. Dalam konteks ini, hidup dianggap sebagai suatu nan tidak masuk akal, dan manusia hidup dalam keadaan nan absurd.
Teori ini dicetuskan oleh beberapa filsuf, termasuk Albert Camus, nan mengatakan bahwa manusia terjebak dalam ketidakpastian dan ketidakpastian tentang makna hidup. Sementara kehidupan terus melangkah tanpa tujuan nan jelas, apalagi digempur dengan banjir info nan banyak hoax namalain palsunya.
Sementara itu, kepercayaan adalah suatu kepercayaan alias praktik spiritual nan biasanya melibatkan kepercayaan pada adanya Tuhan alias kekuatan ilahi. Secara subjektif, penulis menganggap jika pandangan umum mengenai agama-agama nan ada. Manusia dianggap mempunyai tujuan hidup tertentu, ialah untuk menghormati dan melayani Tuhan alias kekuatan ilahi tersebut. Maka dapat dikatakan manusia mempunyai makna dan tujuan hidup nan jelas.
Oleh lantaran itu, ada sebuah pertanyaan filosofis. Apakah mungkin untuk memadukan konsep absurditas dengan agama, nan meyakini adanya tujuan alias makna dalam hidup? Beberapa filsuf dan teolog beranggapan bahwa kehidupan manusia tetap bisa absurd, apalagi jika ada Tuhan alias makna nan diberikan oleh agama.
Mereka berdasar bahwa manusia tetap terjebak dalam keadaan ketidakpastian. Terlebih bahwa Tuhan alias makna nan diberikan oleh kepercayaan tidak menghilangkan absurditas tersebut. Namun, pandangan ini tetap menjadi topik perdebatan dan kajian dalam makulat dan teologi sampai saat ini.
Paham Agama dan Teori Absurditas
Tidak semua orang sepakat tentang adanya titik jumpa antara absurditas dan agama. Sebab kedua konsep ini mempunyai pandangan nan berbeda tentang makna hidup. Namun, ada beberapa argumen nan mengatakan bahwa kepercayaan dapat memberikan jawaban alias makna dalam kehidupan nan dianggap absurd.
Beberapa kepercayaan mengajarkan bahwa manusia kudu menerima ketidakpastian hidup dan menghadapinya dengan ketaatan dan kepercayaan pada kekuatan ilahi. Dalam konteks ini, kepercayaan bisa dianggap sebagai suatu langkah untuk mengatasi ketidakpastian dan kekhawatiran hidup nan mungkin muncul dalam keadaan absurd.
Selain itu, beberapa teolog dan filsuf beranggapan bahwa kepercayaan dapat membantu manusia menemukan makna dalam kehidupan nan absurd dengan memberikan pedoman moral dan spiritual nan berguna.
Agama dapat membantu manusia mencari kebahagiaan dan tujuan hidup dalam keadaan nan absurd, dengan memberikan pedoman tentang langkah hidup nan betul dan berarti.
Tetapi, krusial untuk dicatat bahwa tidak semua orang setuju dengan pandangan ini. Beberapa filsuf dan kritikus kepercayaan mengatakan bahwa kepercayaan juga dapat menyebabkan alias memperburuk keadaan absurditas. Mereka percaya bahwa kepercayaan keyakinan kadang-kadang dapat menyebabkan manusia merasa terjebak dalam pemikiran dogmatis alias ekstrem nan bisa membatasi keahlian untuk mengembangkan pandangan nan lebih luas dan terbuka tentang kehidupan.
Sementara itu, ada beberapa argumen nan mengatakan bahwa kepercayaan dapat menawarkan titik jumpa dengan absurditas. Ini tetap menjadi topik debat dan penelitian nan terus bersambung di dalam makulat dan teologi.
Jawaban Islam untuk Kehidupan nan Absurd
Dalam Islam, konsep makna hidup dikaitkan dengan alambaka alias kehidupan setelah kematian. Islam mengajarkan bahwa kehidupan di bumi ini adalah sementara. Pada dasarnya manusia hidup di bumi untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian.
Makna hidup manusia dianggap terletak pada kepatuhan dan pengabdian kepada Allah, serta kegiatan-kegiatan nan berfaedah bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Agama Islam memberikan pedoman moral dan spiritual nan kuat bagi umatnya. Tak terkecuali dalam perihal etika, keadilan, kerja keras, kasih sayang, dan pemenuhan tanggungjawab sosial.
Dalam kehidupan nan absurd, Islam mengajarkan bahwa manusia kudu menerima takdir Allah dan menghadapi tantangan hidup dengan kesabaran, keyakinan, dan ketakwaan. Tantangan dan kesulitan dalam hidup dianggap sebagai ujian dari Allah, dan manusia kudu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap pengalaman tersebut.
Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup, antara aktivitas bumi dan aktivitas spiritual. Manusia kudu memperhatikan kebutuhan bentuk dan psikologisnya, serta menghargai lingkungan sekitarnya, sembari tetap memprioritaskan ketaatan dan pengabdian kepada Allah.
Maka makna hidup bukanlah sekadar pencapaian kebahagiaan alias kesuksesan dalam hidup ini. Namun juga pencapaian keselamatan dan kebahagiaan kekal di akhirat. Oleh lantaran itu, kepercayaan Islam mengajarkan manusia untuk hidup dengan berpegang pada nilai-nilai moral dan spiritual. Kemudian mempersiapkan diri untuk menghadapi alambaka dengan kebaikan kebaikan nan dilakukan selama hidup di bumi ini.
Penulis sedikit menegaskan bahwa, setiap kepercayaan alias praktik dalam Islam nan bertentangan dengan logika alias logika manusia dapat dipertanyakan dan dikritik. Namun, kritik nan konstruktif kudu didasarkan pada pemahaman nan jeli dan mendalam tentang kepercayaan tersebut. Pun kritikan itu dilakukan dengan langkah nan menghormati kepercayaan orang lain.
Editor: Soleh