MUHAMMADIYAH.OR.ID, SUMEDANG—Dalam Al Quran terdapat beragam konsep dan istilah yangg mempunyai makna mendalam dan relevansi besar dalam kehidupan umat Muslim. Salah satu istilah tersebut adalah “Khair al-Ummah,” yangg ditemukan dalam Al-Quran dalam QS. Ali Imran ayat 104.
“Khair al-Ummah merupakan istilah dalam QS. Ali Imran ayat 104 yangg maknanya mendalam,” tutur Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam aktivitas Tabligh Akbar Muhammadiyah di Sumedang pada Sabtu (09/09).
Mengutip Ibnu Katsir, Haedar mengungkapkan bahwa ayat ini merujuk kepada umat Nabi Muhammad (Muhammadiyah). Dalam konteks ini, Khair al-Ummah menggambarkan umat yangg merupakan pengikut Nabi Muhammad, dan oleh lantaran itu, umat terbaik. Namun, makna “terbaik” dalam konteks ini tidak hanya berangkaian dengan jumlah pengikut, melainkan lebih pada kualitas peran dan pengaruh yangg mereka bawa dalam masyarakat.
Sebuah sabda menambahkan dimensi yangg lebih dalam ke konsep ini. Dalam sabda tersebut, umat terbaik dijelaskan sebagai segolongan manusia yangg bisa mendatangkan faedah untuk orang banyak (khair al-nas anfa’uhum li al-nas). Dengan kata lain, mereka yangg memberikan faedah kepada banyak orang dalam masyarakat dianggap sebagai umat terbaik.
“Dalam sabda disebutkan bahwa makna umat terbaik adalah segolongan manusia yangg bisa mendatangkan faedah untuk orang banyak. Karena itu, umat terbaik yangg dimaksud dari ayat ini bukan soal jumlah pengikut, melainkan kualitas peran,” terang Haedar.
Terkait dengan konsep ini, Haedar mengatakan bahwa Ibnu Katsir juga menghubungkannya dengan ayat lain dalam Al-Quran, ialah QS. Al Baqarah ayat 143 yangg berbincang tentang “Ummatan Wasathan.” Ummatan Wasathan menggambarkan umat yangg moderat, tidak condong ke arah ekstremisme kanan maupun kiri. Mereka menemukan keseimbangan dalam menjalani aliran Islam.
Kisah Aisyah dalam menghadapi tiga orang yangg menyatakan sebagai yangg terbaik dalam keagamaan memberikan pemahaman yangg lebih mendalam. nan pertama menyatakan berpuasa sepanjang waktu, yangg kedua selalu salat malam tanpa tidur, dan yangg ketiga tidak menikah untuk konsentrasi pada ibadah.
Namun, Nabi Muhammad justru memberikan pengajaran yangg kuat dengan mengatakan bahwa dirinya adalah yangg terbaik di antara mereka. Beliau berpuasa dan berbuka, salat malam dan tidur, serta menikah dan mempunyai anak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad adalah contoh dari Islam yangg moderat dan seimbang.
Konsep Khair al-Ummah dan Ummatan Wasathan mengingatkan kita bakal pentingnya menjalani aliran Islam dengan seimbang, tidak berlebihan (tatharuf, ghuluw), dan tidak mengurangkan (ithraf). Ini adalah prinsip-prinsip yangg relevan dalam menjalani kehidupan berakidah dan sosial di bumi yangg semakin kompleks dan beragam ini. Sebagai umat Muslim, kita diajak untuk menjadi umat terbaik dengan memberikan faedah bagi masyarakat dan menjalani Islam dengan keseimbangan.
“Jadi kita kudu seimbang, misalnya, baik dalam membangun sarana pra sarana maupun membangun jiwa bangsa. Jangan sampai prasarana dibangun tapi pembangunan jiwa dan lingkungan tidak digarap, ini namanya tidak seimbang,” ucap Haedar.
Hits: 1