Ketika mengkaji tentang zuhud, terkadang ada yangg kurang setuju. Sebab, dalam pandangan umum, zuhud selalu diasosiasikan dengan ‘fakir’. Karena melupakan dimensi keduniawian serta menafikan segala corak kedigdayaan diri.
Padahal zuhud bukanlah melupakan bumi secara total, karena manusia hidup di bumi tentu memerlukan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Namun, segala asesoris hidup jangan sampai dimasukkan ke hati; jangan sampai ‘melekat’ kepada diri; jangan ‘terikat’ dan ‘terbelenggu’ oleh ‘pernak-pernik’ simbolisme; jangan ‘dibudak’ dunia; serta jangan sampai bumi menjadi ‘penjara’ kehidupan, yangg menawan hati hingga terhijab dari kedekatan pada Ilahi: Dunia di jari, alambaka di hati!
Seseorang yangg mau mendaki tangga hakikat, maka dia kudu terlebih dulu menjadi Zahid (orang yangg menempuh hidup zuhud). Sikap hidup zuhud ini erat kaitanya dengan taubat dan wara’. Sebab taubat tidak bakal sukses jika hati seorang tetap terikat dan terbelenggu oleh kesenangan duniawi.
Zuhud terhadap bumi berfaedah tidak tertarik alias terpikat terhadap segala sesuatu yangg mengenai dengan duniawi. Duniawi itu misalnya jabatan, nilai diri, harta, dan lain sebagainya. Dalam bumi tasawuf, zuhud dipahami sebagai sikap tidak mencintai dan tidak tertarik kepada bumi alias tidak terlena dan tergiur oleh kesenangan duniawi.
Sikap zuhud terhadap bumi berakar pada pandangan bahwa bumi dan segala kesenangannya lebih rendah nilainya daripada nilai akhirat. Maka sikap hidup itu mengandung pengertian sikap mencintai alambaka alias lebih tertarik kepada Allah daripada kepada lainnya.
Rasulullah SAW memang mengajarkan sikap zuhud kepada sahabat-sahabatnya. Mereka hidup dengan sederhana, baik dalam makanan, minuman, dan pakaian, dan lain sebagainya. Mereka sering berpuasa dan berlapar-lapar, menghentikan makan sebelum kenyang dan tidak makan sebelum lapar. Mereka giat bangun tengah malam untuk ‘mendatangi’ Allah bermunajat, bertafakur dan bertazakur.
Mengejar dan meraih duniawi sebenarnya tidak pernah dilarang oleh Alquran. Bahkan kitab suci ini memerintahkan kepada orang yangg percaya kepada-Nya untuk meraih bumi terutama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di bumi serta untuk mencapai cita-cita prestasi terbaik di sisi Allah. Jadi perlu dipahami bahwa zuhud bukan berfaedah anti duniawi sama sekali. Namun seseorang boleh mencari nafkah buat bekal ibadahnya, buat berinfak, buat pendanaan untuk perjuangan di jalan Allah. (Ar-Rummi, 2007: 125)
Pengertian dan Tujuan Zuhud
Secara umum, zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. (Anwar dan Solihin, 2000: 59)
Lebih khusus, zuhud adalah meninggalkan kesenangan duniawi demi mencari kesenangan untuk akhirat.
Mengenai pemisah pelepasan diri dari rasa ketergantungan itu, para sufi berbeda berlainan pendapat. Al Ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada bumi untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran.
Sedangkan Al-Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki yangg diterimanya. Jika makmur, dia tidak merasa bangga dan gembira. sebaliknya, jika miskin dia pun tidak berduka karenanya.
Hasan Al-Bisri mengatakan, bahwa zuhud itu meninggalkan kehidupan dunia, lantaran bumi ini tidak ubahnya, seperti ular, yangg licin andaikan dipegang, tetapi racunnya dapat membunuh.
Al-Junaid memberi pengertian cukup sederhana, bahwa zuhud adalah melepaskan tangan dari kekayaan barang dan melepaskan hati dari kesenangan hawa nafsu. Meskipun kalimatnya tampak sederhana namun mengandung pemahaman yangg cukup dalam.
Dalam pandangan Al-Ghazali, dia mengatakan bahwa, ketahuilah mungkin ada yangg mengira bahwa orang yangg zuhud adalah orang yangg meninggalkan harta, padahal tidaklah demikian. Sebab meninggalkan kekayaan dan menampakkan hidup prihatin sangat mudah bagi orang yangg mencintai pujian sebagai orang zuhud.
Betapa banyak rahib yangg setiap hari menyantap makanan sedikit dan selalu tinggal di biara yangg tidak berpintu, tetapi tujuan kesenangan mereka adalah agar keadaan mereka diketahui orang dan mendapat pujian. Hal ini jelas tidak menunjukkan zuhud. Jadi, mengetahui kezuhudan merupakan perihal yangg mungkin pula keadaan zuhud pada seorang yangg zuhud.
Adapun tujuan zuhud adalah tidak menjadikan kehidupan bumi sebagai tujuan akhir. Dunia kudu ditempatkan sebagai sarana dan dimanfaatkan secara terbatas dan terkendali. Jangan sampai kenikmatan duniawi menyebabkan susutnya waktu dan perhatian kepada tujuan yangg sebenarnya, ialah kebahagiaan yangg kekal di hadirat Ilahi.
Internalisasi Zuhud sebagai Karakter secara Psikologis
Ada pula yangg berpendapat, zuhud itu menyederhanakan (memperkecil) kehidupan duniawi dan menghilangkan beragam pengaruh di dalam hati. Pengaruh di dalam hati itu misalnya panjang angan-angan, kikir, sombong, rakus dan sebagainya. Tak mungkin seseorang bisa melatih diri bersikap zuhud jika hatinya menyimpan sifat-sifat jelek itu.
Sifat semacam itu hanya bakal memperkuat dorongan hawa nafsu, sehingga seseorang selalu terikat terhadap duniawi. Oleh lantaran itu, As-Sarry berkata, “Kehidupan yangg luhur tidak bakal menjadi baik andaikan seseorang tetap menyibukkan diri.
Demikian juga orang yangg makrifat.” Menyibukkan diri artinya seseorang itu tenggelam dalam kesibukan duniawi, misalnya mengejar kedudukan, jabatan, kekayaan barang dan kesenangan. sedikit sekali alias nyaris sama sekali tidak ada waktu buat mendekatkan diri kepada Allah.
Ibnu Jalla’ berpendapat, bahwa zuhud adalah menilai kehidupan bumi hanya sekedar pergeseran corak yangg tidak mempunyai makna dalam pandangan. Oleh lantaran itu, dia menganggap kekayaan benda, jabatan, apapun bentuknya, adalah sesuatu yangg mudah sirna.
Zuhud melatih seseorang menjadi rendah hati di bumi serta mempunyai adab mulia. lantaran sikap ini jika betul-betul dimiliki maka seseorang menjadi berlapang dada manakala menemui kehidupan yangg sulit. Tetapi ketika mendapatkan kenikmatan dari Allah, dia tidak sombong tetapi bersyukur.
Ketika zuhud telah sempurna maka seseorang selalu berprasangka baik kepada sesama makhluk maupun kepada Allah SWT. Karena itulah Al-Junaid berkata, “Yang dimaksud zuhud adalah hati yangg terhindar dari prasangka.”
Agar seseorang bisa bersikap zuhud maka diperlukan kesadaran dan pemahaman terhadap nilai bumi yangg tidak seberapa dibandingkan dengan nilai akhirat. Sama halnya seseorang pedagang yangg memandang nilai peralatan yangg dijual, bukan peralatan fisiknya. Karena nilainya yangg mahal meskipun barangnya sepertinya kurang bagus, tapi membuatnya tertarik untuk memilikinya.
Begitu pula orang yangg menyadari dan mengerti betul bahwa nilai alambaka dan nilai kemuliaan di sisi Allah itu lebih mahal, maka dia bakal zuhud terhadap duniawi. Ia lebih tertarik kepada akhirat. Artinya, dia menyadari bahwa kebahagiaan akhirnya itu lebih baik dan kekal bagi dirinya.
Imam Al-Ghazali mengibaratkan, bahwa bumi dan alambaka itu seumpama salju dan mutiara. Jika di dalam salju itu tersimpan mutiara, maka nilainya bakal mahal. tetapi ketika salju diletakkan di bawah matahari, dia bakal hancur dan tinggallah mutiara yangg kekal.
Oleh karena itu, agar bisa menempuh sikap zuhud, maka seseorang kudu mempunyai kepercayaan bahwa sesungguhnya alambaka itu lebih baik dan lebih kekal. Meskipun demikian, kadang-kadang orang awam tidak bisa meyakinkan hatinya tentang yangg demikian ini.
Hal tersebut mungkin lantaran mereka tidak mempunyai daya dan keahlian untuk melepaskan diri dari duniawi. Kadang-kadang dipengaruhi oleh hawa nafsunya tentang was-was dan kekhawatiran nasibnya di masa mendatang.
Kriteria Karakter Zuhud
Dalam pandangan Al-Ghazali ada tiga tanda kezuhudan yangg kudu ada pada jiwa seseorang, yakni:
Pertama, tidak berbahagia dengan apa yangg ada dan tidak berduka lantaran perihal yangg lenyap (tidak ada). Ini menunjukkan ke zuhud dalam harta.
Sebagaimana firman Allah:
“Supaya Anda jangan bersungkawa cita terhadap apa yangg luput dari Anda dan agar Anda jangan terlalu ceria terhadap apa yangg diberikanNya kepadamu.” (QS. Al-Hadid: 23)
Kedua, sama saja di sisinya orang yangg mencela dan orang yangg mencacinya. Ini merupakan termasuk zuhud dalam kedudukan.
Ketiga, hendaklah dia berbareng Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya ketaatan,
Karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta bumi alias cinta Allah. Kedua cinta ini di dalam hati seperti air dan udara di dalam gelas. Apabila air dimasukkan ke dalam gelas maka udara pun keluar; keduanya tidak dapat bertemu. setiap orang yangg ‘akrab’ dengan Allah pasti bakal sibuk dengan-Nya dan tidak bakal sibuk dengan lain-Nya. Oleh lantaran itu dikatakan kepada sebagian mereka, “Kepada apa zuhud itu membawa mereka?” Dijawab, “Kepada keakraban yangg Allah.” Sedangkan keakraban dengan bumi dan keakraban dengan Allah tidak bakal pernah bertemu. (Hawwa, 2005: 329)
Dari pemikiran Al-Ghazali dapat kita ketahui bahwa tanda-tanda zuhud itu adalah: (1) terhadap harta; tidak berbahagia dengan apa yangg ada dan tidak berduka dengan apa yangg hilang; (2) terhadap kedudukan; tidak gila penghormatan, pemangkat dan jabatan. Baginya sama saja antara hinaan dan pujian; dan (3) berkawan dengan Allah; hidupnya didominasi ketaatan kepada Allah.
Sedangkan para mahir hikmah mengatakan zuhud itu mengandung 5 hal:
1. Penuh kepercayaan kepada Allah.
2. Berbuat baik kepada sesama makhluk.
3. Ikhlas dalam beramal.
4. Tegar atas penganiayaan orang lain.
5. Tidak tergantung kepada orang lain (mandiri).
Hakikat Karakter Zuhud
Ketahuilah, zuhud di bumi merupakan salah satu kedudukan yangg mulia bagi orang-orang yangg mengikuti jalan kepada Allah. Karakter zuhud merupakan ungkapan tentang mengalihkan kemauan dari suatu kepada sesuatu yangg lebih baik lagi.
Apa yangg dialihkan itu disyaratkan merupakan sesuatu yangg disenangi, seberapapun porsinya. Siapa yangg mengalihkan sesuatu yangg tidak disenangi dan tidak dituntutnya, maka dia tidak pernah menjadi orang yangg meninggalkan kesenangan kepada debu, tidak bisa disebut orang yangg zuhud.
Sebagaimana tradisi yangg sudah berlaku, istilah zuhud dikhususkan bagi orang yangg meninggalkan keduniaan. Siapa yangg zuhud dalam segala sesuatu selain Allah, maka dia adalah orang takut yangg sempurna. Siapa yangg zuhud di bumi bakal mengharapkan surga dan kenikmatannya, dia juga disebut orang zuhud. tetapi derajatnya berbeda dengan yangg pertama.
Ketahuilah bahwa zuhud itu bukan sekedar meninggalkan harta, menghinakannya sebagai sesuatu yangg dihamparkan dan bisa dijadikan kekuatan serta sesuatu yangg melelahkan hati, tetapi zuhud adalah meninggalkan keduniaan lantaran tahu kehinaannya jika dibandingkan dengan ketinggian nilai akhirat. Siapa yangg menyadari bahwa bumi ini dilaksanakan yangg mencair dan alambaka itulah laksana batu pualam yangg awet, ialah keinginannya menjadi kuat untuk melepas yangg pertama lampau dibuka dengan yangg kedua. (Qudamah, 2017: 408-409)
Pada hakikatnya zuhud mendidik orang agar beradab arif dan bijak dalam menempuh kehidupan. Orang tidak berbudi pekerti zuhud, tidak bakal bangga dan menyombongkan kenikmatan duniawi yangg ada di tangannya. Ia juga tidak bakal berkeluh-kesah misalnya Kehilangan duniawinya (harta, jabatan, dsb).
Barometer Karakter Zuhud
Tolak ukur karakter zuhud itu ditandai tiga karakter yakni:
Pertama, melakukan tanpa pamrih sedikitpun.
Seseorang yangg telah sukses melatih diri dan jiwanya berzuhud, maka setiap perbuatannya selalu diniatkan rasa ikhlas. Jika menolong, maka disertai dengan hati ridha. Jika beragama kepada Allah juga tanpa pamrih. Tanpa kemauan untuk mendapatkan pahala dan kemauan terbebas dari neraka. Baginya, surga dan neraka itu urusan Allah. Mendapat pahala alias tidak dalam beribadah, itu pun disandarkan kepada Allah.
Kedua, berbincang tanpa kemauan hawa nafsu.
Begitu pula jika berbicara, dia tak pernah mempunyai kemauan untuk mendapat pujian. Namun nasihatnya mengalir dengan disertai rasa kasih sayang. setiap kata-katanya sejuk lantaran tidak pernah mengandung pembicaraan yangg menyinggung alias menyakiti hati orang lain.
Ketiga, kemuliaan tanpa kekuasaan.
Orang zuhud tidak mengharap kedudukan di mata makhluk. Oleh lantaran itu, dia menjadi mulia lantaran sikap dan perilakunya sehingga orang lain merasa hormat. Kemuliaan tidak hanya didapat di dunia, namun Allah pun memuliakannya. Tanpa kedudukan tinggi alias kedudukan pun, Ia telah menjadi mulia.
Kemuliaan itu datangnya dari Allah. Sesuai dengan pendapat Abu Usman, “Allah bakal memberikan sesuatu kepada orang zuhud melampaui apa yangg dikehendaki, memberikan kepada orang yangg cinta Allah selain apa yangg dia kehendaki, dan memberikan kepada orang yangg secara konsisten beragama sesuai dengan apa yangg dia kehendaki.”
Keutamaan Karakter Zuhud
1. Orang yangg zuhud mempunyai visi masa depan, ialah akhirat.
Seperti firman Allah SWT:
“Katakanlah, ‘Kesenangan di bumi ini hanya sejenak dan alambaka itu lebih baik untuk orang-orang yangg bertakwa.” (QS. An-Nisa: 77)
2. Orang yangg zuhud mengambil apa yangg kekal pada sisi Allah.
Seperti firman Allah SWT:
“Apa yangg ada di sisi kalian bakal lenyap dan apa yangg ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An-Nahl: 96)
3. Orang yangg zuhud memandang bumi sebagai aksesoris kembang kehidupan, sementara tujuan mereka adalah alambaka yangg kekal.
Firman Allah SWT:
“Dan janganlah Anda tunjukkan kedua matamu kepada apa yangg telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai kembang kehidupan bumi untuk Kami cobai mereka dengannya.” (QS. Thaha: 131)
4. Pada esensinya orang yangg zuhud adalah orang yangg ‘kaya’ (merasa cukup)sedangkan orang yangg tidak zuhud adalah orang yangg ‘fakir’ (haus dan tamak).
Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa yangg hasratnya adalah dunia, maka Allah menceraiberaikan urusannya, membuatnya takut terhadap kekayaan kekayaan, menjadikan kefakiran tampak di depan matanya, dan sebagian dari keduniaan tidak datang kepadanya melainkan yangg sudah ditetapkan baginya. Siapa yangg hasratnya adalah akhirat, maka Allah menghimpun hasratnya, maka Allah menjaga hartanya, menjadikan kekayaan ada di dalam hatinya dan bumi datang kepadanya dalam keadaan yangg hina.” (HR. Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
5. Orang yangg hidup adalah manusia yangg lebih baik.
Sabda Rasulullah SAW:
“Seorang sahabat bertanya, ‘Ya Rasul, manakah manusia yangg lebih baik?’ Maka Rasulullah SAW menjawab: ‘Setiap orang mukmin yangg terpelihara hatinya dan jujurnya lisannya.’ Seorang sahabat bertanya lagi, ‘Wahai Rasul, siapakah yangg terpelihara hatinya?’ Jawab Rasulullah SAW: ‘Orang yangg bertaqwa, orang yangg bersih, yangg tidak ada belenggu padanya, tidak ada penipuan, tidak ada kedurhakaan dan tidak ada kedengkian.’ Ditanya lagi, ‘Siapakah kiranya yangg mempunyai tanda-tanda demikian/’ Jawabnya, ‘Yaitu orang yangg membenci bumi dan mencintai akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
6. Orang yangg zuhud dicintai oleh Allah.
Sabda Rasulullah SAW:
“Bilamana engkau menginginkan dicintai oleh Allah, maka berzuhudlah di dunia.” (HR. Ibnu Majah)
7. Orang yangg zuhud hanya mengambil yangg diperlukan saja. Sebab takut bakal banyaknya pertanggungjawaban di alambaka kelak.
Sabda Rasulullah SAW:
“Suatu ketika datanglah utusan menghadap Rasulullah SAW. Ia mengatakan, ‘Wahai Rasul! Sesungguhnya kami ini orang-orang yangg beriman.’ Rasulullah bertanya, ‘Apakah tandanya?’ Para utusan itu menjawab, ‘Kami telah bersabar ketika mendapat cobaan, berterima kasih ketika mendapat kenikmatan, merasa tulus atas terjadinya qadha, dan meninggalkan makian dengan musibah ketika turun kepada musuh.’ Rasulullah kemudian menambahkan nasihatnya: ‘Jika betul yangg Anda katakan, maka janganlah Anda mengumpulkan sesuatu yangg sangat tidak memakannya, janganlah Anda membangun sesuatu yangg Anda tidak menepatinya, dan janganlah berlomba-lomba dalam sesuatu yangg bakal Anda tinggalkan.” (HR. Al-Khatib dan Ibnu Azakir)
8. Orang yangg zuhud dicintai oleh Allah dan dikasihi oleh manusia.
Sabda Rasulullah SAW:
“Zuhudlah Anda terhadap bumi niscaya Allah mencintaimu, dan zuhurlah terhadap apa yangg ada pada manusia niscaya mereka mengasihimu.” (HR Ibnu Majah dan Al Hakim)
Derajat Karakter Zuhud
Pertama, di antara manusia ada yangg zuhud di bumi sekalipun sebenarnya dia tetap ada kesenangan terhadap dunia. Namun dia tetap berupaya untuk zuhud. Orang yangg semacam ini dinamakan mutazahhid, ialah merupakan langkah awal untuk zuhud.
Kedua, zuhud di bumi secara sukarela tanpa memaksakan diri untuk zuhud. Tetapi ketika dia memandang zuhudnya, maka dia justru mulai berpaling, lampau merasa ujub terhadap dirinya ketika dia memandang dirinya telah meninggalkan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yangg lebih besar lagi, seperti orang yangg meninggalkan satu dirham untuk mendapatkan dua dirham. Ini termasuk zuhud yangg kurang.
Ketiga, ini merupakan derajat zuhud yangg paling tinggi, ialah zuhud dengan sukarela, betul-betul zuhud dalam zuhudnya. Dia tidak memandang bumi sebagai sesuatu yangg tidak berguna, seperti orang yangg meninggalkan sesobek kain perca untuk mendapatkan tukar mutiara. Ia tidak melihatnya sebagai tukar tambah. Dunia yangg dibandingkan dengan akhirat, lebih baik dari sesobekan kain perca jika dibandingkan dengan mutiara. Ini merupakan gambaran kesempurnaan zuhud. (Qudamah, 2017: 410)
Pembagian Karakter Zuhud
Pembagian karakter zuhud jika dikaitkan dengan sesuatu yangg disenangi ada tiga yakni:
Pertama, zuhud untuk mendapatkan keselamatan dari siksa, selamat pada waktu hisab dan musibah yangg bakal dihadapi manusia. ini adalah zuhudnya orang-orang yangg takut.
Kedua, zuhud untuk mendapatkan pahala dan kenikmatan yangg dijanjikan. ini adalah zuhudnya orang-orang yangg berharap. mereka meninggalkan kenikmatan (dunia) untuk mendapatkan kenikmatan alambaka (ukhrawi).
Ketiga, ini zuhud yangg tertinggi ialah tidak cukup untuk membebaskan diri dari penderitaan dan bukan untuk mendapatkan kenikmatan, tetapi untuk dapat berjumpa dengan Allah. Ini adalah zuhudnya orang-orang yangg melakukan kebaikan dan orang-orang yangg berpengetahuan. kenikmatan memandang Allah jika dibandingkan dengan kenikmatan surga seperti kenikmatan raja di bumi dan memegang kekuasaan, dibandingkan dengan kenikmatan dapat menguasai seekor burung alias mainan. (Qudamah, 2017: 411)
Tingkatan Karakter Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan. Pertama (terendah), menjauhkan bumi agar terhindar dari balasan di akhirat. Kedua, menjauhi bumi dengan menimbang hadiah di akhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan bumi bukan lantaran takut alias lantaran berharap, tapi lantaran cinta kepada Allah belaka. Orang yangg berada pada tingkat tertinggi ini bakal memandang segala sesuatu selain Allah, tidak mempunyai makna apa-apa. (Anwar dan Solihin, 2000: 72)
Ibrahim bin Adham berkata, “Zuhud (mengasingkan diri dari dunia) itu ada tiga tingkatan yaitu: Pertama, zuhud yangg berkarakter fardhu, ialah menghindari segala macam yangg haram. Kedua, zuhud untuk keselamatan, ialah dengan meninggalkan syubhat. Ketiga, zuhud keutamaan, ialah bersikap zuhud dari sesuatu yangg halal. Hal ini adalah suatu penafsiran yangg baik. (Al-Ghazali, 2000: 391)
Kontekstualisasi Karakter Zuhud dalam Kehidupan
Para mahir makrifat berkata, “Apabila ketaatan mengenai dengan zahir hati maka dia bakal mencintai bumi dan alambaka dan berupaya untuk keduanya, tetapi andaikan ketaatan telah masuk ke dalam lubuk hati maka dia bakal membenci dunia.”
Abu Sulaiman berkata, “Barangsiapa sibuk dengan dirinya maka dia bakal terhindar dari kesibukan dengan orang, Dan ini merupakan maqam orang yangg beramal. Barangsiapa sibuk dengan Tuhannya maka dia bakal terhindar dari kesibukan dengan dirinya, dan ini merupakan maqam orang yangg arif. Sedangkan orang yangg zuhud kudu berada pada salah satu dari kedua maqam ini. Adapun maqamnya yangg pertama adalah dia menyibukkan diri dengan dirinya sendiri, sehingga pada saat itu bakal sama baginya ujian, celaan, keberadaan dan ketiadaan.
Jadi tanda zuhud adalah tidak adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan, lantaran adanya kekuasaan keakraban dengan Allah. Dari tanda-tanda ini tentu muncul beberapa tanda-tanda yangg lainnya.
Yahya bin Mu’adz berkata, “Tanda zuhud adalah kedermawanan dengan apa yangg ada.”
Ibnu Hafiz berkata, “Tandanya adalah adanya rasa legal dalam keluar dari kepemilikan.” Ia juga berkata, “Zuhud adalah menghindari bumi tanpa terpaksa.”
Ahmad bin hambal dan Sofyan ra berkata, “Tanda zuhud adalah pendeknya angan-angan.”
Sofyan Ats-Tsauri berpendapat, “Zuhud adalah meminimalkan menyederhanakan keinginan, bukan menyantap sesuatu yangg keras dan bukan pula memakai busana kusut.”
As-Sirri berkata, “Allah SWT menghilangkan kenikmatan dunia, melarangnya, dan mengeluarkannya daripada kekasihnya. Allah SWT tidak rela jika mereka menikmati duniawi.”
As-Surri berkata, “Tidak bakal baik kehidupan orang yangg zuhud andaikan dia sibuk dari dirinya, dan tidak bakal baik kehidupan orang yangg arif andaikan dia sibuk dengan dirinya.”
As-Surri berbicara lagi, “Aku telah mempraktekkan segala sesuatu dari perkara zuhud lampau saya mendapatkan darinya apa yangg saya inginkan selain zuhud pada orang; lantaran sesungguhnya saya tidak dapat mencapainya dan tidak kuasa mendapatkannya.”
Al-Fudail berkata, “Allah menjadikan segenap keburukan dalam sebuah rumah dan menjadikan kuncinya adalah cinta dunia. Dan Allah menjadikan segenap kebaikan dalam sebuah rumah dan menjadikan kuncinya adalah zuhud dari dunia.” (Hawwa, 2005: 330)
Al-Hasan berkata, “Manusia dihimpun pada hari hariakhir dalam keadaan telanjang, selain orang-orang yangg zuhud. Sesungguhnya ada orang-orang yangg dihormati dunia, lampau mereka disalip di papan kayu, sehingga mereka menjadi buruk karenanya. Maka tenangkanlah hati kalian jika kalian dihinakan hanya lantaran perkara dunia.”
Di antara orang Salaf Ada yangg berkata, “zuhud di bumi ini bisa menenangkan hati dan badan. sedangkan kesenangan kepada bumi memperbanyak kekhawatiran dan kesedihan.”(Qudamah, 2017: 410)
Sebagian orang salaf ditanya, “Kepada apa mereka dimaksudkan zuhud.” Dia menjawab, “Agar bisa berbareng Allah.”
Yahya Bin Muadz berkata, “Dunia ini laksana pengantin wanita. Siapa yangg mencari dan menemukannya, maka dia bakal lengket dengannya. Sedangkan orang yangg zuhud adalah yangg melumuri wajahnya dengan kotoran, mencabut rambutnya dan membakar pakaiannya. Orang yangg berilmu adalah yangg menyebukkan diri berbareng Allah dan melalaikannya.” (Qudamah, 2017: 416)
Yahya bin Mu’az barkata, “Hendaklah Anda menjadikan tatapan pandangan Anda di bumi ini, untuk mengambil iktibar (pelajaran), penolakan Anda terhadapnya, hendaklah sebagai ikhtiar yangg senantiasa diupayakan, upaya Anda di dalamnya ada sebuah keterpaksaan, sementara pencarian Anda kepada alambaka adalah sebuah kepercayaan.”
Maka prinsip karakter zuhud tidak dapat dicapai secara sempurna selain dengan karakter tawakal kepada Allah secara sempurna pula.
Hikmah Karakter Zuhud
1. nan mempunyai karakter zuhud bakal diberi kebijaksanaan dalam hidup.
Sabda Rasulullah SAW:
“Jika di antara Anda sekalian memandang orang laki-laki yangg selalu zuhud dan berbincang benar, maka dekatilah dia. Sesungguhnya dia adalah orang yangg mengajar kebijaksanaan itu.” (HR. Al Baihaqi)
2. Orang yangg zuhud tidak menjual (menukar) bumi dengan akhirat. Artinya dia tidak tergila terhadap duniawi tetapi lebih mementingkan akhirat.
Seperti yangg dikiaskan dengan menjual Yusuf dengan nilai yangg murah. Di dalam Alquran Allah berfirman: “Dan mereka menjual Yusuf dengan nilai yangg murah, ialah beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. (QS. Yusuf: 20)
3. Orang yangg zuhud mementingkan alambaka lantaran itu lebih kekal dari dunia.
Firman Allah yangg berbunyi:
Katakanlah: Kesenangan di bumi ini hanya sejenak dan alambaka lebih baik untuk orang-orang yangg bertakwa, dan Anda tidak bakal dianiaya sedikit. (QS. An-Nisa; 77)
4. Allah memberikan hadiah surga bagi orang yangg selalu dekat kepada-Nya.
Firman Allah:
“Sesungguhnya Allah ta’ala telah membeli dari orang-orang beragama diri dan kekayaan mereka dengan memberikan hadiah bagi mereka surga.” (QS. At-Taubah: 111)
4. Orang yangg zuhud senantiasa mendahulukan kedekatan kepada Allah daripada ‘transaksi’ keduniaan sehingga ‘transaksi’nya berbareng Allah bakal berbuah kegembiraan.
Firman Allah SWT:
“Maka bergembiralah Anda dengan jual beli yangg telah Anda lakukan untuk.” (QS. At-Taubah 111)
5. Orang yangg zuhud tergolong ke dalam orang yangg sangat sedikit.
Firman Allah SWT:
“Diantara Anda ada orang yangg menginginkan duniawi dan diantara Anda ada orang yangg menginginkan akhirat.” (QS. Ali Imran: 152)
6. Orang yangg zuhud terbebas dari sikap kerakusan dan materialisme Qarun dan ambisius kekuasaan ala Firaun.
Firman Allah SWT:
“Maka dia (Qarun) keluar menemui kaumnya dengan kemegahannya. orang-orang yangg menghendaki kehidupan duniawi berkata, ‘Semoga kita mempunyai seperti apa yangg telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya dia telah betul-betul mempunyai keberuntungan yangg besar.’ Orang-orang yangg dianugerahi pengetahuan berkata, ‘Kecelakaan yangg sebesar lah bagimu, padahal pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yangg beragama dan melakukan kebaikan; dan pahala itu tidak diberikan selain orang-orang yangg bersabar.” (QS. Al-Qashash: 79-80)
7. Allah memberikan dua kali lipat pahala lantaran kesabaran orang yangg hidup di dunia.
Firman Allah SWT:
“Mereka itu diberi pahala dua kali lipat lantaran kesabarannya.” (QS. Qashash: 54)
8. Dalam pandangan orang zuhud bumi hanyalah sekedar ujian dan perhiasan yangg tidak kekal.
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yangg ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yangg terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7)
9. Orang yangg zuhud meorientasikan segala ibadahnya kepada Allah untuk masa depannya di akhirat.
Firman Allah SWT:
“Barang siapa yangg menginginkan untung di alambaka bakal Kami tambah untung itu baginya dan barangsiapa yangg mengingatkan untung di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari untung bumi dan tidak ada bagiannya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura: 20)
10. Orang yangg zuhud tidak pernah menukar alambaka untuk kepentingan bumi yangg sedikit dan sementara.
Firman Allah SWT:
“Dan janganlah Anda arahkan kedua matamu kepada apa yangg telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai kembang kehidupan bumi untuk Kami coba mereka dengannya, dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekat. (QS. Thaha:131)
11. Orang yangg zuhud menandang bumi secara sederhana.
Firman Allah SWT:
“Orang-orang kafir yangg mendapat siksaan amat pedih adalah orang yangg lebih menyukai kehidupan bumi daripada ketika akhirat.” (QS. Ibrahim: 3)
12. Orang yangg zuhud adalah memilik pengetahuan hikmah.
Sabda Rasulullah SAW:
Apabila Anda memandang seorang hamba yangg telah diberinya tak bersuara tersebut di bumi maka dekatilah hamba itu. Sesungguhnya dia bakal mengajarkan pengetahuan hikmah. (HR. Ibnu Majah)
Firman Allah SWT:
“Allah memberikan hikmah kepada siapa saja yangg dikehendakinya. Dan barangsiapa yangg diberi hikmah, sesungguhnya telah diberi kebaikan yangg banyak.” (QS. Al-Baqarah: 269)
Nilai Karakter Zuhud bagi Kehidupan dan Kemanusiaan
Pemahaman yangg kurang benar, adalah zuhud diartikan sebagai sikap anti duniawi secara total. Sehingga seseorang menempuh hidup yangg serba kekurangan. Karena hidup kekurangan, hati dan pikirannya tidak bisa tenang dalam mengingat Allah. Karena itu Alquran juga menolak perilaku dan sikap berlebihan dalam menjauhi duniawi. “Siapakah yangg mengharamkan yangg baik-baik dari perhiasan yangg dijadikan indah manusia memandangnya.” Bukankah perintah jihd disertai dengan menyebut sarana utama, ialah amwal (harta benda) dan nafs. Bagaimana mungkin seseorang bisa jihad jika secara total meninggalkan duniawi.
Sesungguhnya yangg diingatkan oleh Alquran itu adalah agar manusia tidak tergiur oleh kesenangan duniawi tetapi memang menganggap sebagai nikmat Allah dan dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Firman Allah SWT:
“Dan carilah pada apa yangg telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah Anda melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan melakukan oke (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah melakukan baik kepadamu, dan janganlah Anda melakukan kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yangg melakukan kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)
Harus dipahami bahwa kecintaan terhadap bumi semata bakal menimbulkan kemadekan dan apalagi kehancuran. Banyak musibah kemanusiaan timbul akibat kerakusan manusia. Banyak pula keonaran mencuat akibat pemujaan perut, pemujaan wanita alias pemujaan kekayaan dan kedudukan. Seluruh adab bejat dan perilaku rendah, seperti berbohong, menjilat, dan melakukan semena-mena, berasal dari penghambaan diri terhadap dunia. Allah SWT menakut-nakuti orang yangg hanya mempasrahkan kehidupannya untuk dunia.
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya orang-orang yangg tidak mengharap pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan bumi serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yangg melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka, disebabkan apa yangg selalu mereka kerjakan.” (QS Yunus: 7-8)
Sikap zuhud, dalam perihal ini berfaedah memandang bumi hanya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan kekal di akhirat. Dunia bukan tujuan hidup, tetapi hanya sebatas sebagai perangkat untuk mencapai tujuan. Tujuan hidup adalah Tuhan dan Ridha-Nya.
Seorang Zahid (orang yangg berkarakter zuhud) bukan pribadi yangg lemah dan bertekuk dengkul di depan para penyembah bumi dan mengharapkan sisa-sisa makanan mereka. Zahid sejati adalah pribadi yangg mempunyai wibawa yangg tinggi, tidak dipermainkan oleh dunia, tidak merasa takut berpisah dengan dunia, kendati bakal lenyap segala yangg ada di tangannya. Allah SWT berfirman:
Agar Anda tidak terlalu berduka terhadap apa yangg telah lenyap dan tidak terlalu ceria terhadap yangg datang. (QS Al Hadid: 23)
Sikap zuhud mengarahkan manusia untuk memandang bumi sebagai lembah yangg luas dan lapang. Tidak takut menghadapi bahaya, tidak gentar menghadapi bencana. Bersyukur ketika mendapat karunia dan tidak lupa daratan. Bersabar ketika ditimpa musibah dan tidak terputus asa. Manusia adalah hamba Allah, bukan hamba dunia. Zahid tidak bakal meninggalkan dunia. Karena bumi diperlukan. Namun, bumi bukan tujuan hidupnya.
Dengan zuhud, nilai bumi yangg berkarakter sementara berubah menjadi berbobot kekal yangg melampaui ruang dan waktu sebagai sarana untuk meraih ridha Ilahi, sebagaimana ditunjukan oleh Nabi SAW dalam hadisnya: “Dunia adalah ladang untuk akhirat.” Di bumi ini kita menyemai dan menanam padi di alambaka kita bakal memetik hasilnya. (Ali, 2002: 140-142)
Dari penjelasan diatas, maka dapat dipahami, bahwa zuhud bukan ‘kemelekatan’ dengan yangg berkarakter asesoris duniawi. Tapi meletakkan posisi dan proporsi duniawi secara sederhana. Harta, kekayaan, popularitas, kekayaan benda, kedudukan, kedudukan dan kedigdayaan diri bukanlah tujuan, itu hanya perangkat dan sarana. Sebab suatu waktu asesoris itu bisa hilang. Namun, tujuan adalah Allah, maka bumi di posisikan di jari bukan di hati. Maka tidak perlu sombong dengan asesoris kedigdayaan diri, baik kekayaan berlimbah, kedudukan tinggi, julukan ‘sultan’, milyader, triliyuner, dsb.
Editor: Soleh