Oleh: Wahyudi Abdurrohim
Hifz addin dibagi menjadi dua, pertama min janibil bentuk dan kedua min janibil adam. Hifz addin min janibil bentuk maksudnya adalah melindungi kepercayaan agar tetap eksis.
Banyak sarana yangg menjadikan kepercayaan tetap eksis, di ataranya adalah tanggungjawab menjalankan hukum Islam yangg mengenai dengan ibadah mahdah, seperti shalat, puasa, amal dan haji. Kewajiban-kewajiban tersebut banyak disebutkan Allah dalam kitab suci dan juga keterangan rinci dalam sunnah rasulullah saw. Di antaranya adalah firman Allah berikut ini:
وَاَقِيْمِ الصَّلَوةَ اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ
Artinya: “Kerjakanlah sholat sesungguhnya sholat itu bisa mencegah perbuatan biadab dan munkar.” (QS. Al-Ankabut ayat 45)
وَاَقِيْمُوْ الصَّلَىةَ وَآتُوْ الزَّكَوةَوَارْكَعُوْامَعَ الرَّاكِعِيْنَ
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah amal dan rukulah beserta orang-orang yangg ruku’.” (QS. Al-Baqarah ayat 43)
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ
Artinya: “Sesungguhnya shadaqah-shadaqah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yangg dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yangg berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yangg diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah: 60)
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ ، لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya: “Dan orang-orang yangg dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangg meminta dan orang yangg tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (QS. Al-Ma’arij: 24-25)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
“Wahai orang-orang yangg beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yangg tertentu. Maka, peralatan siapa di antara kalian sakit alias berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yangg dia tinggalkan itu pada hari-hari yangg lain. Wajib bagi orang-orang yangg berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa), bayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yangg mengerjakan amal dengan kerelaan hati, itulah yangg lebih baik baginya. Berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yangg ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yangg di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yangg kewenangan dan yangg bathil). Oleh lantaran itu, barangsiapa di antara kalian datang (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yangg sakit alias berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yangg dia tinggalkan itu pada hari-hari yangg lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yangg diberikan kepada kalian agar kalian bersyukur.”
[Al-Baqarah: 183-185] وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah lantaran Allah. Jika Anda terkepung (terhalang oleh musuh alias lantaran sakit), maka (sembelihlah) korban yangg mudah didapat, dan jangan Anda mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yangg sakit alias ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa alias bersedekah alias berkorban. Apabila Anda telah (merasa) aman, maka bagi siapa yangg mau mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah dia menyembelih) korban yangg mudah didapat. Tetapi jika dia tidak menemukan hewan korban alias tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) andaikan Anda telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yangg sempurna. Demikian itu (kewajiban bayar fidyah) bagi orang-orang yangg keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidilharam (orang-orang yangg bukan masyarakat kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.”
Dikatakan kewajiban, lantaran dia kudu dilaksanakan oleh setiap insan muslim. Jika dia meninggalkan, maka dia bakal mendapatkan murka dari Allah dan mendapatkan ancaman masuk neraka. Sebaliknya jika dilaksanakan, maka dia bakal mendapatkan ridha-Nya dan dijanjikan masuk ke dalam surge-Nya.
Kewajiban kepercayaan tadi, selain sebagai perbuatan yangg kudu dilakukan bagi setiap insan muslim, juga bentuk syiar agama. Syiar artinya bahwa suatu perbuatan, hendaknya diketahui oleh orang lain. Jadi dia menjadi ibadah public yangg sama-sama diketahui masyarakat luas.
Shalat meski sifatnya sangat individu, namun bisa dianggap sebagai ibadah public. Hal ini bisa dilihat dari rekomendasi kepercayaan kepada setiap insan muslim untuk selalu melaksanakan shalat secara berjamaah. Bahkan dalam sebuah sabda dinyatakan mengenai perbedaan tingkatan derajat antara shalat yangg dilaksanakan secara sendiri-sendiri dengan shalat yangg dilaksanakan secara berjamaah. Dalam perihal ini, rasulullah saw bersbda,
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah alias di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. nan demikian itu lantaran jika dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lampau keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar selain untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya selain bakal ditinggikan satu derajat, dan bakal dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat bakal turun untuk mendo’akannya selama dia tetap berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti penyelenggaraan shalat.” (HR. Al-Bukhari 131 dan Muslim 649)
Bukan hanya shalat, puasa wajib (Ramadhan) juga dilaksanakans ecara berjamaah. Puasa dilakukan sebulan penuh dengan ketentuan waktu yangg maklum diketahui bersama. Kebersaman ini, semacam menjadi “sekolah terbuka” bagi seluruh umat islam untuk menempa diri menjadi insan kamil, ialah manusia sempurna, hamma Allah yangg rabbani yangg selalu alim menjalankan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya. Puaas menjadi solidaritas berbareng umat Islam untuk belajar empati kepada fakir miskin dengan menahan lapar dan dahaga selama seharian penuh.
Zakat juga bagian dari ibadah public. Ia dilaksanakan secara terstruktur dan rapi melalui kepanitiaan yangg dikelola oleh negara alias ormas. Pengelolaan secara berjamaah ini apalagi menjadi sebuah tanggungjawab agama. Memang betul bahwa amal sendiri-sendiri dan disalurkan secara langsung oleh tiap perseorangan kepada fakir miskin tetap mendapatkan pahala, namun ini tidak afdhal. Zakat idealnya dikelola oleh lembaga resmi sehingga biaya amal dapat diberikan kepada orang yangg memerlukan secara tepat sasaran. Hal ini juga memenuhi perintah Allah dalan al-Quran ,sebagaimana firmannya:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
Artinya: “Ambillah amal dari sebagian kekayaan mereka, dengan amal itu Anda membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS. At-Taubah: 103)
Perintah “ambillah” ditujukan kepada penguasa alias lembaga amal yangg resmi dikaui oleh Negara. Jadi di sni, memang sudah ada tanggungjawab untuk melakukan pengelolaan amal secara professional dan transparan.
Zakat selain ibadah public, juga ibadah social. Di awal-awal islam, zakt apalagi menjadi instrument pertama untuk membangun ekonomi umat. Selain amal memang ada wakaf, sedekah, fai, hibah, ghanimah, pajak dan lains ebagainya. Hanya saja, amal ini sangat esensial dan merupakan tanggungjawab bagi setiap insan muslim yangg hartanya sudah sampai isab. Bahkan lantaran pentingnya zakat, Khalifah Abu Bakar mengiklankan perang kepada segolongan umat Islam yangg tidak mau bayar zakat. Tidak berzakar, bearti corak pembangkangan yangg nyata bukan saja pelanggaran hokum syariat, namun juga makar kepada negara. Pelaku makar ini memang kudu ditindak secaraq tegas.
Selain zakat, ada ibadah public lain yangg dilaksanakan secara berjamaah dan dilakukan setahun sekali oleh seluruh umat silam dunia, ialah ibadah haji. di sini, negara “dipaksa” untuk turut aktif mengatur jamaah agar dapat terkoordinir secara rapi. Berangkat ke tanah suci, memerlukan anggaran besar dan sarana public yangg memadai. Apalagi diikuti oleh puluhan ribu jamaah. Jika tidak ada pengelolaan secara rapi, maka yangg terkena akibat negatifnya adalah seluruh lapisan masyarakat. Bukan saja kerugian kekayaan yangg bakal ditimbulkan, namun juga jiwa. Pengelolaan ibadah haji yangg tidak professional, bakal menjadi nilai jelek bagi pemerintah.
Jadi ternyata, ibadah-ibadah islam mengenai dengan urusan public. Pada masa rasulullah, apalagi ibadha shalat dijadikan sebagai identitas ketaatan seorang muslim kepada negara. Mereka yangg malas-malasan untuk shalat berjamaah, dicurigai sebagai musuh dalam selimut. Mereka ini disebut sebagai kalangan munifiqun. Ia bukan saja musuh umat Islam, namun musuh negara Islam. Shalat menjadi indikasi kuat sikap peberpihakan penduduk kepada negara.
Ibadah public tersebut, lebih dikenal dengan istilah jamaah. Menggerakkan suatu ibadah agar tetap menjadi syiar islam secara umum, biasa dikenal dengan Gerakan Jamaah. Di Muhammadiyah sendiri, sudah cukup lama, apalagi sejak tahun 60-an dikenal dengan Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah. Gerakan jamaah ini, mempunyai konsep yangg cukup jelas, namun prinsipnya adalah menjadikan jamaah sebagai basic syiar umat Islam. Jamaah menjadi komponen terpenting untuk membangun umat mencapai suatu tatanan masyarakat ideal, masyarakat utama yangg diridhai oleh Allah swt. Suatu masyarakan yangg disebut dengan “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”.