MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menyusun kitab Tuntunan ‘Idain dan Qurban. Dalam kitab tersebut ditegaskan, “Penyembelihan hewan kurban dilakukan pada hari raya Iduladha (10 Zulhijah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Zulhijah) alias disebut juga dengan ayyām ma‘lūmāt (hari-hari yangg telah ditentukan). Penyembelihan hewan kurban dimulai setelah selesai khutbah Iduladha sampai dengan berakhirnya hari Tasyriq, ialah terbenamnya mentari tanggal 13 Zulhijjah.”
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar, tuntunan di atas didasarkan pada firman Allah, “Supaya mereka menyaksikan beragam faedah bagi mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari yangg telah ditentukan atas rezki yangg Allah telah berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yangg sengsara lagi fakir.” [QS al-Ḥajj (22): 28].
Selain itu didasarkan pada Hadis Nabi saw, “Diriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa menyembelih (binatang kurban) sebelum shalat (‘Id), maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa menyembelih setelah shalat (‘Id), maka telah sempurna ibadah kurbannya dan sesuai dengan ibadah kaum muslimin.” [Muttafaq ‘alaih].
Menurut Syamul, ayat di atas mengandung isyarat bahwa makan dan pembagian daging kurban kepada yangg berkuasa implisit di dalamnya menyinggung penyembelihan kurban itu sendiri dan waktunya adalah pada hari-hari tertentu. Hari-hari tertentu itu awalnya disebutkan dalam sabda al-Barrā’ Ibn ‘Āzib, ialah setelah salat Iduladha. Tetapi tidak disebutkan pemisah akhir penyembelihan itu.
Para ustadz mengutip sabda Jubair Ibn Muṭ‘im, “Dari Jubair Ibn Muṭʻim [diriwayatkan bahwa] dia berkata: Nabi saw bersabda: setiap padang Arafah adalah tempat wukuf … … … dan semua hari Tasyriq adalah hari penyembelihan” [HR ad-Dāraquṭnī, dan ini lafalnya, serta Aḥmad, Ibn Ḥibbān, aṭ-Ṭabarānī, dan al-Baihaqī].
Syamsul mengutip Ibn Ḥajar al-‘Asqallānī yangg mengatakan, “Hadis ‘Semua hari Tasyriq adalah hari penyembelihan’ diriwayatkan oleh Aḥmad, bakal tetapi sanadnya terputus. Namun disambung oleh ad-Dāraquṭnī, dan semua rawinya terpercaya.” Juga disambung oleh Ibn Ḥibbān. Dengan demikian sabda ini dengan beragam sanadnya, sebagaimana ditegaskan oleh al-Albānī dan al-Arna’ūṭ, adalah sahih li ghairi. Ia juga mengutip pandangan Asy-Syaukānī yangg menegaskan bahwa sabda Jubair di atas menjadi dasar penetapan hari nahar dan tiga hari sesudahnya adalah hari penyembelihan kurban.
Atas dasar ini sejumlah ulama, termasuk Majelis Tarjih dalam Tuntunan ‘Idain dan Qurban, menyatakan bahwa waktu penyembelihan kurban adalah empat hari, ialah pada hari nahar (10 Zulhijah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijah) sesuai dengan sabda Jubair di atas. Pendapat ini diikuti oleh ‘Alī Ibn Abī Ṭalib, Ibn ‘Abbas, al-Ḥasan al-Baṣrī, ‘Aṭā’, ‘Umar Ibn ‘Abd al-‘Azīz, Sulaimān Ibn Msā al-Asadī, Makḥūl, asy-Syāfʻī, Ibn al-Munżir, dan lain-lain.
Syamsul juga mengutip pandangan Al-Qwurṭubī yangg mengatakan bahwa menurut Imam Mālik, hari penyembelihan itu adalah pada hari nahar dan dua hari sesudahnya. Alasannya sebagaimana dikemukakan al-Qurṭubī adalah bahwa frasa ayyām ma‘lūmāt adalah jamak, yangg berfaedah minimal tiga hari, dan tiga hari itulah yangg pasti, sedangkan hari-hari selanjutnya tidak pasti lantaran itu tidak dipegangi.
“Pendapat perta lebih kuat, lantaran berasas kepada nas yangg sarih, ialah sabda Jubair Ibn Muṭ‘im,” tegas Syamsul kepada tim redaksi Muhammadiyah.or.id pada Senin (13/06).
Hits: 5