MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Muhammadiyah sudah kaya dengan fikih dakwah, termasuk panduan-panduan dakwah kultural dan komunitas, sebagai petunjuk untuk meningkatkan pesan keislaman yangg mendamaikan, menyatukan, dan memperkokoh nilai keagamaan, keumatan, dan kebangsaan.
Selain itu, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dakwah bagi Muhammadiyah sekaligus juga untuk membawa umat dan bangsa pada kemajuan. Fikih dakwah Muhammadiyah yangg mendamaikan, menyatukan dan memperkokoh nilai tersebut di sisi lain juga untuk merespon perubahan yangg bergerak di masyarakat.
“Masyarakat kita ini tetap beragama, tetapi orientasi keagamaan dan religiusitasnya itu sudah demikian beragam,” kata Haedar pada Jumat (22/9) dalam agenda Pembukaan Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Surakarta.
Guru Besar Sosiologi ini melihat, tantangan dakwah di era sekarang semakin kompleks, lebih-lebih ketika masyarakat dihadapkan dengan kemajuan teknologi info digital, yangg mengakibatkan salah satunya luruhnya keadaban.
Tentang peluruhan keadaban itu tidak berlebihan, karena menurut survei ditemukan bahwa warganet Indonesia ranking digilitynya rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Maka Muhammadiyah mau datang menyemaikan benih-benih keislaman yangg membangun nilai-nilai luhur kehidupan, berkata kata yangg baik, kemudian menyebar semangat untuk kebersamaan, jika ada masalah pada umat dan bangsa kita selesaikan bersama,” ungkap Haedar.
Dia berambisi dakwah Muhammadiyah juga berkedudukan untuk meredam benih-benih konflik, menurutnya itu merupakan gambaran nilai-nilai kepercayaan yangg hanif, lurus, dan mencerahkan.
Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia, Haedar menekan agar pembangunan bukan hanya tentang ragat saja, tetapi juga ruhani bangsa.
Dia berdasar lantaran bangsa ini beragama, berpancasila, dan punya kebudayaan luhur. Ketiga entitas tersebut diharapkan menjadi fondasi karakter bangsa Indonesia.
“Kita kudu menjadi bangsa yangg maju, tetapi tidak menjadi bangsa yangg sekuler, bangsa yangg agnostik – jauh dari agama. Termasuk bangsa yangg ateis, yangg menisbikan Tuhan. Tapi bangsa yangg religius,” minta Haedar Nashir.
Religiusitas yangg dimiliki oleh bangsa Indonesia kudu memajukan, sehingga bangsa ini tidak ketinggalan dengan bangsa lain. Harapan dan realita tersebut menjadikan Muhammadiyah tidak hanya konsentrasi mendirikan rumah sakit, sekolah dan universitas saja, melainkan juga menggarap akar rumput alias masyarakat.
“Apapun agamanya, orientasi politiknya kita kudu rekat menjadi jamaah yangg menjadi pilar kemajuan dan persatuan Indonesia,” imbuhnya.
Maka dengan beragam cita-cita luhur tersebut, metode dakwah Muhammadiyah diharapkan adaptif terhadap kemajuan teknologi informasi.
Akan tetapi, tidak kemudian meletakkan instrumen alias perangkat dakwah sebagai tujuan, dan menyebabkan terjadinya dehumanisasi.
Hits: 23