Keadilan Pilar Utama Ketakwaan - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 2 tahun yang lalu

KEADILAN PILAR UTAMA KETAKWAAN

Salah satu perintah krusial Allah kepada kita adalah hendaknya kita menegakkan dan menjunjung tinggi keadilan. Inilah salah satu pilar utama dari sikap taqwa. Tidak ada ketakwaan tanpa keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka nan tumbuh adalah kedzaliman alias kesewenang-wenangan. Kata dzalim artinya gelap. Jadi kedzaliman adalah kehidupan nan gelap. Ini bertentangan dengan misi Islam lantaran misi utama Islam adalah membawa kehidupan nan gelap ke arah kehidupan nan terang. (minad dzulumati ilan nur). Marilah kita perhatikan firman Allah tentang keadilan:

”Wahai orang-orang nan beriman, hendaknya Anda menjadi orang nan senantiasa menegakkan (keadilan) lantaran Allah, menjadi saksi nan setara (jujur). Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong Anda melakukan tidak adil. Berbuat adillah Anda lantaran setara itu paling dekat dengan takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat teliti pada apa nan Anda lakukan” (QS. Al-Maidah (5):8)

Ada banyak jalan nan bisa kita tempuh untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dan jalan paling dekat adalah melalui perbuatan adil. ”berbuat adillah Anda lantaran melakukan setara itu paling dekat dengan takwa”, kata Allah. Berbuat setara dan menegakkan keadilan bakal membawa orang menjadi dekat dengan Allah swt.

Berbuat setara dan menegakkan keadilan mendapatkan poin tersendiri dari Allah lantaran tidak selalu mudah melakukannya. Ada beragam godaan, dari dalam maupun dari luar nan menyebabkan orang bisa melenceng dari keadilan. Mungkin aspek kedekatan, aspek kebencian, aspek materi, bisa menghalang orang melakukan adil.

Bagi petugas norma dan pemegang kekuasaan, mereka punya jalan tol untuk menjadi orang nan dicintai Allah jika dengan sungguh-sungguh menegakkan keadilan. Sering dikatakan, kaki seorang penegak norma berdiri diantara sorga dan neraka. Ketika dia berdiri tegak di atas keadilan, maka kakinya telah melangkah ke sorga. Sebaliknya ketika dia berdiri miring nan menyebabkan norma dan keadilan juga miring, maka kaki penegak norma itu telah melangkah ke neraka.

Khalifah Umar bin Khattab selalu sangat hati-hati dengan soal penegakan hukum. Karena itu setiap kali mengeluarkan peraturan, Umar mengumpulkan seluruh family besarnya. Dia memberi tahu mereka bahwa bakal ada peraturan begini-begini. Umar lampau berkata: ”Masyarakat bakal memandang kalian tak ubahnya burung memandang daging. Jika kalian alim mereka bakal patuh. Jika kalian jatuh mereka bakal jatuh. Demi Allah, jika ada dari kalian nan melakukan pelanggaran, maka saya bakal lipatgandakan balasan kalian. Hal itu lantaran kalian kerabat saya. Sekarang terserah kalian. Siapa nan bakal melanggar silakan dan terserah. Siapa nan bakal alim silakan dan terserah pula…” kata Umar.

Bagi khalifah Umar, hubungan kekeluargaan tidak berfaedah keadilan boleh dilangkahi dan diinjak-injak. Sebaliknya, sebagai family khalifah bukan hanya dituntut memenuhi peraturan nan bertindak tetapi juga kudu memberi teladan kepada masyarakat umum. Karena itu jika ada family Umar nan melanggar aturan, maka khalifah nan pandai dan jujur ini menilai keluarganya telah melanggar dua persoalan. Pertama mereka melanggar ketentuan nan berlaku. Kedua, mereka melanggar tugasnya memberi teladan. Karena itu Umar memberi balasan dua kali lipat dibandingkan balasan nan diberikan kepada orang lain. Perhatikan pesan Umar kepada kerabatnya: ”Saya lipatgandakan balasan untuk kalian lantaran kalian kerabat saya”.

Adanya kepastian norma dan agunan perlakuan setara sangat krusial bagi ketentraman masyarakat. Hukum adalah payung pelindung masyarakat. Ketika norma diberlakukan sama kepada setiap orang, maka orang menemukan rasa aman. Namun ketika norma dirasakan tidak lagi tegak, maka rasa kondusif pun mulai hilang, terutama bagi mereka nan lemah. Tidak ada lagi pelindung bagi nan lemah ketika berhadapan dengan nan kuat. Tidak ada pelindung bagi nan miskin ketika diperlakukan sewenang-wenang oleh nan kaya. Tidak ada pelindung bagi nan mini ketika kudu berhadapan dengan nan kuasa. Keadilan merupakan sandaran terakhir bagi mereka nan terpinggirkan.

Karena itu peran polisi, jaksa, hakim, KPK, advokat dan abdi negara norma lainnya sangat besar dalam memberikan payung ketentraman. Karena itu gambaran penegak norma tidak boleh ternoda. Ketika orang sudah kurang percaya lagi pada kejujuran penegak hukum, maka berbareng dengan itu sendi ketentraman masyarakat sudah goyah. Ketika norma goyah maka sesuatu nan paling berbobot dalam kehidupan ini bakal segera punah ialah nan berjulukan harapan. Tegaknya norma adalah hidupnya harapan.

Pencurian, penipuan, kekerasan, kesewenang-wenangan dan kejahatan lain mungkin terus ada. Tetapi jika norma tetap tegak orang tidak kehilangan angan lantaran masyarakat percaya pelakunya bakal mendapat balasan setimpal. Tetapi jika norma telah lumpuh dan penegak norma berdiri miring, angan untuk bisa hidup tenteram menjadi hilang. nan tersisa adalah nan kuat bakal menang dan kesewenangan bakal merajalela. Saat itulah kita mulai melangkah lewat lorong gelap nan panjang dalam kehidupan. Kita berada di bibir kehancuran.

Godaan pertama menegakkan norma adalah ketika kepentingan seseorang ikut terlibat di dalamnya. Mungkin kepentingan dirinya sendiri, kepentingan anak, family alias golongan, nan terlibat sehingga norma disisihkan sementara. Atau mungkin nan berurusan kebetulan orang kaya nan royal sehingga semua mau dibeli dengan guyuran duit agar norma bisa dimiringkan. Marilah kita simak pelajaran dari al-Qur’an:

”Wahai orang-orang nan beriman, jadilah Anda betul-betul orang penegak keadilan, menjadi saksi kaena Allah walaupun atas dirimu sendiri, alias ibu bapak dan kerabatmu. Jika nan berpakara itu kaya alias miskin, Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah Anda mengikuti hawa nafsu lantaran mau menyimpang dari kebenaran. Dan jika Anda memutarbalikkan kata-kata alias enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa nan Anda kerjakan”, (QS An-Nisa(4): 135).

Agama mengingatkan bahwa kehancuran masyarakat di masa silam sering berasal dari keadilan nan tidak lagi ditegakkan. Jika nan berperkara orang kecil, maka norma ditegakkan. Tetapi jika nan berperkara orang nan berpengaruh, norma tidak diterapkan. Maka hancurlah negeri ini.

Baca Juga : Keutamaan Sholat Dimasjid Bagi Perempuan, berikut Penjelasan dan Dalilnya

Itulah sebabnya nabi Muhammad menegaskan: ”Sekiranya Fatimah, putriku melakukan pencurian, pasti saya bakal pangkas tangannya”. Sabda beliau,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا ضَلَّ مَنْ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ الضَّعِيفُ فِيهِمْ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرَقَتْ لَقَطَعَ مُحَمَّدٌ يَدَهَا

Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kesesatan orang-orang sebelum kalian, bahwasanya andaikan pemuka-pemuka mereka mencuri mereka membebaskannya (hukumah) tetapi andaikan nan mencuri orang nan lemah dari mereka mereka menegakkan had. Demi Allah sekiranya Fatimah anak Muhammad Saw mencuri niscaya Muhammad memotong tangannya. (HR. al-Bukhari no. 6290). (Noercholis Huda)

-->
Sumber majelistabligh.id
majelistabligh.id