TAJDID.ID~Jakarta || Majelis Hukum dan HAM (MMH) PP Muhammadiyah melakukan kajian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 tentang perpanjangan masa kedudukan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah untuk ketua KPK saat ini.
Dari hasil kajian tersebut, MHH PP Muhammadiyah menyimpulkan, bahwa perpanjangan masa kedudukan bertindak untuk ketua KPK periode saat ini, maka perihal tersebut bertentangan dengan konstitusi. Khususnya Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 yangg mengatur bahwa ‘Setiap penduduk negara berkuasa memperoleh kesempatan yangg sama dalam pemerintahan’.
“Padahal MK mengetahui bahwa pemerintah hendak membentuk panitia seleksi. Dengan putusan MK itu maka seluruh penduduk negara yangg mempunyai kewenangan untuk memperoleh kesempatan yangg sama untuk menjadi ketua KPK menjadi terhalangi alias hilang. Oleh karenanya MK sebagai penjaga konstitusi telah mengabaikan perlindungan terhadap nilai-nilai konstitusi tersebut,” ujar Rahmat Muhajir Nugroho, Wakil Ketua MHH PP Muhammadiyah, dalam konvensi pers di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Selasa (13/6/2023).
Rahmat menjelaskan, agar kewenangan penduduk negara itu tidak lenyap maka satu-satunya langkah adalah dengan tidak menerapkan masa kedudukan ketua KPK lima tahun pada ketua KPK periode ini. Pimpinan KPK periode Ketua Firli Bahuri bakal berhujung masa jabatannya di akhir tahun ini.
Hal tersebut juga untuk menghindari terjadinya bentrok kepentingan antara KPK, MK, dan Pemerintah. Sebab menurut Muhammadiyah, bagaimanapun ketua KPK berkuasa untuk memeriksa pengadil konstitusi yangg potensial terlibat kasus korupsi.
“Apakah mungkin MK bakal memutuskan penambahan masa kedudukan bagi ketua KPK jika mereka sedang menyelidiki pengadil konstitusi? Jika tidak mungkin, pengadil konstitusi kudu mengerti bentrok kepentingan yangg sedang mereka tangani dalam perkara tersebut. Oleh lantaran itu satu-satunya langkah agar tidak timbul bentrok kepentingan maka putusan MK tidak dapat diterapkan pada ketua KPK yangg menjabat saat ini,” jelasnya.
Rahmat menjelaskan bahwa sifat putusan MK bertindak ke depan dan tidak bertindak surut. Dengan demikian maka putusan MK mengenai perpanjangan masa kedudukan ketua KPK menjadi lima tahun bertindak untuk ketua KPK yangg bakal datang.
“Tidak bertindak untuk ketua saat ini,” ucapnya.
Ia menambahkan, asas norma yangg bertindak universal dalam negara norma adalah melindungi setiap orang dari penerapan norma yangg bertindak surut (retro-active). Prinsip non-retro active clause itu menjadi nilai dasar yangg dipahami seluruh orang hukum.
“Sebagaimana asas pada umumnya, prinsip tidak memberlakukan surut norma tidak perlu dituliskan dalam konstitusi alias undang-undang, namun lantaran acapkali pada negara norma yangg lemah penegakan norma terjadi penyimpangan dan pengabaian asas, maka beberapa asas tetap dicantumkan,” sebutnya.
Misalnya, kata dia, asas non retro-active clause itu dicantumkan dalam perihal penuntutan pidana dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan penjelasan Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM perihal penuntutan bertindak surut itu hanya dapat dikecualikan terhadap pelanggaran HAM berat.