Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Berseliweran info calon hewan kurban dan perihal ihwal lainnnya menjelang Idul Adha 1444 Hijriyah. Belum lama dalam ingatan masyarakat muslim baru dua bulan yangg lampau viral diperbincangkan mengenai Hari Raya Idul Fitri berbeda. Pasalnya, Muhammadiyah sudah memastikan waktu Hari Raya Idul Fitri, lantaran info saintifik bentuk bulansabit yangg ditunjukkan Muhammadiyah rupanya di bawah ketentuan Kementerian Agama.
Konsekuensinya, perkiraan yangg nyaris pasti tidak sama. Kemudian ada narasi yangg beredar di masyarakat bahwa Muhamamdiyah tidak alim pemerintah dan lebih parahnya sampai ada peristiwa yangg menyita perhatian dari preilaku oknum BRIN yangg menghebohkan jagat raya. Peristiwa tersebut masuk ranah norma publik dan akhirnya oknum tersebut mendapatkan akibat norma dari perbuatan yangg dilakukannya.
Berpuluh tahun apalagi ratusan tahun lamanya setiap shaum dan dua id di bumi ialah Idul Fitri dan Idul Adha awal memulai pelaksanaannya tidak sama sesuatu yangg biasa. Kenapa saat di era modern yangg dianggap serbamaju, tetap ada cendekiawan, ulama, dan tokoh yangg menanggapi perihal ihwal hari alias tanggal memulai beribadah.
Selama mempunyai dalil dan argumentasi yangg dipertanggungjawabkan secara syariyah berikanlah kewenangan sesuai keputusannya. Toh pada dasarnya, semua aktifitas ibadah ritualnya tidak terlalu jauh berbeda lantaran sumber rujukannya sama dari Al-Qur’an dan Assunnah.
Saat beberapa pemaknaan teks nash yangg menjadi wilayah ijtihadiyah merupakan perihal lumrah dan biasa, justru kejadian tersebut menjadi sebuah dinamika keilmuan yangg bakal membimbing dan mengarahkan kepada umat muslim lebih imajinatif dalam berijtihad. Sehingga pada saat tertentu logika intelektual bakal menemukan kerasionalan dan objektifitas produk pengetahuan lebih praktis dan aplikatif.
Dinamika keilmuan salah satu corak bentuk nyata hidayah yangg diberikan Allah SWT, di mana posisi pengetahuan menjadi krusial dalam menentukan sikap dan perilaku manusia dalam beragama, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Fakta hari ini tetap muncul komentar dan tanggapan yangg dianggap memancing emosi, maka arahkanlah emosi pada ranah dan ruang dialogis keilmuan difahami oleh masing-masing diri sebagai makhluk yangg berakal sehat.
Andaikan tetap tetap terus ada yangg menanggapi dengan sentimen dan arogan, pada dasarnya itu juga sesuatu yangg wajar lantaran orang tersebut baru mempunyai keahlian pada sikap dan perbuatannya yangg merepresentasikan keilmuan yangg dimiliki. Namun, perlu ditegaskan dalam jiwa dan raga kita sebagai mahluk yangg berpikir dan beradab, logika sehat lebih dikedepankan untuk menghindari penyimpangan terhadap proses berpikir logika sehat.
Beberapa bulan yangg lampau gempar dan viral, boleh dikatakan mencapai pada titik puncaknya, opini perihal ihwal hisab dan rukyat. Masyarakat yangg jauh dari logika intelektual wacana hisab dan rukyat hanya termenung dan tidak peduli, sebagian mini reaktif dengan ungkapan dan ucapan melalui beragam langkah dan media yangg menjadi tempat berkata kata. Tanpa disadari oleh para pihak yangg terlibat safari argumentasi wacana dan dalil logika serta cocoklogi disiplin keilmuan masing-masing hingga dilegitimasi oleh nash-nash tekstual baik wahyu maupun hadits.
Benarkah bahwa selama ini shaum Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha hanya lantaran tidak sama meluluhlantakkan sikap-sikap humanisme kemanusiaan. Padahal sebenarnya sama, saat bershaum kaifiyatnya sahur di waktu tertentu kemudian menahan haus dan lapar dahaga selama seharian penuh hingga berbuka di saat maghrib tiba. Pun sama saat tiba akhir bulan Ramadhan menunaikan amal fitrah dan shalat id dua rakaat.
Hal sama juga ketika Idul Adha, umat muslim yangg berhaji di tanah suci Makkah al mukaromah pada saat 10 Dzulhijah menjalankan ibadah wukuf di padang arafah dan bagi umat muslim yangg tidak ibadah wukuf di luar tanah suci menunaikan ibadah shalat Idul Adha dan setelahnya prosesi penyembelihan hewan kurban jika ada.
Selama ini perihal itu yangg dapat kita ketahui. Benar juga apa kata beberapa tokoh kepercayaan yangg sempat menyampaikan bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan, semuanya sama-sama menjalankan ibadah shaum, amal dan shalat dua id. Kalaupun hari dan tanggal berbeda saat ritual ibadah kembalikan kepada masing-masing perseorangan jamaah sesuai kepercayaan dan argumentasi keilmuan yangg dimiliki.
Nanti pada saatnya, seiring waktu dan masa tertentu kondisi dan posisi rasionalitas, objektifitas dan kapabilitas keilmuan masyarakat secara merata dan terbuka, pada waktunya bakal bersikap lebih maju. Wajar saja hari ini masyarakat muslim Indonesia tetap ribut dengan ketaklidannya, lantaran selain tingkat wawasan keilmuan masyarakat pada umumnya tetap dibawah standar. Juga dipengaruhi pendapat dan opini serta wacana yangg dikembangkan tidak pada penguatan wawasan keilmuan, melainkan mengedepankan keegoan diri, golongan alias golongan entitas serta arogansi kecendikiawanan alias keulamaannya.
Alhamdulillah saat Idul Adha tahun ini, riak dan opini mempertajam perbedaan. Justru pemerintah mengeluarkan kebijakan tambahan hari libur berbareng bagi pegawai alias tenaga kerja di Indonesia. Semoga ini bukan pencitraan politik elit bangsa dengan mengambil hati umat muslim dengan sesaat. Pasalnya, sekarang tahun politik alias gegara biang kerok yangg selalu mencari panggung kelilmuan tidak ada dan berakhir berwacana ria.
Terlepas dari itu semua, sangat berterima kasih sekali dinamika hari berbeda saat melaksanakan Idul Adha tidak ada respon subjektif atas faham fiqhiyah berbeda. Kita umat muslim mempunyai spirit sama ialah menuju ketaqwaan asasi bukan yangg ketakwaan semu penuh sikap ananiyah yangg belebihan yangg meremehkan dan menganggap orang lain dibawah dari dirinya dalam segala hal. Jikalau tetap ada sikap tersebut menempel pada jiwa dan raga semoga segera sigap terlepas. Tidak ada nilai apa-apa ibadah shaum, shalat, dan kebaikan kebaikan ketika bentuk sikap yangg ditampilkan mempertontonkan keakuan merasa paling beragama dan beramal sholeh lebih baik dibanding orang lain diluar dirinya.
Kalimat talbiyah di tanah suci menggema mengagungkan Allah SWT yangg Maha Agung, bunyi takbir pun menggema di seantero dunia. Kita semua sama walaupun beda etnis dan ras, manakala Al-Qur’an dan As-Sunnah maqbullah menjadi sumber rujukan utama berakidah Islam. Panggilan manasik haji ke baitullah musim haji ini patut disyukuri lantaran pasca covid-19. Kuota jumlah jamaah Indonesia bertambah satu kali lipat sehingga umat muslim yangg sempat tertinggal selama 3 (tiga) tahun lantaran pandemi covid-19.
Hanya ada catatan yangg memilukan jamaah. Pasalnya, pemerintah menaikan nilai ongkos naik haji. Tidak sedikit yangg menunda keberangkatan, namun juga cukup prihatin banyak jamaah memaksakan diri untuk melunasi walaupun dalam keadaan berat hati, berambisi dan bermohon dengan keterpaksaan lantaran sistem dan kebijakan semoga dapat dimaafkan. Menjelang dan pelaksanan wukuf semoga umat muslim ditanah suci Makkah dalam keadaan sehat jasadiyah dan ruahniyah.
Kupanjatkan angan yangg tulus, semoga jamaah haji Indonesia dan umat muslim dibelahan bumi menjadi haji mabrur dan mabrurah serta kembali kepangkuan family masing-masing dengan selamat. Bagi kita umat muslim yangg tidak bermanasik tetap sehat walafiat dan disegerakan dapat menunaikan ibadah haji ke baitullah Makkah al Mukaromah. Hanya kepada Allah SWT kita bersimpuh sujud dan menundukkan kepala tanda tunduk dan bertawakal diri untuk menyembah kepada-Nya. Wallahu’alam…
Bandung, Juni 2023